1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kelanjutan Sosialisme Venezuela Tanpa Chavez

Jan D. Walter7 Maret 2013

Venezuela kini menyiapkan pemilihan umum baru. Calon terkuat adalah penerus Hugo Chavez, Nicolas Maduro. Era Chavisme di Venezuela tampaknya belum berakhir.

https://p.dw.com/p/17sdB
Venezuela's Vice President Nicolas Maduro (L) and National Assembly President Diosdado Cabello stand guard next to the coffin of late Venezuelan President Hugo Chavez in Caracas, March 6, 2013.
Venezuela Hugo ChavezFoto: Reuters

Selama tiga bulan media dan oposisi di Venezuela sempat berspekulasi apakah Hugo Chavez masih hidup, karena ia lama tidak muncul di hadapan publik. Hari Selasa (05/03) Wakil Presiden Nicolas Maduro mengumumkan wafatnya pemimpin Venezuela yang lama menderita kanker itu. Maduro sekarang harus mempersiapkan pemilihan presiden baru, yang menurut konstitusi harus dilaksanakan dalam 30 hari.

Pengamat politik Leslie Wehner dari Giga-Institut di Hamburg menerangkan: ”Pemilihan akan dilakukan secepat mungkin, karena pemerintah ingin memanfaatkan ketenaran figur Hugo Chavez”. Stefan Rinke dari Freie Universität Berlin juga berpendapat sama. ”Negara-negara Amerika Selatan termasuk sistem republik yang tertua di dunia. Sekalipun pernah ada kekuasaan diktator, setiap pemerintahan perlu legitimasi melalui pemilihan umum.”

Mencemaskan Manipulasi Pemilu

Jose Colina, Ketua organisasi eksil Venezuela di Miami, Veppex, menyatakan bahwa pemerintahan Maduro tidak punya legitimasi. ”Rejim saat ini yang dipimpin oleh Nicolas Maduro tidak pernah diambil sumpahnya. Jadi sebenarnya, pemilu yang dilakukan oleh rejim ini tidak legitim.”

Sejak 10 Januari 2013, Nicolas Maduro menjabat sebagai presiden interim, karena Hugo Chavez ketika itu berada dalam pengobatan di Kuba dan tidak mampu mengikuti acara pelantikan presiden. Hugo Chavez memenangkan pemilu presiden dan seharusnya memasuki masa jabatan yang baru. Ketika itu, pihak oposisi sudah menuntut agar ada peninjauan konstitusi dalam kasus ini.

Pengeritik rejim Jose Colina yang melarikan diri ke Miami sekarang mengaku khawatir, bahwa pemilu tidak akan berlangsung dengan adil. Menurut Colina, dalam pemilihan umum sebelumnya, ada manipulasi anggaran negara. Media dan pemilih juga mengalami represi. Yayasan politik dari Jerman, seperti Friedrich Ebert Stiftung (FES) dan Konrad Adenauer Stiftung (KAS) membenarkan tuduhan manipulasi.

Coline memperkirakan, dalam pemilihan umum baru, partai sosialis PSUV yang dulu dipimpin Chavez dengan mudah akan keluar sebagai pemenang. Pengamat politik Stefan Rinke juga cukup yakin, bahwa Chavisme tetap akan berfungsi di Venezuela tanpa Hugo Chavez.

Kelompok oposisi sampai sekarang masih terpecah. Mereka hanya punya peluang kalau berhasil membentuk aliansi. Dalam pemilu tahun 2012, oposisi mendukung Henrique Capriles sebagai calon utama. Tapi Capriles kalah melawan Chavez. Oposisi sekarang hanya bisa berharap, partai pemerintah akan bertengkar tentang siapa yang menjadi penerus Chavez. Tapi itu tampaknya tidak akan terjadi.

Dari Supir Bus Menjadi Menteri Luar Negeri

Beberapa minggu sebelum meninggal, Hugo Chavez sudah menunjuk Nicolas Maduro sebagai penggantinya, jika ia berhalangan. ”Dukungan dari Chavez pasti memberi bobot besar”, kata Leslie Wehner dari Giga-Institut. Sebagai Menteri Luar Negeri, Nicolas Maduro telah membuktikan kemampuan dan loyalitasnya.

Maduro memang tidak punya kharisma seperti Chavez. Tapi sebagai bekas sopir bus dan aktivis serikat buruh, ia berhaluan cukup pragmatis. Maduro misalnya menyatakan ingin meningkatkan hubungan ekonomi dengan Amerika Serikat, sekalipun ada perbedaan ideologi yang besar.