1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Irak Hadapi Ketegangan Sektarian

21 Desember 2011

AS meninggalkan sebuah negara yang stabil, kata Presiden Obama ketika secara simbolis mengakhiri perang 9 tahun di Irak. Hanya beberapa hari setelah tentara terakhir Amerika angkat kaki, Irak terancam konflik sektarian.

https://p.dw.com/p/13X5n
Kabinet bersatu Irak saat dilantik setahun laluFoto: AP

Pemerintah kesatuan Irak genap berusia satu tahun Desember ini. Sebuah pemerintahan yang menggambarkan keragaman masyarakat Irak. PM Nuri al-Maliki dari Syiah, Presiden Jalal Talabani dari etnis Kurdi, dan salah seorang wakil presiden, Tareq al-Hashemi dari Sunni. Hanya dengan pemerintahan semacam inilah, Irak diyakini dapat meredam kekerasan sektarian yang melilit negara itu sejak invasi Amerika dan jatuhnya Saddam Hussein.

Namun pemerintahan kesatuan nasional tidak mudah dibentuk . 8 bulan setelah pemilu parlemen tanpa pemenang mutlak barulah tercapai kesepakatan tentang koalisi. Kevakuman politik menunjukkan dalamnya ketegangan sektarian di Irak.

Ketika itu, Masoud Barzani, Ketua Partai Kurdi mengatakan, "Kami harap prakarsa ini akan berhasil karena ini merupakan prakarsa nasional yang berasal dari kesetiaan kita terhadap nasib bersama warga Arab, Kurdi dan bangsa lain yang hidup dalam semangat persaudaraan di Irak."

Irak Vizepräsident Al-Haschimi
Al Hashemi dicekal sejak perintah penangkapan dikeluarkanFoto: dapd

Perintah penangkapan

Setahun setelahnya, pemerintahan PM Maliki mengeluarkan surat perintah penangkapan bagi Wakil Presiden Tareq al Hashemi, politisi Sunni dengan jabatan tertinggi di Irak. Hashemi dituduh memerintahkan pembunuhan dan serangan. Televisi pemerintah menayangkan rekaman yang disebut pengakuan para pengawal Hashemi. Mereka mengatakan menerima dana dan dukungan dari wakil presiden itu untuk membunuh pegawai pemerintah pada masa pemberontakan Irak bergolak.

Hashemi membantah. Ia bertolak menuju kawasan Kurdi hari Minggu (18/12), sebelum perintah penangkapan dikeluarkan. Ia mengatakan tuduhan terhadap dirinya dibuat-dibuat untuk mempermalukan ia dan partai politiknya, Iraqiya yang didukung Sunni.

Rabu (21/12) PM Maliki mendesak otoritas Kurdi di utara Irak agar menyerahkan Hasehmi untuk diadili. Ia juga mengancam akan mengganti para menteri dari blok Iraqiya, jika mereka tetap memboikot kabinet persatuan nasional. Sementara itu, para petinggi Kurdi, Presiden Talabani dan Presiden Pemerintah Regional Kurdi Barzani, menyerukan dialog di antara pihak yang bertikai.

Barack Obama und Nouri al-Maliki
Kepada Maliki, Obama berjanji akan tetap mendukung IrakFoto: dapd

Perintah penangkapan terhadap Hashemi diumumkan Senin lalu (19/112), sehari setelah tentara Amerika terakhir keluar dari Irak, meninggalkan apa yang disebut Presiden Barack Obama sebagai 'Irak yang berdaulat, stabil dan mandiri'.

Bermotif politik?

Tak ada yang mengingkari bahwa kondisi Irak saat ini lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya. Tetapi juga tidak ada yang menyangkal adanya kekuatiran bahwa setelah militer asing angkat kaki, ketegangan sektarian antara komunitas Syiah, Sunni dan Kurdi mungkin akan meletup kembali di Irak. Ada serangkaian masalah yang harus diselesaikan Irak, kata Volker Perthes, pakar Timur Tengah dan Direktur Yayasan Ilmu pegnetahuan dan Politik di Berlin.

"Tantangan terbesar adalah konsolidasi politik dalam negeri. Cara ideal adalah konsolidasi secara demokratis di dalam negeri. Jika hal ini terlalu sulit, karena kebanyakan aktor politik di Irak punya sedikit pengalaman berdemokrasi, maka sekurangnya dilakukan konsolidasi politik dalam negeri yang mengikutsertakan semua kekuatan sosial yang relevan“, kata Perthes.

Tetapi, pemerintah yang dipimpin PM Maliki sementara ini dinilai cenderung mengecualikan kelompok-kelompok penting dari proses politik. Fakta bahwa Hashemi adalah Sunni dan kejahatan yang dituduhkan kepadanya sudah usang, menggiring kepada pertanyaan apakah kasus ini bermotif politik.

Banyak warga Sunni merasa, pemerintahan yang dipimpin Syiah berusaha menjaga agar Sunni, yang pernah mendominasi negara itu dibawah Saddam Hussein, tidak akan pernah berkuasa kembali.

Renata Permadi

Editor: Hendra Pasuhuk