1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kebijakan Pengolahan Bangkai Kapal

Friedel Taube2 April 2013

Kebanyakan kapal buatan Eropa akan berakhir di tempat-tempat penimbunan besi tua di Asia Selatan. Uni Eropa ingin memperbaiki kondisi kerja para buruh di sana.

https://p.dw.com/p/1887C
Foto: Roberto Schmidt/AFP/GettyImages

Tempat penimbunan besi tua terbesar di dunia berlokasi di Bangladesh. Setiap tahun, sekitar 40 persen bangkai kapal dari seluruh dunia dibongkar dan dihancurkan di sana. Penjualan pintu, dapur atau tempat tidur dari kapal-kapal tua tersebut menjadi sumber pendapatan warga di sekitar kota Chittagong. 

Kondisi Kerja Buruk

Bangladesh hanya satu dari beberapa negara Asia Selatan yang menjadi tujuan terakhir banyak kapal Eropa. Namun, kondisi kerja di sebagian besar pengolahan besi tua di sana sangat buruk. Gaji rendah, kurang aman, dan pencemaran lingkungan hasil penghancuran kapal.

Uni Eropa ingin membenahinya dengan menuntut pertanggungjawaban para pemilik kapal di Eropa. Biasanya, kapal buatan Eropa setelah delapan tahun dijual ke luar Uni Eropa. Puluhan tahun kemudian baru kapal itu dihancurkan. Biaya penghancuran diemban pemilik terakhir, bukan pemilik pertama.

Abwracken von Schiffen in Chittagong Bangladesch
Pengolahan bangkai kapal terbesar dunia ada di ChittagongFoto: AP

Dana Khusus

Kini akan ada dana khusus, selain iuran pelabuhan, yang bisa mewajibkan setiap pemilik kapal Eropa untuk membayar tiga sen bagi setiap ton kapal yang berlayar ke pelabuhan di Uni Eropa. Jadi buat kapal seberat 100.000 ton ada sekitar 3000 Euro yang mengalir bagi pengolahan besi tua di Asia Tenggara. Ini semacam premi kapal tua yang diharapkan bisa memperbaiki kondisi kerja dan penghancuran secara ramah lingkungan.

Ralf Nagel, pimpinan perhimpunan pemilik kapal Jerman, pesimis dengan usulan dana khusus tersebut. Ia tidak yakin uangnya akan benar-benar sampai ke tangan para buruh besi tua. "Niat Parlemen Eropa baik, tapi hasil maksimalnya hanyalah mewujudkan beberapa pulau hijau, bukan bantuan konkrit bagi warga setempat."

Namun, seburuk apa pun kondisi kerjanya, tidaklah adil untuk langsung menutup pengolahan besi tua di Asia Tenggara. "Pengolahan sudah ada sejak 40, 50 tahun. Ini sumber pemasukan bagi banyak orang. Harus ditemukan solusi lain", tegas Shaheen Dill-Riaz, sutradara asal Bangladesh yang salah satu filmnya mengisahkan kehidupan para buruh pengolahan besi tua. Misalnya dengan membangun pengolahan besi tua yang lebih modern dengan standar yang sama dengan di Eropa.