1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

030210 Berlin Kontodaten

4 Februari 2010

Masalah penggelapan pajak kembali menjadi bahan perdebatan di Jerman. Ini bukan pertama kalinya pemerintah Jerman membeli data warga Jerman yang memiliki rekening di luar negeri.

https://p.dw.com/p/Lsre
Gambar simbol, CD berisi dokumen para penggelap pajak JermanFoto: picture alliance / dpa

Bulan Februari 2008, Dinas Rahasia Jerman membayar lima juta Euro untuk data bank sejumlah tersangka yang diduga menyalurkan uangnya ke negara tetangga Jerman Lichtensetin. Data tersebut membongkar ratusan kasus penggelapan pajak, 700 orang diajukan ke pengadilan. Pemerintah Jerman sangat diuntungkan oleh pembelian data seharga lima juta Euro ini. Setelah kasus ini terbongkar, para terdakwa mengembalikan pajak senilai 147 juta Euro. Kini, pemerintah Jerman kembali mempertimbangkan untuk membeli data rahasia pemilik rekening luar negeri.

Meski pemerintah Jerman sudah memutuskan untuk membeli data pelaku penggelapan pajak Jerman yang memiliki rekening di Bank Swiss, tapi debat mengenainya terus berlanjut. Para pengkritik mempermasalahkan, apakah penggunaan data tersebut legal di depan pengadilan, karena si pemilik data tersebut mencurinya dari Bank Swiss.

Kementerian Keuangan Jerman santai menanggapi kritik ini. Michael Offer, juru bicara menteri keuangan balik merujuk pada kasus penggelapan pajak warga Jerman yang memiliki rekening di Lichtenstein. "Saat itu, semua pertanyaan terkait kerangka hukumnya sudah diperiksa, kali ini situasinya tidak beda dengan kasus itu. Jadi, ini masih bisa dikatakan sebagai kelanjutan dari kasus itu dan kami sudah mengambil keputusan politisnya. Kerangka hukumnya nanti tergantung negara bagian yang bertanggung jawab mengurus kasusnya."

Dalam kasus data Bank Swiss ini, dinas terkait adalah dinas perpajakan negara bagian Nordrhein-Westfalen. Kemungkinan besar, kasus Lichtenstein akan diajukan acuan. Dari sekitar 700 kasus penggelapan pajak yang terungkap akibat skandal Lichtenstein, tidak satupun pengadilan Jerman menolak bukti yang diperoleh oleh Dinas Rahasia Jerman.

Data rahasia yang rencananya akan dibeli pemerintah Jerman bernilai 2,5 juta Euro. Dana yang tidak sedikit, tapi berpeluang menguntungkan bagi pemerintah Jerman. CD yang ditawarkan berisi data rahasia sekitar 1.500 warga Jerman yang memiliki rekening di Bank Credit Suisse.

Ketua perhimpunan kepolisian Jerman Rainer Wendt menyambut baik keputusan pemerintah untuk membeli keping data tersebut. Bagi tersangka yang mungkin terlibat kasus ini ia menyarankan, "Bagi pihak yang masih memiliki uang di luar negeri dan belum membayar pajak, saya mendesak Anda untuk segera melaporkan diri. Karena kalau data dari keping tersebut sudah berada di tangan pihak berwenang, itu sudah terlambat. Saat ini target kami baru satu bank, tapi di masa depan kami semuanya akan terbongkar."

Belakangan ada kabar burung bahwa dinas perpajakan Jerman menerima tawaran sejumlah pihak lain, yang memiliki data rahasia Bank Swiss. Pemerintah dan bankir Swiss mengaku kecewa dan marah ketika mendengar bahwa pemerintah Jerman mempertimbangkan untuk membeli data bank Swiss. Ini menggoyahkan rasa percaya dan merusak hubungan antar kedua negara. Jika data tersebut adalah hasil curian, maka pemerintah Swiss menolak untuk bekerja sama dengan dinas Jerman.

Menanggapi perdebatan data pelaku penggelapan pajak Jerman ini, Menteri Luar Negeri Jerman Guido Westerwelle mendesak agar semua pihak tetap tenang, "Negara tetangga yang bersahabat seperti Swiss dan Jerman hendaknya mengikuti jalan diplomasi dan perundingan untuk mencapai hasil yang memuaskan. Karena itu saya meminta semua pihak untuk tidak terpancing debat kusir. Swiss bukan lawan Jerman, begitu juga sebaliknya, dan kita harus sadar bahwa persabataan ini jauh lebih kuat daripada perbedaan pendapat, misalnya dalam soal politik perpajakan."

Kata-kata ini tak menghibur pihak Swiss. Apalagi, beberapa negara Uni Eropa lainnya kini juga mengaku tertarik untuk menilik data rahasia Bank Swiss ini.

Sabine Kinkartz/Ziphora Robina

Editor: Hendra Pasuhuk