1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Q! Film Festival Terancam Terhenti

28 September 2010

Penyelenggaraan Q Film Festival terancam batal menyusul tekanan dari Front Pembela Islam. Q! Film Festival digelar pertama kali tahun 2002 oleh beberapa jurnalis lepas menampilkan tema homoseksualitas dan HIV AIDS.

https://p.dw.com/p/POTC
Foto: Picture Alliance

Dengan mengendarai motor, dan mobil bak terbuka puluhan anggota FPI mendatangi sejumlah pusat kesenian dan kebudayaan asing di Jakarta yang akan memutar film-film dari Q Film Festival. Festival ini menampilkan film-film yang antara lain bertemakan homoseksualitas, HIV/AIDS dan hak asasi manusia. Salah satu lokasi penyelenggara yang didatangi para demonstran adalah pusat kebudayaan Jerman Goethe Institute. Berikut tuntutan demonstran Salim Alatas. “Kami minta kepada pengelola tempat ini, jangan sampai menayangkan festival gay, festival homo, lesbi dan ini sudah jelas kalau begitu yang merusak moral bangsa kita ini adalah justru negara negara asing yang ada di negara ini seperti tempat ini adalah milik negara Jerman. Berarti Jerman ikut andil merusak generasi muda. Kalau sampai akhirnya tempat ini tetap bandel menayangkan, jangan sampai umat islam marah, membakar daripada tempat ini”

Selain itu, rombongan FPI ini juga mendatangi sejumlah kantor kesenian lain, seperti pusat kebudayaan Perancis CCCF, pusat kebudayaan Belanda Erasmus Huis, dan Japan Foundation di Jakarta, untuk menyampaikan sikap yang sama. Wakil Sekjen FPI Jakarta yang memimpin aksi protes ini, Awit Mashuri, menganggap festival ini bertentangan dengan norma agama dan Pancasila. Ia juga menuding festival film ini sebagai ajang untuk mempromosikan seks bebas. “Kami bersimpulan bahwa saudara dengan sengaja melalui kegiatan ini bertujuan untuk menghancurkan generasi muda Indonesia, khususnya generasi muda Islam agar menerima kehidupan seks bebas, homoseksualitas dan lesbianisme”

Namun sutradara film ‘Madame X', Lucky Kuswandi, yang filmnya ikut diputar dalam penutupan ajang ini, menepis tudingan FPI. “Sebenarnya Q film festival itu kan sebuah festival LGBT yang menyinggung AIDS, HIV dan Human Right. Menurut saya yang ingin ditonjolkan adalah merayakan keragaman di negara kita yang menghargai pluralisme. Ini adalah bentuk apresiasi akan adanya keragaman. Kelompok minoritas yang selama ini terpinggirkan gitu. Jadi kenapa kita tidak coba belajar melihat kisah-kisah dari hidup mereka. Festival ini tidak mempromosikan pornografi itu kan subjektif sekali”

Q film festival yang telah memasuki tahun ke 9 ini disebut-sebut sebagai festival film gay terbesar di Asia. Di Indonesia selain Jakarta, pemutaran film juga digelar secara terbatas di Surabaya, Yogyakarta, Malang, Bali, dan selama ini mendapat sambutan positif dari publik.Tak heran sutradara Lucky Kuswandi mengungkapkan kekecewaannya terhadap upaya penghentian festival film pada tahun ini. “Sebagai seorang pembuat film, sayang sekali kalau festival film ini sampai dihentikan karena ini kan film festival yang bagi industri kreatif itu sangat bagus untuk melihat karya-karya dari luar, dari mana-mana. Banyak sekali negara-negara yang direpresentasikan dalam festival ini, untuk bisa tahu juga bahwa di Hongkong, di Thailand ada film seperti ini, dari mana-mana. Jadi secara kreatif ini baik, dan juga menunjukkan kita adalah negara demokratis”

Sampai Selasa sore waktu Indonesia, belum ada tanggapan resmi dari para pengelola pusat kebudayaan yang akan memutar film-film Q Festival, termasuk pusat kebudayaan Jerman Goethe Haus yang menyatakan masih akan mempelajari ultimatum FPI ini. Namun akibat tekanan ini sejumlah lokasi seperti Japan Foundation dikabarkan telah membatalkan jadwal pemutaran film hari Selasa sore (28/9).

Aksi demonstrasi ini dianggap sebagai upaya teror terbaru yang dilakukan oleh kelompok radikal di Indonesia yang sebelumnya telah membubarkan konferensi gay lesbian tingkat Asia Pasifik di Surabaya dan menyerbu seminar hak-hak kaum waria di Depok Jawa Barat.

Zaki Amrullah

Editor : Vidi Legowo-Zipperer