1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ilmuwan Asing Senang Lakukan Riset di Jerman

Martin Koch5 April 2013

10 persen dari 800 ribu peneliti di Jerman berasal dari luar negeri. Tendensi meningkat. Jerman cukup menarik bagi ilmuwan asing, tapi masih perlu peningkatan.

https://p.dw.com/p/18AJM
In einem Laserlabor des Zentrums für Innovationskompetenz "ultra optics" am Institut für Angewandte Physik der Friedrich-Schiller-Universität Jena arbeiten am Mittwoch (09.07.2008) Shan Liye aus China (l) und Lourdez Patricia Ramires von den Philippinen. Die jungen Nachwuchswissenschaftler sind Teilnehmer der noch bis zum 11. Juli in Jena stattfindenden Sommerschule des in Europa einmaligen interdisziplinären Master-Studiengangs "Optics in Science and Technology" (OpSciTech). An ihm sind neben der Friedrich-Schiller-Universität Jena vier weitere renommierte Universitäten mit einem Ausbildungsschwerpunkt in der Optik und Photonik beteiligt: das Imperial College London, die Technische Universität Delft, die Technische Universität Warschau und das Institut d'Optique Paris. Foto: Jan-Peter Kasper +++(c) dpa - Report+++
Ilmuwan asal Cina dan Filipina lakukan riset di Laboratorium Laser Universitas JenaFoto: picture-alliance/dpa

Tantangan bagi Jerman sebagai lokasi ilmiah. 2030 di Jerman diperkirakan 2,1 juta orang bekerja di bidang "Riset dan Pengembangan". Dua pertiganya adalah lapangan kerja bagi akademisi. Ini hasil studi terbaru Jawatan Migrasi dan Pengungsi Jerman BAMF. Sehubungan prognosa pertumbuhan penduduk sudah jelas, Jerman butuh lebih banyak ilmuwan asing untuk memenuhi lapangan kerja yang besar ini.

Kebanyakan ilmuwan asing puas dengan lokasi Jerman sebagai tempat kerja dan tinggal. Juga karena gagasan pemerintah dan negara bagian, banyak universitas Jerman dapat menanam investasi untuk penawarannya dan menjadi lebih menarik bagi peneliti asing. Juga lembaga riset yang terkenal di dunia seperti Institut Max-Planck atau Helmholzt Gesellschaft serta perusahaan-perusahaan besar yang dengan lembaga risetnya menarik ilmuwan tingkat internasional ke Jerman.

Die iranische Makrobiologie-Studentin Sarah arbeitet am Freitag (05.08.2011) in Golm im Gewächshaus des Max-Planck-Instituts für Molekulare Pflanzenphysiologie an der Auswertung eines Zuchtversuchs. Das Institut beschäftigt sich in seinen Forschungsthemen unter anderem mit der Nutzung von Pflanzen als nachwachsende Rohstoffe und mit den Möglichkeiten der Pflanzenzüchtung zur Verbesserung der Energiebilanz. Foto: Bernd Settnik
Max-Planck-Institut untuk fisilogi molekuler tumbuhan PflanzenphysoiologieFoto: picture-alliance/dpa

Faktor Penarik Ilmuwan

Namun sarana bagus di perguruan tinggi hanya salah satu aspek, kata Georg Scholl, juru bicara Yayasan Alexander von Humboldt. "Kami menanyai penerima bea siswa bagaimana pengalaman mereka terkait faktor-faktor seperti pengurusan anak, birokrasi atau kemampuan berbahasa Inggris masyarakat." Kritik terutama tentang rumitnya birokrasi dan sulitnya mendapat rumah di kota-kota universitas.

Kini banyak universitas menanggapi kritik tersebut dan mencontoh ide Yayasan Humboldt yakni membentuk tempat penerimaan khusus bagi akademisi asing. Di "Welcome Points" para ilmuwan tamu mendapat bantuan untuk masalah organisatoris, yang makan waktu lama dan menghambat proyek penelitian.

Ausländische Forscher: Prof. Sanjay Mathur und Studentin im Labor an der Uni Köln Foto: DW/Suzanne Cords, März 2013
Periset asing Sanjay Mathur dan mahasiswi di Universitas KölnFoto: DW/S. Cords

Ilmu Alam dan Insinyur

Dari sekitar 800 ribu ilmuwan di Jerman, lebih dari 80 persen tergolong apa yang disebut kelompok kerja ISCO 2. Di antaranya terutama ilmuwan di bidang MIPA dan insinyur. Di antara peneliti asing 11,2 persennya di bidang matematika dan informatika. Ini bagi Andreas H Block, penulis studi "Ilmuwan Asing di Jerman," merupakan pertanda yang bagus.

Stipendiaten der Alexander-von-Humboldt-Stiftung Eingestellt: 12.3.2013
Penerima beasiswa Yayasan Alexander-von-HumboldtFoto: Humboldt-Stiftung/Michael Jordan

Dari hasil studi BAMF, lebih dari 50 persen ilmuwan asing di Jerman berasal dari negara Uni Eropa. Bagi mereka berlaku kebebasan hak memilih tempat kerja. Tapi peneliti dari dunia ketiga seperti Cina, India dan AS juga menilai Jerman sebagai lokasi riset yang menarik. Kerangka persyaratan hukum menurut studi OECD amat bagus, demikian Block. Selain itu bagi ilmuwan yang ingin ke Jerman, belakangan ini dilakukan berbagai kemudahan.

Brain Circulation

Imigrasi ilmuwan asing ke Jerman bagi negara asalnya punya sisi lain. Jika tenaga kerja ahli pergi, menurut sejumlah pakar dapat menimbulkan apa yang disebut "brain drain." Ini berarti, kurangnya pakar berkualifikasi tinggi yang penting bagi sistem sosial di negara asalnya. Tapi Andreas Block membantah argumen ini. Kebanyakan ilmuwan setelah masa riset luar negeri, kembali ke negara asalnya. Hal ini dibenarkan Georg Scholl dari Yayasan Humboldt. Di sana orang menyebutnya "brain circulation". "Kebanyakan penerima bea siswa kami setelah masa riset di Jerman kembali ke negaranya dan setelah waktu tertentu datang kembali ke Jerman, mengundang ilmuwan Jerman ke luar negeri. Jadi kami membangun jaringan dan bukannya satu lokasi."

Karena itu menjadi tugas masing-masing negara, membuat situasi semenarik mungkin agar para ilmuwannya kembali, ujar Block. "Negara asal ilmuwan, bahkan berpeluang dimana ilmuwan yang kembali, kondisi ekonominya lebih baik dan dapat terus memajukannya, dibanding bila ilmuwan tetap berada di negara asalnya."