1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Irak Mulai Hitung Kartu Suara

8 Maret 2010

Para pemilih menyatakan reformasi, persatuan dan perujukan nasional menjadi tema terpenting bagi Irak untuk dapat menciptakan masa depan lebih baik.

https://p.dw.com/p/MMvD
Para petugas Pemilu membawa kotak pemilihan ke sebuah pusat penghitungan suara di BagdadFoto: AP

Hasil sementara pemilu di Irak diperkirakan paling cepat akan diumumkan hari Kamis (11/03). Walaupun diorganisir cukup bagus, rumitnya sitem pemilu di Irak serta masih gawatnya situasi di berbagai wilayah, menyebabkan penghitungan kartu suara memerlukan waktu lebih lama.

Tanpa terpengaruh aksi kekerasan dan serangan pembunuhan yang menewaskan sedikitnya 38 orang, komisi pemilu melaporkan, sekitar 60 persen pemilih tetap datang ke bilik pemilihan untuk memberikan suaranya hari M´inggu (07/03). Kaum Sunni yang pada pemilu sebelumnya melakukan aksi boikot, kini juga memberikan suaranya. Kenyataan ini menunjukkan, bahwa warga Irak mengharapkan perubahan situasi di masa depan ke arah yang semakin baik di negaranya.

Menanggapi sukses pemilu di Irak itu, Presiden Amerika serikat Barack Obama dalam pidatonya melontarkan isyarat tegas untuk melanjutkan penarikan pasukannya dari negara ini, “Ketika mereka melangkah ke depan, rakyat Irak harus mengetahui bahwa AS juga akan memenuhi kewajibannya. Kami akan melanjutkan penarikan mundur yang bertanggung jawab pasukan AS dari Irak. Untuk pertama kalinya pasukan AS yang bertugas di Irak akan berjumlah kurang dari 100.000 serdadu. Akhir bulan Agustus mendatang misi tempur kami akan berakhir.“

Sesuai jadwal yang dicanangkan pemerintah Obama, hingga akhir tahun 2010 ini jumlah pasukan AS akan dikurangi tinggal separuhnya menjadi sekitar 50.000 serdadu. Seluruh pasukan AS dijadwalkan akan ditarik dari Irak pada akhir tahun 2011 mendatang.

Bagi warga Irak sendiri, baik itu dari kaum Syiah, Sunni atau Kurdi, tema terpenting saat ini adalah persatuan dan rekonsiliasi di negara itu. Terlepas dari masa lalu di bawah rezim Saddam Hussein atau di bawah pendudukan militer AS selama tujuh tahun terakhir ini serta berbagai perang saudara berlatar belakang etnis dan agama. Seorang warga Irak mengatakan, sebuah Irak yang bersatu merupakan landasan yang amat penting. Karena hanya dengan begitu dapat tercipta normalisasi di seluruh negeri. Begitulah keinginan mayoritas warga yang memilih.

Isyarat semacam itu juga dilontarkan berbagai aliansi partai yang mengikuti pemilu yang disebut sebagai titik balik sejarah itu. Hasil jajak pendapat menunjukkan, partai Negara Hukum dari Perdana Menteri Nuri Al Maliki memperoleh suara paling besar di kawasan kaum Syiah, disusul oleh aliansi partai Syiah yang berorientasi ke Iran. Posisi ketiga diperkirakan diduduki aliansi sekuler dari kaum Sunni dan Syiah. Sementara di kawasan kaum Sunni, aliansi Al Irakiya yang dipimpin mantan Perdana Menteri Iyad Alawi diperkirakan meraih suara mayoritas.

Tren yang terlihat, dari perkiraan komposisi perolehan suara, menunjukkan bahwa rakyat Irak menghendaki reformasi. Pimpinan partai oposisi di kawasan Kurdi, Mustafa, juga menekankan pentingnya reformasi di Irak, “Partai kami saja tidak akan dapat mengubah politik di parlemen. Tapi bekerjasama dengan kaum Arab dan Kurdi, kami dapat mengakhiri perpecahan berdasarkan etnis dan agama di Irak yang baru ini.“

Walaupun dilontarkan harapan optimistis, namun situasi politik di Irak tetap menghadapi masalah berat. Mandat yang terpecah-pecah pada berbagai partai, kelompok dan aliansi akan menyulitkan pembentukan pemerintahan nasional di Bagdad. Para pengamat politik Irak sudah memperkirakan akan kembali terjadinya perang intrik dan politik dagang sapi untuk pembentukan pemerintahan baru setelah pemilu. Padahal waktu sudah amat mendesak.

Jika pasukan tempur AS sudah ditarik seluruhnya akhir bulan Agustus mendatang, tanggung jawab keamanan di kawasan-kawasan yang tergolong gawat, menjadi kewajiban sepenuhnya pasukan keamanan Irak. Sebuah vakum kekuasaan di Bagdad, tanpa kehadiran pasukan tempur AS, hanya akan memprovokasi munculnya aksi kekerasan dan kekacauan baru. Juga perujukan nasional yang selama ini hanya digembar-gemborkan, harus dapat diwujudkan untuk menciptakan Irak yang lebih baik di masa depan.

AS/AR/dpa/rtr/ap/afp/dw