1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Penegakan Hukum

Indeks Korupsi, Indonesia Masih Buruk

Hendra Pasuhuk9 Desember 2014

Peringkat Indonesia di indeks korupsi yang dikeluarkan Transparency International naik dari 114 ke 107. Tapi masih jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Filipina, Thailand, Malaysia dan Singapura.

https://p.dw.com/p/1Dyda
Indonesien Widodo Benzinpreiserhöhung 18.11.2014
Foto: Reuters/D. Whiteside

Korupsi adalah masalah besar yang dihadapi negara-negara dengan perkembangan ekonomi pesat, demikian salah satu kesimpulan Transparency International ketika merilis Corruption Perseptions Index (CPI) 2014 hari Rabu (03/12/14) di Berlin, Jerman.

Organisasi anti korupsi ini setiap tahun mengeluaakan laporan korupsi global. Dari 28 negara di kawasan Asia Pasifik, sebagian besarnya mendapat peringkat yang buruk. 18 negara mendapat skor di bawah 40 dari seluruhnya 100 skor. 0 berarti terkorup dan 100 berarti paling bersih.

Indonesia mendapat skor 34, naik dari tahun lalu, 32. Indonesia kini menduduki peringkat 107, bersama-sama dengan Argentina dan Djibouti. Tahun 2014, Indonesia berada di peringkat 114 dari seluruhnya 174 negara yang diperiksa.

"Pertumbuhan ekonomi terganggu dan upaya pemberantasan korupsi melemah, ketika penguasa dan para pejabat tinggi menggunakan kekuasaannya untuk memperkaya diri dengan dana publik," kata Jose Ugaz, Direktur Tranparency International.

"Para pejabat korup melarikan uang yang mereka curi ke luar negeri, dan menikmati impunitas yang absolut," tambahnya. Ia mengingatkan negara-negara maju yang relatif bersih agar tidak mengkespor praktek korupsi ke negara-negara berkembang.

Pertumbuhan ekonomi dan korupsi

Terutama negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi pesat makin rentan korupsi. Transparency International mengambil contoh Cina dan Turki. Sekalipun Cina mengalami pertumbuhan pesat dan mencanangkan program anti korupsi, skor negara itu turun dari 40 tahun 2013 menjadi 36. Tapi peringkat Cina (100) masih lebih baik dari Indonesia.

Sedangkan Skor Turki turun menjadi 45 dari 50 (2013) dan kini menduduki peringkat ke 64. Korupsi membengkak ketika perusahaan-perusahaan besar berusaha menyogok pejabat tinggi untuk mendapatkan tender.

"Negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi yang menolak transparansi dan menoleransi korupsi, menciptakan kebudayaan impunitas yang pada gilirannya mendorong meluasnya korupsi," kata Ugaz.

Tranparency International mengingatkan, korupsi tidak hanya merampok hak asasi masyarakat miskin, melainkan juga menciptakan masalah pemerintahan dan instabilitas.

Di Indonesia, pemerintahan Jokowi kini sedang berusaha membenahi perusahaan minyak negara PERTAMINA, yang disebut-sebut dikendalikan oleh para "mafia migas".

Buka kedok korupsi

Tranparency International kini mengalang kampanye "Unmask the Corrupt" (Buka Kedok Korupsi). Tujuannya untuk menciptakan transparansi dan membeberkan tindakan-tindakan korupsi yang selama ini terselubung.

Organisasi anti korupsi itu mengimbau pemerintahan negara-negara maju untuk membuat daftar terbuka tentang perusahaan-perusahaan yang beroperasi di negaranya. Agar jelas siapa saja yang mengendalikan perusahaan dan meraup keuntungan.

"Tidak ada dari kita yang mau terbang dengan pesawat yang tidak mendaftar penumpangnya. Tapi kita mengijinkan perusahaan-perusahaan rahasia melakukan kegiatannya," kata Cobus de Swardt, Direktur Ekesekutif Transparency International.

Negara-negara yang dinilai paling bersih adalah Denmark, Selandia Baru, Finlandia, Swedia dan Norwegia. Jerman berada di peringkat 12, Jepang 15 dan Amerika Serikat 17.

hp/yf (rtr,afp)