1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kaum Hermaprodit dan Masalahnya

16 Februari 2009

Secara medis, kasus inter-seksualitas terjadi dalam variasi yang amat beragam. Penyebabnya bisa penyimpangan kode kromosom pada gen penentu kelamin atau gangguan hormonal.

https://p.dw.com/p/GvFK
Foto: AP

Setiap kali terjadi kelahiran, selalu ditanyakan bayinya lelaki atau perempuan? Kebanyakan dokter atau orang tua biasanya dapat menjawabnya secara tegas. Akan tetapi juga terdapat kasus di mana jenis kelamin bayi tidak dapat diketahui dengan pasti, karena tanda-tandanya tidak tegas. Bayi semacam ini disebut inter-seksual atau hermaprodit. Di Jerman saja terdapat paling sedikit 16.000 kasus inter-sexual dari keseluruhan populasi 80 juta.

Masalah medis penderita inter-seksualitas tidak akan mencuat, jika tidak dikaitkan dengan tatanan sosial kemasyarakatan. Undang-undang personal di Jerman misalnya, menuntut ditegaskannya jenis kelamin bayi yang baru dilahirkan dalam waktu satu minggu. Tuntutan undang-undang ini, menyebabkan banyak dokter anak merasa terpaksa menegaskan jenis kelamin bayi, dengan tindakan medis operasi atau dengan terapi hormonal.

Sejak berabad-abad dalam berbagai kebudayaan atau kepercayaan, penderita inter-seksual atau hermaprodit, yang tidak jelas jenis kelaminnnya, dipandang memiliki peranan istimewa. Karena mereka dianggap sebagai titisan dewa tanpa jenis kelamin, biasanya kelompok hermaprodit ini dianggap memiliki kemampuan super-natural. Namun dalam kehidupan modern, kelompok inter-seksual ini menghadapi banyak masalah dan penderitaan. Penyebabnya biasanya bukan masalah medis melainkan masalah sosial kemasyarakatan.

Di negara-negara maju, di mana proses kelahiran biasanya dilakukan di rumah sakit, masalahnya kemudian bergeser menjadi problem medis. Penanganan standar medisnya diungkapkan peneliti masalah inter-seksualitas di rumah sakit Charite Berlin, Dr.Ulrike Klöppel:

“Sejak tahun 50-an untuk pertama kalinya terdapat konsep perawatan bagi anak-anak yang tidak jelas jenis kelaminnya. Baik dengan cara operasi atau terapi hormonal pada dua tahun pertama setelah dilahirkan. Inti dari konsep ini adalah, melakukan pemisahan jenis kelamin secara tegas antara laki-laki dan perempuan, segera setelah kelahiran. Dalam kasus ini, pemilihan jenis kelamin tidak lagi mengacu pada faktor biologis seperti kelenjar kelamin atau kromosom, melainkan pada apa yang mungkin dilakukan.“

Secara medis, kasus inter-seksualitas terjadi dalam variasi yang amat beragam. Penyebabnya bisa penyimpangan kode kromosom pada gen penentu kelamin atau gangguan hormonal. Akibatnya bayi dapat menunjukan adanya kelenjar kelamin ganda dalam tubuhnya. Jika janin dalam kandungan mengembangkan resistensi hormon laki-laki Androgen, walaupun pasangan kromosomnya mengembangkan jenis kelamin laki-laki, buah pelir bayi tidak akan berkembang sempurna. Artinya, bayi ini diluarnya mengembangkan alat kelamin perempuan tetapi di dalam tubuhnya tidak memiliki organ reproduksi perempuan. Ada juga yang mengembangkan penis dan vagina secara bersamaan. Inilah yang disebut hermaprodit yang sebenarnya.

Kadang-kadang juga lahir bayi yang jaringan kelenjar dalam tubuhnya dengan jelas menunjukan jenis kelaminnya, lelaki atau perempuan, tapi organ kelaminnya tidak berkembang dengan tegas. Dalam kasus seperti ini, biasanya para dokter anaklah yang menentukan. Apakah bayi itu akan dijadikan lelaki atau perempuan? Claudia Lohrenscheit dari institut Jerman untuk masalah hak asasi menjelaskan dampak hukum yang biasanya muncul di kemudian hari:

“Jika bayi dilahirkan tanpa kejelasan jenis kelamin, praktek yang lazim adalah dalam dua tahun pertama setelah dilahirkan, dilakukan koreksi dengan tindakan operasi untuk menegaskan jenis kelaminnya. Karena jenis kelamin perempuan lebih mudah direkayasa lewat operasi, biasanya bayi ini dijadikan perempuan. Tapi bukan hanya satu kali operasi, melainkan puluhan kali hingga ia dewasa. Kadang-kadang anak ini memiliki perasaan terjebak dalam tubuh yang salah. Muncul tuduhan dilakukan pelanggaran hukum berat. Padahal tema ini tidak banyak diperhatikan, baik di Jerman maupun di tatanan internasional.“

Para dokter ahli endokrinologi anak-anak memfokuskan pula perhatian mereka dalam kasus semacam ini. Menurut pendapat mereka, anak-anak ini mengidap gangguan diferensiasi seksual. Sementara bagi penderita inter-seksualitas, anggapan para dokter ahli itu adalah sikap diskriminasi. Mereka sendiri tidak menganggap dirinya sakit atau menderita gangguan.

Seringkali terjadi kasus yang dianggap pelanggaran hukum, karena dokter memberikan keterangan medis yang dinilai menyesatkan. Seperti kisah yang dialami penderita inter-seksualitas yang menggunakan nama samaran Insa Kromminga. Ketika berusia 17 tahun, dokter menyarankannya untuk melakukan operasi pengangkatan indung telur yang disebutkan terancam mengalami degenerasi. Setelah operasi, baru diketahui, bahwa itu bukan indung telur melainkan buah zakar. Dan juga tidak terancam mengalami degenerasi. Selama 12 tahun lamanya, Insa Kromminga berusaha berlaku dan berperan sebagai perempuan. Tapi setelah menyadari masalahnya, ia menghentikan upayanya berpura-pura menjadi perempuan, dan kembali ke status sebagai hermaprodit.

Masalah utamanya, dalam tatanan sosial kemasyarakatan di seluruh dunia hanya dikenal dua kategori jenis kelamin, lelaki atau perempuan. Mereka yang tidak lelaki dan bukan perempuan, pasti mengalami kesulitan di dalam lingkungan sosial maupun status legal formal. Bagi para penderita inter-seksualitas, ketentuan pemisahan dua jenis kelamin secara tegas itu merupakan tindakan diskriminatif.

Para pakar kedokteran juga sulit menentukan posisinya dalam masalah ini. Bagaimana pendekatan yang diperlukan, bagi pemecahan masalahnya diungkapkan oleh peneliti masalah inter-seksualitas dari rumah sakit Charitee di Berlin, Ulrike Klöppel:

“Mula-mula hal itu harus dikeluarkan dahulu dari bidang kedokteran. Ini bukan masalah medis, melainkan harus dibicarakan dalam masyarakat. Politik dapat memberikan isyarat, yang menegaskan bahwa ilmu kedokteran memiliki hak prioritas untuk mendefinisikan fenomena inter-seksualitas. Saya maksudkan, juga bahwa bidang kedokteran dapat menyatakan sebuah masalah sosial menjadi masalah medis. Setelah itu dibuat tata nilai dan kriteria untuk pemecahan masalahnya. Seperti tema warna kulit, hal itu bukan masalah kedokteran, tapi masalah diskriminasi sosial, jadi harusnya begitu pula pendekatannya pada tema inter-seksualitas.“

Bagi para penderita kasus inter-seksualitas atau hermaprodit, mereka akan sangat berterima kasih, jika para dokter yang merawatnya memberikan penjelasan yang cukup dan dapat dimengerti. Karena dengan itu, posisi mereka akan cukup jelas, ketika dihadapkan pada tekanan untuk memilih, apakah dalam kehidupannya ingin menjadi perempuan atau hendak menjadi lelaki.

Terlepas dari masalah sosial kemasyarakatan dan legalitasnya, dipandang dari sudut kedokteran paling tidak sudah ditawarkan pemecahannya. Artinya, terapi baik itu hormonal atau tindakan operatif, tetap merupakan alternatif yang harus dipilih para penderitanya. Juga disarankan, agar keputusan terapi medis itu juga dibarengi terapi dan konsultasi psikologis. (as)