1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Keadilan dalam 100 hari

Priya Esselborn3 Januari 2013

Pengamanan ditingkatkan di New Delhi terkait pengadilan tersangka pemerkosa mahasiswi India. Mereka didakwa melakukan pembunuhan, pemerkosaan, penculikan dan perampokan.

https://p.dw.com/p/17D5l
Foto: Sajjad Hussain/AFP/Getty Images

Berkas tuntutan setebal 1000 halaman mencantumkan rincian kasus perkosaan 16 Desember itu. Dakwaan yang diajukan berdasarkan kesaksian korban dan teman lelaki yang tak lama setelah pukul 21.00 menemaninya pulang usai menonton bareng di bioskop.

Digambarkan, bagaimana pasangan muda itu terperangkap oleh tersangka pelaku dan bahwa bis swasta itu tiba-tiba berubah arah dan mengambil rute lain. Lanjutnya, ketika si perempuan muda mulai diganggu kelompok lelaki mabuk itu, temannya berusaha melindungi. Namun kelompok terdakwa lalu menggebuki si lelaki dengan sebatang besi, selanjutnya bergantian memperkosa perempuan muda itu. Batang besi berkarat itu juga digunakan untuk menganiayanya.

Protest Neu Delhi Indien Vergewaltigung
Foto: picture alliance/abaca

Sekitar satu jam kemudian, setelah melucuti uang dan perhiasan pasangan muda itu, keduanya dilempar keluar dari bis dalam keadaan setengah telanjang dan babak belur penuh darah. Disebutkan, tersangka juga berusaha melindas mati kedua korbannya.

Tiga operasi darurat dan seluruh usus besar si perempuan muda terpaksa dikeluarkan. Mahasiswi itu akhirnya tak tertolong, ia meninggal dunia di sebuah rumah sakit khusus di Singapura pada hari Sabtu (29/12) akibat kegagalan multi organ. Dokter-dokter yang telah menanganinya, juga berada dalam kumpulan 30 saksi kasus ini.

Keadilan dalam 100 Hari

Kasus ini mengguncang seluruh India dan memicu protes di seluruh dunia. Proses pengadilannya diharapkan tuntas dalam 100 hari. Begitu janji pemerintah India menghadapi kemarahan rakyat.

Indien Gerichtsprozess gegen Vergewaltiger
Pengamanan ditingkatkanFoto: Prakash Singh/AFP/Getty Images

Sebuah pengadilan khusus dibentuk untuk menangani proses marathon yang bisa setiap hari bahkan di akhir pekan. Ini target ambisius bagi India, yang hukumnya terkenal sering lambat dan terseok khususnya dalam menangani kasus perkosaan. Begitu ungkap sejumlah pemantau.

Ketua Pengadilan Tinggi India, Altamas Kabir, memperingatkan, "Kita harus menjaga agar tidak terbawa arus emosi. Percepatan proses tidak boleh mengorbankan keadilan. Diperkirakan, hingga kini ada sekitar 40 ribu kasus perkosaan yang masih bergantung."

Vergewaltigungsopfer in Indien erliegt Verletzungen
Foto: Reuters

Siapa pelakunya?

Enam lelaki ditangkap sehubungan kasus ini, mereka diidentifikasi oleh teman lelaki si korban. Salah seorang diantaranya diduga berusia 17 tahun. Bila terbukti di bawah umur, ia akan diproses di pengadilan anak. Pemastian usianya dilakukan melalui analisa tulang. Bukti lainnya, termasuk bercak-bercak sperma yang tertinggal pada tubuh korban dan digunakan untuk pemeriksaan DNA.

Menurut kepolisian, pemimpin kelompok pemuda itu bernama Ram S. Ia berusia 35 tahun dan berasal dari Rajashthan. Duda ini menetap di Ravi Dass Camp, yang terhitung kawasan kumuh di Delhi Selatan.

Tetangganya menggambarkan Ram S. sebagai pemabuk berandal. Juga adiknya, Mukesh yang berusia 25 tahun terlibat dalam kasus perkosaan ini.

Indien/ Vergewaltigung/ Proteste
IFoto: dapd

Tiga tersangka lainnya yang teridentifikasi adalah seorang penjual sayur berusia 19 tahun, seolah pelatih olah raga berusia 20 tahun dan seorang kondektur bis berusia 28 tahun dari Bihar, salah satu negara bagian termiskin di India. Diduga usai kejahatan itu, ia berusaha membersihkan bis dan tempat duduk dari bukti dan membakar pakaian korban yang tertinggal.

Perdebatan Seputar Hukuman Mati

Dalam perundangan India, hukuman maksimal dalam kasus perkosaan adalah penjara seumur hidup. Sementara, pelaku pembunuhan bisa dijatuhi hukuman mati. Namun hukuman ini jarang sekali dilaksanakan. Terakhir vonis ini direalisasi adalah November 2012 ketika teroris Mohammad Ajmal Kasab, sebagai pelaku serangan Mumbai, digantung. Sebelumnya pada tahun 2004, Dhanajoy Chatterjee juga digantung. Ia memerkosa dan membunuh seorang pemudi berusia 14 tahun.

Maraknya kasus perkosaan belakangan ini menyebabkan banyak orang yang menuntut hukuman mati dijatuhkan pada pelaku perkosaan 16 Desember itu.

Prashant Bhushan, yang sejak 1983 pengacara di Pengadilan Tinggi New Delhi, agak skeptis menilai tuntutan itu. "Apabila kita melihat kasusnya, maka hukum yang berlaku akan menimbangnya sebagai kasus kejahatan berat yang khusus dan karenanya bisa dijatuhi hukuman mati. Tapi secara prinsip saya menentang hukuman mati."

Indien Anwalt Prashant Bhushan
Pengacara Prashant BhushanFoto: picture-alliance/dpa

Menurut Bhushan, hukuman mati sebagai upaya membuat orang jera, tidak masuk akal. Tambahnya, "Hukuman mati menyebabkan budaya kekerasan meningkat di dalam masyarakat. Hukuman mati, pembunuhan seorang manusia, merupakan tindak balas dendam dan kekerasan melalui negara."

Seruan Agar Ada Perubahan

Aktivis-aktivis HAM dan media India menuntut adanya perubahan yang mendasar. Bagi mereka, mahasiswi yang namanya dirahasiakan ini adalah seorang pahlawan dan menjadi simbol bagi perjuangan hak perempuan.

Indien Gericht in Neu Delhi Anklage Demonstration
Foto: Reuters

Perdana Menteri Manmohan Singh telah menugaskan dua komisi investigasi untuk menangani kasus ini. Yang pertama guna menyelidiki kasus perkosaan itu dan yang kedua untuk mengolah butir-butir rekomendasi untuk mengakhiri diskriminasi terhadap perempuan.

Pengacara Prashant Bhushan kuatir, bahwa janji-janji pemerintah akan kembali terlupakan. "Pertumbuhan ekonomi India yang digembar-gemborkan itu tidak berguna bagi 80 persen penduduk India. Kehidupan masyarakat semakin jomplang, korupsi meroket." Rakyat tidak memiliki kepercayaan kepada politik dan polisi. Begitu ungkap Bhushan: "seorang hakim pernah mengatakan, polisi India merupakan kelompok kriminal terorganisasi terbesar di negara ini".

Kini politik, polisi dan hukum harus berusaha menghidupkan kembali kepercayaan yang hampir punah.