1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Inovasi Lampu LED Bernuansa Hangat

Fabian Schmidt4 Desember 2013

Sebuah tim riset Jerman mengembangkan lampu LED, yang selama ini memancarkan sinar kebiruan atau cahaya dingin, memberi nuansa hangat. Temuan ini dapat merevolusi lampu LED yang efisien energi.

https://p.dw.com/p/1ASJb
Philips mengembangkan lampu LED yang membuat ruang makan terlihat seperti di atas
Philips mengembangkan lampu LED yang membuat ruang makan terlihat seperti di atasFoto: Philips

LED atau dioda pancaran cahaya sudah lama digunakan untuk lampu senter atau lampu sepeda - dalam aplikasi yang tujuan utamanya adalah kecerahan dan efisien baterai. Meski efisien dan ramah lingkungan, lampu LED yang memancarkan sinar kebiruan menghambat pemakaian secara meluas.

Namun sebuah temuan Jerman memanfaatkan materi pendaran yang memberi nuansa hangat ke dalam cahaya dapat membuat lampu LED menjadi benda wajib setiap rumah tangga.

Peter Schmidt, yang ikut mengembangkan penemuan ini di laboratorium perusahaan elektronik Philips, mengatakan materi diaplikasikan sebagai lapisan tipis tepat di atas semikonduktor LED.

"Sebagian cahaya biru melewati lapisan ini," ungkap Schmidt, "namun porsi lainnya diubah menjadi cahaya hijau dan merah, dengan bantuan materi pendaran tersebut."

Nuansa cahaya lampu LED yang baru untuk mata telanjang tampak seperti bohlam konvensional, lampu halogen atau bahkan lilin. Namun dibandingkan sumber cahaya lain tersebut, LED jauh lebih efisien energi.

Lampu biru LED memancarkan cahaya dingin
Lampu biru LED memancarkan cahaya dinginFoto: Ansgar Pudenz/Deutscher Zukunftspreis

Tidak beracun dan tahan lama

Setiap lampu bisa lebih dianggap sebagai sumber panas ketimbang cahaya. Namun fisikawan Helmut Bechtel menilai LED sebagai jenis pencahayaan "yang berpotensi untuk mengeluarkan lebih banyak cahaya daripada panas."

Alasannya, LED tidak mengeluarkan cahaya inframerah atau ultraungu - panjang gelombang yang tidak kentara oleh mata manusia. Pada prakteknya, lampu LED putih 10 watt sama terangnya dengan lampu pijar 60 watt. Itu bahkan lebih efisien daripada lampu neon 12 watt yang kini tersedia di pasaran.

LED juga tidak mengandung merkuri yang beracun.

Dan karena voltasenya rendah, LED cocok digunakan bersama sumber energi terbarukan, seperti tenaga surya atau angin atau bahkan baterai mobil yang kecil, yang berarti kabar baik bagi mereka yang tidak memiliki akses ke jaringan - di negara berkembang dan dimana pun.

Terinspirasi alkimia

Wolfgang Schnick dari Universitas München mengembangkan materi pendaran yang membuat cahaya dingin LED tampak hangat.

Lapisan silikon nitrida hijau dan merah memberi nuansa hangat pada cahaya LED
Lapisan silikon nitrida hijau dan merah memberi nuansa hangat pada cahaya LEDFoto: Ansgar Pudenz/Deutscher Zukunftspreis

Kimiawan tersebut menemukan bahwa silikon nitrida, atau senyawa kimia yang terdiri dari silikon dan nitrogen, dapat mengubah cahaya LED yang kebiruan menjadi cahaya putih.

Namun salah satu rintangan untuk aplikasi teknologi di tingkat industri adalah langkanya zat tersebut.

Untuk memproduksi silikon nitrida dalam kuantitas besar, Schmidt menapak tilas sejarah alkimia. Pada abad ke-16, seorang ahli alkimia dari Bologna, Vincenzo Casciarolo, mencoba memproduksi emas dari materi kurang berharga, sebuah proses bernama transmutasi.

Casciarolo mencampur barit dengan gandum hitam dan menggodoknya di atas api.

"Esok harinya campuran itu menyala," kata Schmidt. "Itu menjadi materi pendaran sintetik pertama - batu Bologna."

Suplai global silikon nitrida hanya 100 miligram sebelum Schmidt menemukan solusi
Suplai global silikon nitrida hanya 100 miligram sebelum Schmidt menemukan solusiFoto: Ansgar Pudenz/Deutscher Zukunftspreis

Tanpa diketahui sang ahli alkimia, ia menginduksi reaksi kimia yang menggantikan oksigen dalam silikon oksida dengan nitrogen, menghasilkan silikon nitrida.

Schmidt mencoba proses yang sama dengan mencampur batubara dengan senyawa lain untuk menghasilkan sebuah massa abu-abu.

"Lalu kami masukkan ke dalam oven," tutur Schmidt. "Kami tidak berharap akan berhasil."

Namun sehari kemudian, saat mereka mengeluarkan materi dari oven, "keluar sebuah massa oranye yang bercahaya. Kami langsung tahu kalau prosesnya berhasil."

Cahaya hangat, cahaya sehat

Lampu LED putih yang bernuansa hangat sudah berkembang jauh sejak penemuan tersebut.

Kembali di laboratorium Philips, Schmidt mengerjakan lampu ruang tamu untuk masa depan. Visinya adalah mengembangkan lampu yang dikontrol secara digital yang dapat diatur spektrumnya sesuai kebutuhan biologis manusia.

Saat kita melihat spektrum yang lebih biru, contohnya, otak manusia memproduksi lebih banyak serotonin yang membangunkan manusia.

Namun terlalu banyak cahaya biru dapat mengakibatkan masalah tidur - sehingga lampu bernuansa hangat akan lebih menenangkan dan sehat sebelum tidur.

"Dengan bantuan lampu yang warna cahayanya terkontrol, kami dapat mengatur pencahayaan sesuai bioritme seseorang," papar Schmidt, menjelaskan visinya.

Ini juga dapat berlaku bagi tampilan layar datar, termasuk komputer. Nantinya mungkin akan ada layar 'yang membangunkan' di pagi hari dengan cahaya dingin kebiruan, dan layar 'waktu tidur' dengan cahaya bernuansa hangat.