1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Investasi India di Afrika

Murali Krishnan23 Juli 2013

India hendak perluas aktivitas ekonomi dan pembangunan serta tingkatkan investasinya di Afrika, benua yang kaya sumber alam. Apakah strategi ini akan mengancam kepentingan China?

https://p.dw.com/p/19BrS
President of the Burundi, Pierre Nkurunziza (L) shakes hands with Indian Prime Minister Manmohan Singh at a meeting in New Delhi on September 18, 2012. Nkurunziza is in India for a three-day state visit. AFP PHOTO/RAVEENDRAN (Photo credit should read RAVEENDRAN/AFP/GettyImages)
Foto: Getty Images

Baru-baru ini industriawan besar India, Mukhesh Ambani meningkatkan investasinya di sektor properti di Nairobi, ibukota Kenya. Orang terkaya India itu telah membeli sepuluh dari lahan terbaik di Nairobi seharga sekitar 35 juta dollar AS. Lahan itu hendak dipergunakan untuk perkantoran perusahaan dan apartemen. Prateek Berry, seorang perantara properti di New Delhi mengatakan kepada Deutsche Welle, pembelian itu untuk mengantisipasi peningkatan permintaan perusahaan multinasional di Afrika. Dua tahun yang lalu Ambani juga telah melakukan investasi besar di sektor industri perhotelan dan transportasi udara di Tanzania.

Menurut laporan Ikatan Industri India CII dan Organisasi Perdagangan Dunia WTO, investasi India di Afrika tahun 2012 melebihi 50 miliar dollar AS, sementara tahun 2011 masih berkisar sekitar satu miliar.

Kekayaan sumber alam Afrika yang melimpah memang sejak lama dilirik para investor. Selain minyak dan gas, benua ini memiliki cadangan besar emas, perak, tembaga, besi, uranium dan intan.

"Kami ingin memimpin persaingan"

Peningkatan investasi perusahaan besar India di Afrika terutama di bidang telekomunikasi, teknologi informasi, energi dan otomotif. Misalnya, Tata Group mengumumkan akan membangun pabrik-pabrik senilai 1,7 miliar dollar di Afrika, terutama di sektor otomotif dan juga di perhotelan. Vedanta Resources, perusahaan pertambangan terbesar India menginvestasi sekitar empat miliar dollar di sektor industri pertambangan Afrika pada sembilan tahun terakhir. Tahun 2010, Bharti Airtel, perusahaan telepon seluler terbesar India, membeli lisensi operatif perusahaan Afrika, Zain Telecom, di 15 negara benua itu. Selain itu Bharti Airtel merencanakan mengambil alih Warid Telecom di Uganda.

Indian Minister of Foreign Affairs Pranab Mukherjee (2L) holds hands with African Foreign Ministers during an India-Africa Forum Summit in New Delhi on April 7, 2008. The relationship between India and the 54-nation Africa is set to be redefined with the two sides expected to come out with a vision document outlining ways to boost engagement, particularly in the areas of economy and security at a two-day Summit in New Delhi beginning on April 8. The India-Africa Forum Summit, to be inaugurated by Prime Minister Manmohan Singh, will involve 'brainstorming' sessions between the leaders of the two sides, exploring how partnership in various fields could be enhanced. AFP PHOTO/RAVEENDRAN (Photo credit should read RAVEENDRAN/AFP/Getty Images)
KTT Menlu India-Afrika 2008Foto: Getty Images

"Kami ingin meningkatkan perdagangan bilateral dengan Afrika sehingga mencapai nilai sekitar 100 miliar hingga tahun 2015", kata R.V. Kanoria, mantan Presiden Kamar Dagang dan Industri India. "China juga bertujuan sama, tapi kami, India, ingin memimpin persaingan," tambahnya.

Rivalitas India-China?

Para pengamat berpendapat, Afrika menjadi medan perebutan kekuasaan perdagangan India dan China. Untuk menandingi ekspansi China yang agresif, India Maret lalu berjanji memberikan kredit dan subsidi bagi berbagai proyek pembangunan senilai 5,7 miliar dollar, dan juga akan membangun lebih dari 100 lembaga pendidikan di Afrika. Kiran Lal dari "Masyarakat bagi Pengkajian Afrika" mengatakan, "Ada banyak kemungkinan di sana di saat peningkatan ketegangan antara India dan China. Namun yang mengambil keuntungannya adalah benua Afrika sendiri." Demikian Kiran Lal. Baik China maupun India menjadi sasaran kritik internasional, karena dianggap bertindak semaunya di Afrika demi kepentingan perekonomian masing-masing.

A Chinese worker of the China State Construction Engineering Corporation (CSCEC) looks on January 30, 2010 at the site of the new African Union (AU) conference center in Addis Ababa. China, often accused of being concerned only with Africa's oil, is building, free of charge, the building that will house the continent's political headquarters for decades to come. AFP PHOTO / SIMON MAINA (Photo credit should read SIMON MAINA/AFP/Getty Images)
China di Addis Ababa, EthiopiaFoto: Getty Images

Tak sendiri

India merupakan mitra perdagangan Afrika keempat terbesar setelah Uni Eropa, China dan Amerika Serikat. Namun, bila hanya melihat jumlah investasi, maka China mengalahkan India, ujar Gundlupet-Venkataramu, profesor hubungan internasional di Universitas Texas di San Antonio.

Japanese Prime Minister Shinzo Abe, left, shows the way to Mali's Interim President Dioncounda Traore during their bilateral meeting at the fifth Tokyo International Conference on African Development (TICAD) in Yokohama, south of Tokyo on Monday, June 3, 2013. (AP Photo/Toshifumi Kitamura, Pool)
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe (kiri) dan Presiden Interim Mali, Dioncounda pada konferensi TICAD di Yokohama, Juni 2013Foto: picture alliance / AP Photo

Menurut WTO, volume perdagangan China-Afrika antara tahun 2005 sampai 2011 berjumlah sekitar 166 miliar dollar, sementara India-Afrika hanya 63 miliar dollar. Namun peningkatan perdagangan India-Afrika sekitar 32, 4 persen dalam kurun waktu yang sama, sementara China-Afrika hanya 27 persen. Tetapi, tidak hanya kedua negara yang hendak melakukan investasi besar-besaran di Afrika. Jepang, Brasil dan Turki juga sudah bersiap-siap.