1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kim Jong Un Taklukkan Hollywood dan Sony

22 Desember 2014

Kim Jong Un tampaknya sukses taklukkan Hollywood dan Sony, dua simbol kapitalisme barat dengan serangan siber. Amerika Serikat tidak dapat lancarkan serangan balasan dalam perang siber itu tanpa rangkul Cina dan Rusia.

https://p.dw.com/p/1E8YL
Symbolbild Multimedia Auge Cyberwar
Foto: Fotolia/Kobes

Kasus serangan siber terhadap Sony Entertainment terkait film parodi "The Interview" tentang fiksi rencana CIA untuk membunuh pimpinan Korea Utara, Kim Jong Un saat interview oleh dua wartawan barat, tetap menyulut perdebatan panas terkait perang siber. Sejumlah harian internasional juga menyoroti dengan tajam kasus itu dalam kolom komentar mereka.

Kisah peretasan Sony Enterntainment terkait film parodi "The Interview" diyakini jauh lebih seru dan menegangkan ketimbang film aslinya. Demikian komentar harian Austria Der Standard yang terbit di Wina. Yang terutama adalah pertanyaan geo-politik penting yang tersembunyi di sebalik aksi peretasan tersebut. Ini adalah dimensi baru serangan siber dalam konflik antara para pihak yang sudah bertikai cukup lama. Untuk melancarkan aksi balasan terhadap rezim pimpinan Kim Jong Un di Korea Utara, Amerika Serikat memerlukan mitra tangguh di kawasan. Yakni Cina yang bisa memutuskan akses Pyongyang ke jejaring virtual, serta Rusia yang bisa menyetop kucuran uang ke Korea Utara. Masalahnya, Washington terlibat bentrokan dengan Beijing maupun Moskow. Selain itu di sisi lainnya, Amerika Serikat justru menghadapi ancaman lebih besar ketimbang serangan siber dari rezim di Korea Utara, yakni serangan siber dari Cina.

Harian Perancis Le Monde yang terbit di Paris berkomentar: Hollywoood dan Sony telah takluk. Hollywood dan Sony ditundukkan oleh peretas dari Korea Utara. Hollywood bahkan sudah mengumumkan sebelum Sony membuat keputusan, bahwa mereka tidak akan mengedarkan film komedi tentang rencana CIA untuk membunuh Kim Jong Un itu. Rezim di Pyongyang sudah membantah bahwa merekalah pelaku serangan siber. Aspek baru dari aksi peretasan itu adalah: setiap negara atau rezim, bisa memaksa pembatalan atau penarikan kembali setiap film atau pertunjukan teater yang tidak mereka sukai. Hal ini menegaskan, bahwa dalam jejaring virtual, di mana sulit dilakukan perlindungan sepenuhnya, kini sudah pecah perang baru yakni perang siber.

Pembatalan tayang dan penarikan film parodi "The Interwiew" merupakan preseden yang membahayakan, demikian komentar harian liberal kiri Spanyol El Pais yang terbit di Madrid. Pemerasan yang dilancarkan rezim di Korea Utara terhadap Sony tidak dapat diterima oleh siapapun. Pembatalan tayang atau penarikan film akibat ancaman adalah sebuah kesalahan. Rezim komunis yang memiliki hulu ledak nuklir itu bisa memicu sebuah krisis internasional, gara-gara pimpinannya tersinggung oleh sebuah film komedi yang menyindir dia. Takluknya Sony bukan sebuah anekdot lucu. Melainkan sebuah preseden berbahaya. Masyarakat internasional kini menghadapi dilema. Menyerah akibat ketakutan ancaman atau mempertahankan kebebasan berekspresi.

Sementara harian Jerman Rhein-Neckar Zeitung dalam komentar terkait serangan siber itu menulis: ada satu poin yang membuat film itu makin merana. "The Interview" sebuah film komedi terkait rencana CIA untuk membunuh rezim Korea Utara, Kim Jong Un, menjadi film yang bernasib amat malang, yang mendapat publisitas di seluruh dunia, tetapi samasekali tidak berkaitan dengan isi film bersangkutan. Di sisi lainnya, bagi presiden Amerika Serikat, Barack Obama serangan siber dan peretasan Sony itu menutup tahun 2014 dengan satu lagi pasal buruk lainnya. Dan bagaimana dengan Korea Utara? Paling tidak negara yang perilakunya ganjil ini boleh bersenang hati juga walaupun aneh.

(as/ml)