1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Saat Berdagang Online Jadi Peluang

12 Januari 2019

Indonesia tercatat sebagai negara dengan perkembangan E-Commerce atau perdagangan elektronik terbesar dan tercepat di Asia Tenggara. Lantas bagaimana tren dan tantangannya di Indonesia?

https://p.dw.com/p/3BOOX
Symbolbild Online Shopping
Foto: Colourbox

Berawal di indekos, 6 orang mulai menjalankan usaha Bukalapak. Tak terkira bisnis perdagangan elektronik ini berkembang pesat hingga memiliki 1500 pegawai dengan total 2,4 juta pedagang online didalamnya. Dalam 8 tahun, perusahaan ini mengembangkan sayapnya hingga mencapai nilai pasar 1 miliar dolar AS atau setara 14,2 triliun Rupiah. Ini sejajar dengan perusahaan sekelas Indosat.

Para pemain dalam perdagangan elektronik Indonesia

Tren perdagangan elektronik pun meningkat. Belum terjamah Amazon seperti layaknya Eropa dan Amerika, persaingan sudah kian terasa di Indonesia. ‘Pasar‘ ini diramaikan Tokopedia, Shopee, dan Lazada. Perusahaan- perusahaan ini tentu memiliki caranya tersendiri dalam berkompetisi.

Shopee berbasis di Singapura – pemegang saham terbesarnya adalah Tencent – raksasa internet asal Cina. Lazada pun berbasis di Singapura di bawah naungan Alibaba. Hingga akhir September 2018, berdasar survei yang dirintis Katadata: Tokopedia dan Bukalapak masih menguasai pasar nasional dengan total 153 juta kunjungan dan 96 juta perbulannya.

Pendapatan Tokopedia, Shopee dan Bukalapak diraih sebagian besar dari penjualan iklan  pada online platform mereka beserta jasa analisis data.

Bukalapak unggul dengan 400.000 mitra yang menyebar di seluruh Indonesia yang bergerak di warung pedesaan dan pinggiran kota. Warung-warung ini bisa menggunakan jasa Bukalapak sebagai penyuplai barang. Warung ini bisa juga jadi tempat pelanggan memesan barang dan mengambilnya. Untuk beberapa merek besar Bukalapak membebankan komisi tertentu.

Tokopedia dikatakan unggul lewat jasa pengiriman yang menjangkau hingga 7000 kabupaten di Indonesia. Desember tahun lalu, Tokopedia lewat suntikan dana dari Jepang dan Cina, Softbank dan Alibaba sebesar 15.8 triliun, berhasil mencapai valuasi pasar sebesar 101 Triliun.

Tokopedia dan Bukalapak pun dilabeli sebagai ‘startup Unicorn', startup yang memiliki nilai valuasi USD1 Miliar. Traveloka dan Gojek juga menjadi bagian dari startup Unicorn ini.

Lazada berjaya dengan kerajaan logistiknya. Memiliki gudang-gudang di pinggiran Jakarta serta ribuan pekerja, Lazada siap menyuplai ragam barang dari makanan hingga Laptop. Lazada menawarkan biaya pengiriman yang murah dan cepat. Tak mau kalah, Shopee pun menggaet Taobao, platform e-commerce Cina untuk menyediakan fasilitas social commerce platform yan g memberi fitur dan platform chat memudahkan pengguna berkomunikasi saat berbelanja.

Tantangan dan peluang perdagangan elektronik Indonesia

Usaha kecil dan menengah di Indonesia sepanjang tahun 2018 ditaksir mencapai angka 58,97 juta, sedang penduduk Indonesia mencapai 265 juta jiwa. Perkembangan UMKM ini pun menghadapi tantangan, antara lain dengan proses pengenalan merek dagang, pembuatan desain yang sesuai pasar, pengemasan yang menarik hingga permodalan dan akses masuk ke pasar.

Sayangnya produk UMKM yang berkualitas bagus tidak bisa memasuki pasar karena pengemasan atau merek yang kurang menjual. Hadirnya startup e-commerce dapat menjadi sebuah peluang untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut. Ketersambungan antara ekosistem online dan ekosistem offline menjadi satu kekuatan besar untuk mengembangkan produk UMKM.

Berdasar laporan yang dirilis Google-Temasek tahun 2018,Indonesia memiliki perkembangan e-commerce tercepat di Southeast Asia dan diprediksi akan terus meningkat hingga USD53 miliar atau sekitar 700 triliun di tahun 2025. ''Nilai perdagangan e-commerce di Indonesia di tahun 2018 adalah USD23,2 miliar atau sekitar Rp336 triliun gross merchandise value. Dan angka itu naik kurang lebih 114 persen dari tahun sebelumnya, sebuah lompatan yang sangat tinggi sekali," ujar Presiden Joko Widodo di acara HUT 9 Bukalapak 10 Januari 2019.

Menurut Ignatius Untung, ketua umum asosisasi E-commerce Indonesia, tahun 2019 pertumbuhan E-commerce masih luar biasa agresif. Resikonya hanyalah kontinuitas bisnis. ‘‘Ini bisnis yang besar, raksasa-raksasa dunia sekarang adalah dunia digital ekonomi. Yang harus dipersiapkan adalah jadi ‘gorengan politik‘ untuk kebijakan digital ekonomi – tapi kalau tiba-tiba terjadi, kita sebagai asosiasi langsung menentang, ‘‘ungkapnya seperti dikutip dalam acara Markplus Conference 2019. Ignatius menambahkan bahwa dukungan pemerintah pada umumnya sangat baik, banyak regulasi yang mendukung tumbuh kembang e-commerce.

Perdagangan Online dan Pajak

Pemerintah pun melalui Peraturan Menteri Keuangan nomor 210/PMK.010/2018 menerbitkan peraturan perlakuan perpajakan bagi pelaku usaha yang melakukan kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik. Peraturan ini salah satunya mewajibkan para pedagang dan penyedia jasa yang berjualan memberitahukan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kepada pihak penyedia platform untuk kemudian melakukan kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan. Peraturan ini akan berlaku per 1 April 2019.

slc/vlz (the economist, detik, antara, swa, kontan, kompas, antara, biro setpres)