1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Perempuan Hamil Dirajam Mati

28 Mei 2014

Seorang perempuan hamil dirajam sampai mati oleh keluarganya di luar kantor pengadilan Lahore, Pakistan, karena dia mengawini laki-laki yang ia cintai.

https://p.dw.com/p/1C83s
Foto: picture-alliance/dpa

Sebelumnya, keluarga pihak istri mengajukan gugatan ke pengadilan dan menyebut suami perempuan itu telah menculik anak mereka. Perempuan itu tewas dirajam dalam perjalanan untuk membantah gugatan itu di pengadilan.

Ayah perempuan itu telah ditangkap atas tuduhan pembunuhan, kata penyelidik polisi Rana Mujahid, sambil menambahkan bahwa polisi sedang bekerja untuk menangkap semua orang yang berpartisipasi dalam ”kejahatan keji” tersebut.

Perjodohan adalah tradisi yang hidup diantara keluarga konservatif Pakistan, dan ratusan perempuan dibunuh setiap tahun atas nama “honor killing” atau pembunuhan atas nama kehormatan, yang biasanya dilakukan suami atau keluarga sebagai sebuah hukuman atas tuduhan perzinahan atau prilaku seksual terlarang lainnya.

Hukum rajam atau lempar batu sampai mati di muka umum, bagaimanapun, sangat jarang terjadi.

Peristiwa Selasa lalu itu terjadi di depan kerumunan penonton yang banyak di siang hari. Gedung pengadilan itu berada di sebuah jalan raya utama pusat kota.

Seorang pejabat polisi, Naseem Butt, mengidentifikasi perempuan yang dirajam mati itu adalah Farzana Parveen, 25, dan mengatakan bahwa dia telah menikahi Mohammad Iqbal, 45, menentang keinginan keluarganya, setelah bertunangan dengan laki-laki selama bertahun-tahun.

Ayahnya, Mohammad Azeem, telah melaporkan Iqbal telah menculik anak mereka, yang dibantah oleh pasangan itu, kata pengacara perempuan itu, Mustafa Kharal yang menambahkan bahwa perempuan itu sedang hamil tiga bulan.

Hampir 20 anggota keluarga Parveen, termasuk ayah dan para saudara laki-lakinya, telah menunggu di luar gedung yang dipakai sebagai tempat pengadilan tinggi Lahore. Ketika pasangan itu berjalan ke gerbang utama, pihak keluarga perempuan menembakkan senjata ke udara dan mencoba merebut dia dari Iqbal, kata pengacara.

Ketika perempuan itu melawan, ayahnya, saudara laki-laki, dan keluarga lainnya mulai memukulinya, dan akhirnya melampari dia dengan batu bata, demikian menurut Mujahid dan Iqbal, suami perempuan yang dibunuh tersebut.

Saling mencintai

Iqbal mengatakan ia mulai menemui Parveen setelah kematian istri pertamanya, yang dari perkawinan itu ia mempunyai lima anak.

“Kami saling jatuh cinta,“ kata dia kepada wartawan. Ia menuduh keluarga perempuan menginginkan uang tebusan darinya sebelum menikahi perempuan tersebut.

“Saya membawanya ke pengadilan dan mendaftarkan pernikahan,” yang membuat jengkel keluarga perempuan itu, kata dia.

Ayah Perveen menyerahkan diri setelah serangan itu dan menyebut pembunuhan anaknya sebagai sebuah ”pembunuhan demi kehormatan,” kata pejabat kepolisian.

“Saya membunuh anak perempuan saya karena dia telah menghina seluruh keluarga dengan menikahi seorang laki-laki tanpa persetujuan kami, dan saya tidak menyesal atas hal itu,” kata Mujahid sebagaimana dikutip penyelidik polisi.

Mujahid mengatakan mayat perempuan itu kemudian diserahkan kepada suaminya untuk dimakamkan.

Komisi Hak Asasi Manusia Pakistan, sebuah kelompok sipil, mengatakan dalam sebuah laporan bulan lalu bahwa sekitar 896 perempuan dibunuh atas nama kehormatan selama 2013.

“Saya tak pernah mendengar ada kasus semacam ini, di mana seorang perempuan dirajam sampai mati, dan yang paling memalukan dan mencemaskan adalah bahwa perempuan ini dibunuh diluar gedung pengadilan,” kata Zia Awan, seorang pengacara terkenal dan aktivis HAM.

Dia mengatakan para pelaku kekerasan atas perempuan sering dibebaskan atau hanya dijatuhi hukuman ringan karena kerja polisi yang buruk dan kesalahan pengadilan.

ab/hp (ap,rtr,afp)