1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tunesien Umsturz

16 Januari 2011

Masyarakat Tunisia geram dan berhasil mengusir presidennya dari Tunesia. Aksi ini berarti besar bagi seluruh kawasan Arab khususnya kawasan Maghreb.

https://p.dw.com/p/zyHv

Apa yang terjadi di Tunisia merupakan peristiwa bersejarah dan sinyal kuat bagi dunia Arab. Kejadian di Tunisia menunjukkan, bahwa masyarakatnya berhasil menentang penguasa yang otoriter dan korup. Sekaligus membuktikan, bawa pergantian rezim bisa terjadi dengan menggunakan kekuatan dari dalam tanpa menggandalkan intervensi militer dari dalam maupun luar negeri. Bahkan tanpa harus dipimpin oleh politisi oposisi atau tokoh-tokoh sipil.

Di berbagai blog dan forum internet Arab muncul gelombang simpati besar terhadap kaum muda Tunisia. Gelombang simpati ini nampaknya merupakan peringatan bagi penguasa lain di kawasan Arab. Kesenjangan sosial, korupsi dan pengangguran kaum muda dapat ditemukan di hampir seluruh kawasan. Penindasan politik sudah menjadi kebiasaan di sejumlah negara. Di luar itu, situasi ini dapat memicu kemarahan dan frustasi yang disebabkan oleh kurangnya perspektif hidup dan pengabaian martabat yang terpendam dalam. Situasi panas dapat meledak setiap saat, di kawasan yang penuh konflik ini.

Kasus seperti ini tidak hanya terjadi di Tunisia. Tanpa disadari, situasi di berbagai negara di kawasan Arab semakin memanas. Dan di hampir semua negara itu, masyarakat muda membentuk mayoritas, yang berpotensi sebagai motor penggerak aksi protes. Di Aljazair dan Yordania misalnya, para demonstran mengamuk beberapa hari lalu. Begitu juga di Mesir, dimana gelombang aksi protes muncul secara rutin.

Dinamika yang tidak terkontrol seperti ini, tidak menguntungkan pihak manapun. Memang aksi yang dilancarkan kaum muda Tunisia berhasil meruntuhkan pemerintah otoriter. Tidak diragukan bahwa aksi tersebut merupakan keberhasilan yang positif. Tetapi juga menelan nyawa manusia, dan bagaimana perkembangan selanjutnya di negara itu, masih tidak jelas. Ada dua kemungkinan. Yang terbaik, Tunisia membentuk sebuah pemerintahan yang demokratis. Yang terburuk, kekacauan dan pertumpahan darah dapat terjadi lagi.

Para politisi Tunisia mempunyai tanggung-jawab besar. Semua kekuatan yang ada, apakah dari anggota rezim lama, oposisi, masyarakat sipil atau kekuatan „jalanan“, semua mempunyai kewajiban untuk mengupayakan pergantian kekuasan yang transparan dan tertib. Harus tampak dengan jelas bahwa rezim lama betul-betul menyerahkan mandatnya dan membuka jalan untuk meraih kebebasan, pluralisme dan keadilan sosial. Tetapi, untuk itu, kekerasan di jalanan harus dihentikan segera.

Eropa yang merupakan kawasan tetangga Maghreb dan dunia Arab, seharusnya mengambil hikmah dari kejadian di Tunisia. Pelajaran yang terpenting bagi Eropa, jangan berpaling muka, jika sebuah pemerintah yang bekerja erat dengan Uni Eropa di bidang ekonomi dan politik, menyalahgunakan hak asasi manusia yang mendasar. Atau seperti yang terjadi di Mesir beberapa waktu yang lalu, di mana pemilihan umum dimanipulasi. Peristiwa di Tunisia membutkikan bahwa rezim otoriter Tunisia hanya menjanjikan stabilisasi yang sesungguhnya bersifat menyesatkan.

Rainer Sollich/Andriani Nangoy

Editor: Christa Saloh-Foerster