1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kapal Pengolah Sampah Di Lautan Biru

Frank Hajasch3 Oktober 2013

Kapal pendaur ulang sampah akan dikerahkan di kawasan Kepulauan seperti Tanjung Verde dan Maladewa, berlayar dari pulau ke pulau membantu mengatasi masalah sampah.

https://p.dw.com/p/19t9F
Foto: picture alliance/dpa Themendienst

Dirk Lindenau sudah mendatangi banyak negara. Namun ia memiliki kedekatan khusus dengan kepulauan Tanjung Verde. Pertama karena sebagai pemilik galangan kapal dulu, ia sering mengantarkan kapal ke sana. Selain itu, karena hubungan Lindenau dengan pusat penelitian kelautan GEOMAR Helmholtz Zentrum di Kiel.

Abfall Recycling Schiff Dirk Lindenau und Andreas Meyer-Bohe
Dirk Lindenau dan Andreas Meyer-BoheFoto: Dirk Lindenau

Kini ia ingin menggunakan pengetahuannya untuk membantu kawasan ini. Proyek barunya, sebuah kapal pendaur ulang yang disebut Waste Recycling Ship. Kapal ini akan dikerahkan di kawasan Kepulauan seperti Tanjung Verde dan Maladewa, berlayar dari pulau ke pulau membantu mengatasi masalah sampah di kawasan itu.

"Tidak mungkin membangun sebuah instalasi pengolahan sampah yang mahal di setiap pulau. Lalu kami berpikir, sebuah kapal yang dibuat khusus untuk mengolah, mensortir dan mendaur ulang sampah bisa berlayar dari satu pulau ke pulau lainnya.", ungkap Dirk Lindenau.

Infrastruktur Telah Siap

Persyaratan awal sudah terpenuhi dengan baik, karena Republik Tanjung Verde telah berinvestasi besar untuk membangun infrastruktur pelabuhannya. „Kita bisa mengangkut bak-bak sampah ke atas kapal, menuangkan isinya ke bunker sampah, tempat proses pemilahan berlangsung", kata Lindenau. Untuk melakukannya, ia bekerjasama dengan sebuah perusahaan pengelola sampah yang besar.

Kap Verde - Fortaleza Real de São Filipe
Fortaleza Real de São Filipe, Tanjung VerdeFoto: DW/J. Beck

Proses pengolahan sampah itu tertuang dalam lembar gambar yang berada di atas mejanya.Gambar itu dibuat oleh tim yang dipimpin Andreas Meyer-Bohe , seorang ahli perkapalan yang mengajar di Sekolah Tinggi Kiel.

"Untuk instalasi itu dibutuhkan tehnik transporter rumit yang dipasang pada kapal", jelasnya, "tergantung pada sampah apa yang berada di atas kapal tersebut."

Bukan hanya untuk kepulauan

Kapal tersebut akan dibuat sepanjang 140 Meter, dan selebar 25 Meter. Insinyur Jerman itu membayangkan kapalnya pun merupakan produk daur ulang. Meski tidak lebih murah, ia berpengalaman melakukan hal itu.

"Ongkos pembuatannya hanya beda tipis dengan ongkos pembuatan kapal baru yang biasa. Yang terpenting pada perombakan fungsi seperti ini, adalah menjaga kestabilan dan ketahanan fundamen kapal dan merancang jalur transportasi sampah di dalam kapal dengan baik. Bagian muatan harus dirombak total, sedangkan bagian depan dan belakang kapal bisa dipertahankan,"ungkap Meyer-Bohe.

Shkodra See in Albanien
Foto: DW/L. Plani

Kapal-kapal serupa ingin ia bangun juga bagi negara kepulauan lainnya, seperti Maladewa yang terdiri dari lebih 1000 pulau yang menjadi tujuan wisata, dan kota-kota pesisir yang kewalahan mengolah sampahnya, seperti New York. Di kota itu, rata-rata sampah yang dihasilkan oleh masing-masing penduduk mencapai 4 kilo setiap harinya. Menurut Lindenau. "Untuk mengatasi sampah New York, dibutuhkan sedikitnya lima hingga 10 kapal pengolah sampah."

Konsep yang lahir di Kiel ini tidak terbatas pada pembangunan kapal-kapal yang mendaur ulang sampah. Di kepulauan Tanjung Verde rencananya akan dibangun sebuah instalasi biogas. Dirk Lindenau juga melihatnya sebagai peluang.