1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Konflik

Erdogan Peringatkan Eropa tentang 'Gelombang Pengungsi Baru'

23 Desember 2019

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan negaranya sudah tidak mampu lagi menampung pengungsi yang melarikan diri dari Idlib, Suriah. Erdogan peringkatkan negara-negara Eropa akan adanya gelombang pengungsi baru.

https://p.dw.com/p/3VGRq
Türkei Flüchtlinge aus Syrien
Foto: picture-alliance/AP Photo/L. Pitarakis

Pada Minggu (22/12), Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa negaranya sudah tidak mampu lagi menampung pengungsi yang melarikan diri dari Idlib, Suriah, pasca serangan udara oleh Rusia. Erdogan menambahkan bahwa lebih dari 80 ribu orang telah melarikan diri ke daerah-daerah di dekat perbatasan Turki.

“Jika kekerasan terhadap orang-orang di Idlib tidak dihentikan, korban akan semakin banyak,” ujar Erdogan saat menghadiri upacara penghargaan, Minggu (22/12) malam.

“Turki tidak akan menanggung beban pengungsi sendirian.”

Erdogan telah memperingatkan negara-negara Eropa bahwa Turki tidak mampu lagi menanggung beban akibat konflik di Suriah, karena saat ini Turki telah menampung sebanyak 3,7 juta pengungsi dari Suriah.

“Dampak negatif yang kami alami, akan dirasakan pula oleh negara-negara di Eropa, terutama Yunani,” ujarnya.

Türkei Flüchtlinge aus Syrien
Jutaan warga Suriah melarikan diri dari wilayah konflik dan mengungsi ke Turki.Foto: picture-alliance/AP Photo/L. Pitarakis

Gelombang pengungsi menuju Eropa

Sebelumnya Uni Eropa menjanjikan imbalan sebesar 6,6 miliar dolar AS bila Turki mampu mengontrol gelombang pengungsi yang hendak menuju Eropa. Namun menurut Erdogan, Uni Eropa gagal memenuhi kesepakatan tersebut karena tidak memberikan semua uang itu kepada Turki.

Erdogan menyampaikan bahwa pihaknya bisa saja membuka ‘pintu’ agar para pengungsi bisa pergi menuju ke Eropa.

Terkait konflik di Suriah, sebelumnya Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) mengkritik langkah Erdogan yang memerintahkan invasi militer Turki ke Suriah utara. Uni Eropa dan AS mengatakan invasi militer Turki terhadap pasukan Kurdi pada Oktober lalu, justru memperburuk keadaan di Suriah. Namun, saat itu Turki tetap bersikukuh.

“Kami meminta negara-negara Eropa menggunakan kekuatan mereka untuk menghentikan pembantaian yang terjadi di Idlib, Suriah ketimbang memojokkan Turki atas langkah-langkah sah yang dilakukan di Suriah,” jelas Erdogan.

Konflik Suriah yang telah terjadi selama sembilan tahun telah menyebabkan lebih dari 300 ribu orang terbunuh dan jutaan lainnya terlantar.

Saat ini pemerintah Suriah tengah mendamaikan kembali wilayah-wilayah yang berkonflik. Namun kawasan Idlib masih menjadi medan pertempuran, karena masih didudukikelompok garis keras dan pasukan militer Turki. pkp/hp (rtr, afp)