1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Islamic State Simbol Kebiadaban dan Kebejatan Moral

Grahame Lucas (as)28 Februari 2015

Yang masih meragukan kebiadaban Islamic State kini harus berpikir dengan melihat kebrutalan kelompok ini. Islamic State mendefinisi baru kebiadaban dan jadi simbol kebejatan moral. Komentar Grahame Lucas.

https://p.dw.com/p/1EVQY
Foto: picture-alliance/abaca/Yaghobzadeh Rafael

Kebiadaban dan kebejatan moral teroris Islamic State harusnya membuat ngeri semua orang yang masih menganggap dirinya normal, tanpa mempedulikan apapun agamanya. Di bulan-bulan belakangan kelompok "jihadis" yang dipimpin Abu Bakr al-Baghdadi mantan tokoh Al Qaeda membanjiri media dengan kekejaman dan brutalitasnya.

Aksi menggorok sandera di depan kamera video, pembantaian massal tawanan perang, pemerkosaan massal atau menjual kaum perempuan dari kelompok lawan atau etnis minoritas, sama sekali tidak ada urusannya dengan agama. Ini adalah unjuk kekuatan politik dengan menghalalkan segala cara. Sekaligus sebagai upaya menciptakan citra horor dari sebuah aturan totaliter yang tak kenal ampun.

Deutsche Welle DW Grahame Lucas
Grahame Lucas pimpinan redaksi South-East Asia DW.Foto: DW/P. Henriksen

Apa yang kita saksikan kali ini adalah situasi periodik kembalinya kebejatan moral luar biasa dalam peradaban manusia. Ditunjukkan dengan pembunuhan orang-orang tak berdosa, karena sekelompok psikopat menganggap kematian mereka untuk tujuan mulia, dalam kasus ini untuk membentuk sebuah kekalifatan Islam. Fakta bahwa agama Islam melarang dan mengutuk pembunuhan, tidak lagi dipedulikan oleh kelompok ini.

Dalam apa yang mereka sebut kekalifatan Islam, para pimpinan milisi menciptakan rezim teror absolut yang tak mengenal batasan. Yang mereka ketahui hanya brutalitas yang diterjemahkan bebas ke dalam sadisme murni. Ini sesuai dengan strategi yang disebut "Manajemen Kekejaman" yang dikembangkan tokoh Al Qaeda Muhammad Khalil al-Hakaymah di tahun 2004.

Teorinya menekankan, bahwa para "jihadis" lewat aksi kekerasan itu bisa memicu sentimen nasional dan keagamaan, sebagai provokasi yang memancing respon militer dari barat. Teori ini meyakini, barat tidak akan menemukan cara yang efektif untuk menghadapi tantangan semacam ini dan tidak akan mempu mengalahkan para "jihadis".

Terdapat alasan utuk meyakini bahwa pimpinan Islamic State, Abu Bakr al-Baghdadi menerapkan strategi tersebut. Dengan itu, berarti para jihadis tidak hanya memprovokasi barat tetapi juga sekaligus negara Arab dan intensitasnya diduga akan terus ditingkatkan dan makin ekstrim.

Islamic State mengetahui, bahwa barat dan koalisinya di kawasan Arab, hanya akan membatasi diri pada serangan udara. Juga tidak ada dukungan politik untuk melancarkan operasi di darat. Sementara di sisi lain para komandan milter berulangkali menegaskan, perang melawan teroris Islamic State tidak akan bisa dimenangkan cuma dengan serangan udara.

Artinya, dunia yang terus mengutuk aksi barbar itu, juga akan terus menyaksikan episode berikutnya dari aksi paling biadab dalam peradaban manusia. Aksi semacam ini akan berakhir, jika Islamic State nanti ibaratnya membakar dirinya sendiri. Tapi untuk sampai ke situ perlu waktu bertahun-tahun lagi.