1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konjungtur Perang dan Konflik di Dunia

DW/Zumach/dpa/DK2 Januari 2010

Perdamaian merupakan harapan banyak orang dalam memasuki tahun baru ini. Jika melihat statistik konflik di dunia, jumlah perang yang terjadi tahun 2009 lalu memang lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya.

https://p.dw.com/p/LHRk
Panser sebagai simbol perangFoto: picture-alliance / dpa

Perang sudah ada sejak manusia ada. Demikian diingatkan pemenang hadiah nobel perdamaian tahun 2009 Presiden Amerika Serikat Barack Obama ketika menerima penghargaan tersebut di Oslo bulan Desember lalu. Lebih lanjut dalam pidatonya Obama menyampaikan

„Perang kadang-kadang penting tapi perang juga merupakan bentuk ketidakmampuan manusia. Secara kongkrit ini berarti, bahwa dalam mencapai sasaran kami sebaiknya berorientasi pada John F. Kennedy. Ia ingin menciptakan perdamaian tidak dengan mengandalkan perubahan revolusioner sifat alami manusia. Melainkan ia mengandalkan perubahan evolusioner institusi kemanusiaan.“

Perang menunjukkan sebuah konflik antara negara yang diorganisir dan menggunakan senjata. Definisi perang ini menggambarkan tipe perang klasik, seperti yang mendominasi abad ke-19. Sebuah negara menyatakan perang terhadap negara lainnya, yang melibatkan pertempuran antara kedua belah pihak dan akhirnya tercapai perdamaian atau kemenangan salah satu pihak. Contohnya adalah Perang Jerman-Perancis tahun 1870/1871.

Namun kini perang antar negara semakin jarang. Sebaliknya yang makin sering terjadi adalah konflik di dalam negeri, perang etnis dan konflik separatis yang menjadikan warga sipil sebagai korban. Seperti yang juga ditekankan Obama, dalam peperangan saat ini lebih banyak korban warga sipil yang tewas daripada tentara.

Kesimpulan ini juga sesuai dengan penelitian politik mengenai konflik kekerasan dan perang. Pusat Kajian Konflik Internasional pada Universitas Heidelberg (HIIK) maupun Kelompok Kerja Studi Penelitian Penyebab Perang (AKUF) pada Universitas Hamburg mencatat, bahwa pada tahun 2009 jumlah peperangan lebih sedikit dari tahun sebelumnya. Namun konflik internasional dan konflik dalam negeri meningkat dari 345 menjadi 365.

Parameter yang luas dan beragam dipilih Pusat Kajian Konflk pada Universitas Heidelberg untuk Barometer Konflik Global, sebuah laporan studi yang dipublikasikannya sejak tahun 2002. Pusat kajian ini mendefinisikan lima skala eskalasi, mulai dari konflik laten, konflik kepentingan yang masih belum berbentuk kekerasan, sampai penerapan kekerasan secara terorganisir dan sistematis pada perang antar negara atau perang yang terjadi dalam sebuah negara.

Berdasarkan definisi yang beragam ini, Pusat Kajian Konflik di Heidelberg mencatat bahwa meningkatnya jumlah konflik pada tahun 2009 tidak langsung berarti bahwa kondisi dunia semakin tidak damai, tapi kemungkinan hanya mencerminkan situasi dunia saat ini. Lotta Mayer yang bertanggung jawab untuk barometer konflik global

"…dimana situasi informasi dunia semakin baik pada 20 tahun terakhir, sehingga sekarang kami juga dapat mengetahui konflik yang terjadi di belahan bumi lainnya. Hal yang tentunya merupakan kesulitan besar pada tahun 50-an dan 60-an untuk mengetahui apa yang terjadi entah di mana di Afrika."

Namun dari 365 konflik yang tercatat tahun lalu, hanya 31 yang dikategorikan sebagai konflik dengan tingkat kekerasan tinggi. Dibanding tahun 2008 jumlahnya berkurang 8. Tujuh dari konflik dengan tingkat kekerasan tinggi tahun lalu dikategorikan Institut Heidelberg sebagai perang. Karena kekerasan berlangsung dalam waktu lama dan dilakukan secara sistematis dan lingkup kerusakan berdampak panjang. Pada tahun 2008 Institut itu mencatat 9 jumlah perang. Namun terdapat tren jelas yang dapat dilihat dalam karakter konflik. Demikian kesimpulan Pusat Kajian Konflik di Heidelberg. Dijelaskan Lotta Mayer

„Saya pikir, tidak ada kejutan terlalu besar yang bergerak ke haluan tertentu. Kami mengamati sejak beberapa tahun terjadi pergerakan. Kadang konflik kekerasan yang terjadi lebih sedikti, kadang lebih banyak."

Peta Kawasan Perang dan Konflik 2009

Peta kawasan perang dan konflik tahun 2009 seperti tahun-tahun sebelumnya paling banyak ditandai di kawasan Timur Tengah, Asia, dan Afrika di selatan Sahara. Di Eropa dan Amerika terjadi penurunan. Sementara di Australia, Selandia Baru dan Kawasan Oseania tidak terjadi konflik kekerasan.

Kancah perang tahun 2009 adalah negara bertetangga Afghanistan dan Pakistan. Dalam peperangan antara pemerintah Afghanistan yang didukung pasukan perdamaian internasional untuk Afghanistan ISAF melawan Taliban dan gerakan radikal lainnya, menurut keterangan Perserikatan Bangsa-Bangsa hanya dalam 8 bulan pertama, 1500 warga sipil tewas. Di negara tetangga Pakistan, dalam pertempuran antara pemerintah, Taliban dan kelompok lainnya lebih dari 10 ribu orang tewas. Demikian hasil pengamatan Kelompok Studi untuk penelitian perang pada Universitas Hamburg.

Di kawasan Timur Tengah tahun 2009 diwarnai peperangan antara militer Israel melawan Hamas di Jalur Gaza. Perang yang hanya berlangsung tiga pekan itu menewaskan lebih dari 1400 warga Palestina dan 13 warga Israel.

Pertempuran hebat terjadi di Srilanka, dimana pemerintah memenangkan perang saudara yang berlangsung lebih dari 25 tahun itu dengan kekerasan militer. Sekitar 130 ribu warga Tamil terusir.

Pusat kajian konflik di Heidelberg juga menilai konflik di Yaman Utara antara Kelompok Syiah melawan pasukan pemerintah sebagai perang. Sementara konflik di Filipina, Myanmar dan di sejumlah kawasan India dan Thailand sebagai konflik dengan kekerasan.

Di Afrika meskipun situasi konflik di Burundi dan Niger mereda, kawasan selatan Sahara di benua itu masih diwarnai peperangan. Kawasan yang diwarnai kekerasan mulai dari Nigeria di pantai Barat, Sudan dan Rebublik Demokrasi Kongo sampai ke Somalia, dimana kelompok Islam berperang melawan pemerintahan transisi. Tahun 2009, konflik dan perang yang terjadi di Afrika seringkali meluas melampaui batas negara. Pemberontak Uganda misalnya melakukan perlawanannya di Kongo, Sudan Selatan dan di Afrika Tengah. Pemerintah di Chad dan Sudan masing-masing mendukung pemberontak di negara lainnya.

Di Amerika Utara dan Amerika Selatan selain konflik yang berkepanjangan di Kolumbia antara pemerintah, paramiliter dan kelompok pemberontak FARC, di Peru, konflik dengan kelompok Maois Sendero Luminoso setelah 10 tahun kembali berkobar.

Di Meksiko banyak warga yang menderita akibat perang persaingan kelompok pengedar obat bius. Korban yang tewas akibat konflik ini lebih banyak daripada akibat peperangan demikian kesimpulan Kelompok studi untuk penelitan penyebab perang Universitas Hamburg.

Sementara di Eropa, setelah penarikan pasukan Rusia dari Georgia situasi menjadi tenang. Meskipun demikian kawasan Kaukasus tetap menjadi kawasan dengan konflik terbesar. Terutama di Chechnya dan Ingusetia. Tahun 2009 ratusan orang tewas akibat konflik antara pemerintah dan kelompok penuntut kebebasan.