1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

210911 Nahost Palästinenser

Edith Koesoemawiria21 September 2011

Di seluruh kota besar tepi barat Yordan, ribuan warga Palestina turun ke jalan Rabu 21/09 mendukung keanggotaan penuh Palestina dalam PBB. Diantaranya ada yang mengusung tulisan "UN 194". Apa maksudnya?

https://p.dw.com/p/12eGv
Foto: dapd

Di sebuah lapangan di Ramalah, penduduk berkumpul dekat kursi biru berukuran besar, yang menjadi simbol kedudukan Palestina di PBB. Diantaranya ada yang mengibarkan bendera Palestina, ada juga yang mengusung poster, bertuliskan "UN 194".

Di toko-toko poster dan bendera Ramallah Sudah berhari-hari mesin jahit dan mesin cetak beroperasi. Toko-toko kecil ini memproduksi simbol-simbol nasional yang  diminati warga Palestina, bahkan sebelum mulainya sidang umum majelis PBB di New York hari Rabu (21/09).

Leerer Stuhl Palästinas in UN Hauptquartier Deutschland lehnt UN Inititative ab
Foto: picture alliance/dpa

Permintaan untuk berbagai simbol dan poster ini berada jauh di atas perkiraan awal. Begitu ungkap Foad Emneed yang sebelumnya mengira kanya akan menerima sekitar 40 pesanan banner. Kini Emneed bersama rekan-rekannya  harus bekerja 24 jam sehari untuk mengisi semua pesanan kampanye "UN 194".

Jumat (23/09) mendatang, Presiden Palestina Mahmoud Abbas akan menyampaikan permohonan agar Palestina diterima sebagai anggota penuh di Perserikatan Bangsa Bangsa. Bila diterima, Palestina akan menjadi anggota ke 194 di UN atau PBB itu. Itulah makna "UN 194"

Di Ramallah, Nablus dan berbagai kota besar Tepi Barat Yordan  hari Rabu (21/09) warga Palestina mengusung poster-poster bertuliskan tuntutan mereka. Selain "UN 194", ada juga yang berbunyi:  "Kembalikan Harga Diri Kami", "Kami Telah Lama Menunggu".

Ribuan orang turut berdemonstrasi dalam unjuk rasa yang diorganisir oleh para pemimpin Palestina. Pegawai pemerintah dan anak sekolah diliburkan agar dapat ikut berunjuk rasa. Aksi protes ini bertujuan menegaskan harapan rakyat agar negaranya diterima sebagai anggota penuh PBB. 

Israelische Soldaten und demonstrierende Palästinenser in Maasarah Bethlehem
Demo awal September 2011 di BethlehemFoto: dapd

Akhir pekan lalu (17-18/09) negosiator utama Palestina, Saeb Erekat menjelaskan bahwa permintaan menjadi anggota PBB, merupakan bagian dari strategi yang lebih luas. Menurut dia, solusi sebenarnya hanya akan dicapai melalui perundingan. Namun Erekat mengeluhkan bahwa negosiasi dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanjahu tidak menunjukkan kemajuan. 

Dikatakan Erekat, pihak Palestina sudah menunggu 12 bulan untuk persetujuan Netanjahu atas solusi dua negara dengan garis perbatasan tahun 1967 dan pertukaran wilayah.  Palestina juga mengharapkan kesediaan Israel untuk menghentikan pembangunan permukiman baru saat perundingan berlangsung, tapi hal itu tidak terjadi. Bagi Erekat inilah bukti bahwa Netanjahu menolak solusi dua negara.

Mayoritas warga Palestina berpandangan serupa. Setiap hari mereka merasakan apa artinya hidup dibawah pendudukan Israel di Palestina. Sebuah jajak pendapat Universitas Ibrani di Yerusalem dan Pusat Penelitian Politik Palestina di Ramallah menunjukkan, lebih dari 80% warga Palestina mendukung langkah  Presiden Abbas dan kepergiannya ke New York.

Demonstrationen im Westjordanland Flash-Galerie
Demo besar di Ramallah 21 September 2011Foto: picture-alliance/dpa

Harus juga dikatakan, bahwa kebanyakan warga Palestina  tidak memandang keputusan di Perserikatan Bangsa-Bangsa akan dengan sendirinya memperbaiki situasi mereka, atau misalnya, Israel akan langsung menarik pasukannya. Namun mereka sangat berharap bahwa masyarakat internasional menetapkan posisi yang menunjukkan kesadaran akan masalah yang dihadapi Palestina.

Dalam jajak pendapat yang sama hampir 70% rakyat Israel menyatakan dukungannya apabila negara Palestina diterima di PBB. Sementara jajaran politisi pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanjahu telah mengritik tajam strategi Palestina ini dan mengancam akan menghukum Palestina, apabila Presiden Mahmoud Abbas jadi menyampaikan permintaannya.

Torsten Teichmann/Edith Koesoemawiria
Editor: Christa Saloh