1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Konferensi Islam di Berlin

Stefan Dege7 Mei 2013

Menteri Dalam Negeri Jerman Hans-Peter Friedrich mengundang perwakilan organisasi Islam mendiskusikan berbagai masalah. Konferensi Islam mulai digelar tahun 2006.

https://p.dw.com/p/18T12
Minarett der Yavus Sultan Selim Moschee in Mannheim. Rechts der Kirchturm der Liebfrauenkirche. Aufnahme 7.2.1995.
Symbol Islam KristenFoto: picture alliance / dpa

Konferensi Islam adalah sebuah kongres dan sarana dialog antara pemerintah Jerman dan masyarakat muslim. Pertemuan ini digelar secara rutin setiap tahun. Acara ini digagas tahun 2006 oleh Menteri Dalam Negeri saat itu, Wolfgang Schäuble.

Tujuannya untuk memperbaiki kerjasama antara kelompok-kelompok agama dengan lembaga-lembaga negara. Temanya antara lain tentang pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah Jerman, perbaikan kurikulum di sekolah, rencana pembangunan masjid dan tentang fanatisme serta dampaknya.

Di negara bagian Nordrhein Westafalen sekarang sudah ada pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah. Beberapa negara bagian lain seperti Hamburg dan Bremen mempertimbangkan hari raya umat Islam sebagai hari libur. Tapi di negara bagian lain, diskusi seperti ini baru saja dimulai.

Dua tahun lalu muncul kritik, karena tema yang dibicarakan dalam Konferensi Islam terutama berkisar pada masalah fanatisme dan keamanan. Sebuah organisasi besar, Islamrat (Dewan Islam), tidak diundang karena ada anggotanya yang sedang diusut oleh kejaksaan Jerman.

Memang Konferensi Islam sering membahas masalah yang berhubungan dengan keamanan dan terorisme. Banyak pihak menilai, kedua tema ini terlalu mendominasi ajang diskusi itu. Konferensi Islam berikutnya dibuka hari Selasa (07/05) di Berlin.

Peran Islam Masih Terlalu Kecil

Lima persen penduduk Jerman beragama Islam. Lebih dari setengah warga Jerman beragama Kristen dan Katolik. ”Sekalipun warga muslim makin banyak, tapi peran politik mereka terlalu kecil”, kata ahli sejarah Professor Thomas Grossbölting dari Universitas Münster.

Alasannya, lembaga gereja Kristen dan Katolik menurut tradisinya sangat dekat dengan negara. Misalnya negara masih memungut ”pajak gereja” yang kemudian diteruskan kepada lembaga-lembaga gereja. Di sekolah negeri masih ada pelajaran agama dari gereja Kristen dan Katolik.

Selama ini, yang diatur adalah hubungan antara ”gereja dan negara”. Grossbölting menuntut agar hubungan itu diubah menjadi hubungan antara ”lembaga agama dan negara”. Jadi semua lembaga agama bisa punya posisi yang setara. Artinya, negara juga harus mendukung semua organisasi agama.

Untuk itu, kelompok-kelompok Islam harus punya status resmi sebagai organisasi, kata Grossbölting. Sampai saat ini, banyak kelompok Islam tidak mengenal registrasi keanggotaan. Karena itu, mereka belum memiliki status sebagai organisasi resmi.

Profesor sejarah dari Universitas Münster itu menyatakan, pelaksanaan pelajaran agama Islam di beberapa negara bagian adalah sebuah kemajuan. Ini perlu diterapkan di seluruh Jerman. Grossbölting juga setuju kalau ada hari raya Islam yang dijadikan hari libur nasional.

Belum Semua Kelompok Dilibatkan

"Konsep konferensi Islam harus diperbarui secara menyeluruh“, kata Aiman Mazyek, Ketua Dewan Pusat Musllim di Jerman, Zentralrat der Muslime. Organisasi ini punya sekitar 300 kelompok sebagai anggotanya.

Salah satu wakil organisasi Islam, Ali Kizilkaya,dalam sebuah wawancara mengatakan, arah konferensi Islam sudah salah. Acara ini hanya dibangun „atas isu keamanan dan rasa curiga“. Karena itu, dua organisasi besar, yaitu Zentralrat der Muslime dan Islamrat tidak menghadiri Konferensi Islam.

Yang akan datang ke Berlin adalah wakil dari pusat-pusat budaya Islam, Organisasi Masyarakat Turki di Jerman dan organisasi Islam Turki, DITIB.