1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Jepang Tidak Kembali ke Negara Atom

Martin Fritz1 Januari 2013

Pemerintah baru Jepang tidak ingin tinggalkan energi nuklir. Tapi penggunaan tenaga nuklir secara luas seperti dulu tidak mungkin lagi. Peraturan sangat ketat dan publik sudah makin kritis.

https://p.dw.com/p/17C07
JShinzo Abe di Fukushima
Shinzo Abe di FukushimaFoto: Itsuo Inouye/AFP/Getty Images

Perbedaan antara pendukung dan penentang energi nuklir di Jepang makin dalam, setelah pemilihan parlemen terbaru pertengahan Desember lalu. Di depan kantor Perdana Menteri yang baru, Shinzo Abe, di Tokyo berkumpul sekitar 1000 demonstran hari Jumat lalu (28/12). Mereka meneriakkan slogan-slogan anti nuklir. ”Tolak operasi reaktor nuklir” dan ”Menentang energi nuklir”, demikian antara lain slogan yang dikumandangkan. Menurut kelompok Koalisi Metropolitan Menentang Nuklir, aksi ini adalah demonstrasi yang ke 37 yang digelar setiap hari Jumat sejak pertengahan tahun 2012. Tapi aksi protes kali ini menghadapi tantangan baru. Pasalnya Shinzo Abe dikenal sebagai pendukung penggunaan tenaga nuklir. Partai Liberal Jepang LDP sejak lama dikenal sebagai ”partai nuklir”. Setelah dilantik menjadi Perdana Menteri, Shinzo Abe bahkan mengumumkan akan membangun reaktor nuklir baru. Selama puluhan tahun, LDP menjalin jaringan birokrasi, industri dan ilmuwan untuk membangun reaktor nuklir dan menyatakan bahwa reaktor itu aman. Tidak ada keraguan tentang keamanan reaktor nuklir. Sikap itulah yang membuat pemerintah dan pengelola tidak membangun perlindungan tsunami yang memadai di reaktor nuklir Fukushima. Sampai akhirnya terjadi bencana yang mengguncang Jepang.

Kunjungan ke Fukushima

Ketika mengunjungi lokasi kecelakaan reaktor nuklir Fukushima, Perdana Menteri Shinzo Abe terlihat menahan diri. Ia tidak berbicara tentang energi nuklir, tapi memuji para pekerja yang sedang sibuk melakukan pembersihan dan perbaikan. ”Keberanian Anda merupakan harapan dan masa depan Jepang”, kata dia. Perdana Menteri Jepang itu menambahkan, tantangan yang dihadapi masih banyak. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, orang dihadapkan pada pekerjaan pembersihan yang sangat besar. Keberhasilan pekerjaan inilah yang akan ”membangun kembali Fukushima dan Jepang”. Shinzo Abe tidak lupa menambahkan, bahwa menggantikan reaktor nuklir tidak bisa diwujudkan hanya oleh keinginan saja.

PM Jepang Shinzo Abe berkunjung ke Fukushina (28/12/12)
PM Jepang Shinzo Abe berkunjung ke Fukushina (28/12)Foto: Itsuo Inouye/AFP/Getty Images

Pemerintah sebelumnya memang sudah memutuskan untuk meninggalkan energi nuklir secara bertahap tahun 2040. Tapi Menteri Industri dan Ekonomi yang baru, Toshimitsu Motegi sekarang menjelaskan: ”Kami tidak memutuskan politik untuk meninggalkan energi nuklir.” Pengelolaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) memang berada di bawah pengawasan Kementerian Industri dan Ekonomi. Tapi Toshimitsu Motegi tidak mau memutuskan sendiri tentang masa depan energi nuklir. Kebijakan selanjutnya akan ditentukan oleh lembaga pengawas atom NRA (National Regulation Authority). Lembaga ini sekarang tidak berada di bawah kementeriannya. NRA sedang memeriksa keamanan di 48 PLTN Jepang yang sekarang berhenti beroperasi. Motegi menuntut agar NRA diberi waktu tiga tahun untuk memeriksa keamanan, setelah itu PLTN yang dinilai aman harus beroperasi lagi.

Publik makin kritis

Jepang sudah mengalami perubahan. Jaringan atom yang dulu terdiri dari birokrasi, industri dan ilmuwan sudah tidak ada lagi. Dulu, jaringan itulah yang mengambil keputusan di belakang pintu tertutup tentang penggunaan tenaga atom. Sekerang, lembaga pengawas NRA sudah lebih mandiri. Ketua NRA, Shunichi Tanaka segera membantah Menteri Toshimitsu Motegi. Ia mengatakan, tidak mungkin memeriksa keamanan seluruh PLTN hanya dalam waktu tiga tahun. Tanaka tidak merasa perlu menyampaikan pendapatnya secara langsung kepada Motegi. Ia memaparkan pandangannya langsung kepada harian terkenal Jepang Asahi Shimbun.

Karena publik makin kritis, politik atom pemerintahan yang baru tidak akan terlalu jauh berbeda dengan pemerintah sebelumnya. Kabinet terdahulu di bawah pimpinan Perdana Menteri Yoshihiko Noda telah memutuskan untuk mengganti tenaga atom dalam waktu 30 tahun mendatang. Namun ketika itu, Noda tidak memaparkan rincian langkah yang akan diambilnya. Sebaliknya, pemerintahan Noda malah mengijinkan kelanjutan proyek pembangunan dua reaktor baru, yang sempat dihentikan setelah bencana nuklir Fukushima. Selain itu, instalasi untuk penyediaan batang bahan bakar nuklir juga dioperasikan lagi.

Tidak ekonomis

Perdana Menteri yang baru, Shinzo Abe dan Menteri Industri Toshimitsu Motegi juga tidak mengatakan, berapa lama PLTN akan beroperasi. Pemerintah sebelumnya membatasi masa operasi PLTN untuk 40 tahun, tanpa membuat undang-undangnya. Pemerintah yang baru juga belum memberi pernyataan tentang monopoli perusahaan pemasok listrik. Karena peraturan keamanan sekarang makin ketat, biaya yang diperlukan juga makin besar. Artinya, persaingan di antara perusahaan energi bakal semakin ketat. Bagi pasar energi Jepang, pembangunan reaktor nuklir yang baru kelihatannya sudah tidak menguntungkan lagi. Dilain pihak, mempertahankan terlalu banyak PLTN juga perlu biaya besar. Karena itu, ketika berkunjung ke Fukushima, Shinzo Abe cukup hati-hati membuat pernyataan. ”Saya ingin politik energi yang bertanggung jawab,” kata Abe. Dalam tiga tahun ke depan, pemerintahannya akan menggalakkan penggunaan energi alternatif. Lalu dalam sepuluh tahun mendatang, akan ditetapkan berapa banyak energi alternatif yang akan ditargetkan untuk mengganti energi nuklir. Jadi, politik energi di Jepang memang sudah berubah dan tidak akan hanya mengandalkan energi nuklir seperti dulu.