1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Satu Dekade Xi Jinping Reformasi Militer Cina

5 Oktober 2022

Selama satu dekade pemerintahan Xi Jinping, Cina, telah membangun angkatan laut terbesar di dunia, mengubah pasukan militernya, dan mengembangkan persenjataan nuklir dan balistik untuk menyulitkan musuh mana pun.

https://p.dw.com/p/4Hi1f
Angkatan bersenjata Cina
Foto: Vyacheslav Oseledko/AFP/Getty Images

Presiden Cina Xi Jinping kemungkinan akan melihat perlombaan senjata dari negara-negara Asia Pasifik yang semakin cepat dalam lima tahun ke depan. Mulai dari Korea Selatan yang mengembangkan angkatan lautnya hingga Australia yang membeli kapal selam bertenaga nuklir. Belanja persenjataan semakin melonjak di seluruh wilayah.

Data dari lembaga penelitian Inggris Institut Internasional untuk Studi Strategis (IISS) menunjukkan, anggaran pertahanan negara-negara Asia Pasifik melampaui $1 triliun pada tahun 2021. Cina, Filipina, dan Vietnam menggandakan anggaran militer mereka dalam satu dekade terakhir. Korea Selatan, India, dan Pakistan pun mengikuti. Bahkan Jepang sedang mengusulkan rekor anggaran pertahanan untuk mengakhiri kebijakan "tidak melakukan serangan pertama" yang sudah berlangsung lama.

"Semua pemain kunci di kawasan Indo Pasifik merespons modernisasi militer Cina, pada dasarnya secepat mungkin,” kata Malcolm Davis, mantan pejabat pertahanan Australia yang sekarang bekerja di Institut Kebijakan Strategis Australia.

Reformasi kemampuan militer Cina

Selama bertahun-tahun, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) dipandang tidak efektif dan diremehkan. Bahkan seorang sejarawan menghinanya sebagai "museum militer terbesar di dunia." Serdadunya dipersenjatai dengan perlengkapan militer yang diturunkan dari Uni Soviet yang sudah ketinggalan jaman. Lembaga militer Cina tersebut juga penuh dengan skandal korupsi.

Keterlibatan PLA dalam Perang Korea menelan korban hampir 200.000 nyawa tentara Cina. Invasi tahun 1979 ke Vietnam pun menelan ongkos puluhan ribu serdadu Cina yang tewas dan sebagian besar telah dihapus dari sejarah resmi. Ketika Xi pada 2013 menjadi presiden dan sekaligus panglima tertinggi PLA , beberapa reformasi langsung dilakukan.

Anggaran militer Beijing telah menunjukkan peningkatan ajeg selama 27 tahun berturut-turut, menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI).

Cina saat ini memiliki dua kapal induk aktif, ratusan rudal balistik jarak jauh dan menengah, ribuan pesawat tempur, dan pasukan angkatan laut yang jumlahnya bahkan melebihi Amerika Serikat.

Setelah Cina meluncurkan blokade singkat dan parsial terhadap Taiwan pada Agustus lalu, seorang perwira tinggi militer AS diam-diam mengakui bahwa mencegah ambisi Beijing atas Taipei tidak akan mudah, bahkan untuk Washington sekalipun.

"Mereka memiliki angkatan laut yang sangat besar dan jika mereka ingin menggertak dan menempatkan kapal di sekitar Taiwan, mereka sangat bisa melakukannya," kata komandan Armada Ketujuh Karl Thomas kepada media AS.

Sementara itu, cadangan senjata nuklir Cina meningkat secara eksponensial dan – menurut Pentagon – mungkin sekarang dapat diluncurkan dari darat, laut, dan udara. Menurut Buletin Ilmuwan Atom, Cina memiliki sekitar 350 hulu ledak nuklir, atau dua kali lipat dari jumlah yang dimilikinya selama Perang Dingin.

Intelijen AS memperkirakan, arsenal hulu ledak nuklir ini dapat berlipat ganda lagi menjadi 700 pada tahun 2027. "RRC adalah satu-satunya pesaing yang mampu menggabungkan kekuatan ekonomi, diplomatik, militer, dan teknologinya untuk menghadapi tantangan berkelanjutan terhadap sistem internasional yang stabil dan terbuka," papar laporan Pentagon tahun lalu.

'Kebaikan' Xi

Korea Selatan juga bereaksi dengan rencana untuk mengembangkan kekuatan angkatan laut yang mampu beroperasi jauh dari perairan pantai. Sedangkan Australia berniat untuk memiliki delapan kapal selam nuklir - yang dapat bertahan di bawah air untuk waktu yang lama dan meluncurkan serangan balasan - dengan bantuan Inggris dan Amerika, bagian dari perjanjian AUKUS.

Bagi Davis, semua proyek ini menunjukkan kesadaran bahwa Cina semakin memiliki kekuatan untuk membentuk kawasan itu sesuai keinginannya. "Hari-hari Angkatan Laut AS yang mendominasi samudra di Pasifik Barat akan segera berakhir,” katanya, dan sekutu Asia Pasifik meningkatkan pertahanan mereka sendiri.

"Kami tidak akan memiliki AUKUS jika bukan karena aktivitas Xi Jinping. Dia sangat membantu kami dalam hal itu," tambahnya.

ha/as (AFP)