1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kepanikan dan Putus Asa di Filipina

13 November 2013

Ribuan orang berdesak-desakan dan memohon diperbolehkan ikut dalam penerbangan yang langka dari sebuah kota Filipina yang hancur akibat topan super, bersamaan munculnya kepanikan dan putus asa.

https://p.dw.com/p/1AGQ5
Foto: picture-alliance/dpa

Kabar berkembang bahwa delapan orang mati remuk pada Selasa lalu ketika kerumunan besar penyintas atau warga yang selamat dari Haiyan menyerbu sebuah gudang beras milik pemerintah, menambah jumlah korban akibat salah satu badai terhebat di bumi yang sebelumnya telah mencapai angka ribuan.

“Salah satu dinding gudang kami runtuh dan delapan orang remuk dan tewas seketika,“ kata pejabat Pangan Nasional Rex Estoperez yang menambahkan bahwa insiden itu terjadi di Alangalang, 17 kilometer dari kota Tacloban yang hancur.

Putus asa dan panik

Beberapa hari setelah Haiyan meluluhlantakkan seluruh wilayah pesisir, situasi di ibukota provinsi Leyte yakni Tacloban menjadi semakin mengerikan akibat sedikitnya pasokan bahan-bahan pokok dan para warga yang lolos dari maut dengan putus asa berteriak-teriak ingin meninggalkan tempat itu.

“Semua orang panik,” kata seorang dokter angkatan laut Kapten Emily Chang. “Mereka bilang tidak ada makanan dan air. Mereka ingin keluar dari sini,“ tambah dia, sambil mengatakan bahwa para dokter di bandar udara setempat kini kehabisan stok obat-obatan termasuk antibiotik.

PBB memperkirakan 10.000 orang kemungkinan tewas di Tacloban, di mana gelombang setinggi lima meter meratakan hampir semua yang mereka lalui saat menyapu ratusan meter di dataran rendah.

Namun, Presiden Filipina Benigno Aquino mengatakan bahwa ia percaya bahwa perkiraan jumlah korban itu ”terlalu berlebihan”, sambil menambahkan bahwa 2.500 adalah jumlah korban yang kami hitung saat ini – meski perhitungan jumlah korban terus naik tajam dan mayat-mayat kini masih bergelimpangan di Tacloban.

Di Bandara Tacloban dilaporkan, para penyintas yang kelelahan dan kelaparan saling dorong satu sama lain, berebut mendapatkan jatah kursi penerbangan untuk keluar dari tempat itu. Penerbangan ke wilayah paling parah terkena bencana itu sangat langka.

“Kami sudah ada di sini selama beberapa hari dan masih tidak bisa terbang,“ kata Angeline Conchas yang terlihat lemah dan sedang menunggu pesawat dengan putrinya yang berumur 7 tahun.

Keluarganya terjebak di lantai dua rumah mereka saat air membanjiri sekitar mereka.

”Kami berhasil lolos, tapi kini kami mungkin akan mati kelaparan.”

Bencana nasional

PBB memperkirakan lebih dari 11,3 juta orang terkena dampak, sementara 673.000 orang kehilangan rumah, sejak Haiyan menyapu kepulauan tengah di negara itu akhir pekan lalu.

Tim penyelamat kewalahan dan kekuarangan pasokan sehingga tidak bisa menyediakan makanan, air bersih, obat-obatan, tempat penampungan dan berbagai jenis bantuan lainnya bagi para penyintas, dan mengakibatkan rasa putus asa berkembang di sepanjang wilayah bencana.

“Orang-orang putus asa karena tak ada apa-apa di Tacloban,“ kata Marco Boasso dari International Organization for Migration.

Presiden Aquino telah mengumumkan “status bencana nasional”, yang memungkinkan pemerintah memberlakukan kontrol atas harga dan dengan cepat menggelontorkan dana darurat.

ab/hp (afp,ap,rtr)