1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Peneliti Muda Indonesia di Ajang Tahunan Penerima Nobel

Arti Ekawati
26 Juni 2023

Panitia Lindau Nobel Laureate Meetings setiap tahun mengundang para peneliti muda dari seluruh dunia. Tahun ini peneliti muda Indonesia di bidang kedokteran menghadiri diskusi internasional di Jerman ini.

https://p.dw.com/p/4T4RH
Peneliti muda Indonesia di ajang pertemuan tahunan penerima Hadiah Nobel
Peneliti muda Indonesia di ajang pertemuan tahunan penerima Hadiah NobelFoto: Arti Ekawati/DW

Perlu waktu sekitar 2 bulan bagi Alvin Santoso Kalim, 27, untuk mengetahui kepastian bahwa ia akan berangkat ke Lindau, Jerman, untuk menghadiri pertemuan tahunan para penerima Penghargaan Nobel. Tahun ini, acara dan diskusi didedikasikan untuk disiplin ilmu fisiologi dan kedokteran.

Begitu proposalnya disetujui, pemuda yang tengah menempuh program S3 Kedokteran di Kyusu University, Jepang, ini langsung terbang ke Jakarta sebelum akhirnya berangkat ke Jerman bersama belasan peneliti muda lainnya dari Indonesia.

"Harapan saya dengan datang ke sini adalah bisa dapat ilmu pengetahuan baru dan terinspirasi oleh para pemenang nobel dari seluruh dunia," ujar Alvin kepada DW Indonesia.

Sementara Azzahra Asysyifa yang baru saja menyelesaikan pendidikan S1 Kedokteran dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya. Baru berusia 23 tahun, peneliti muda yang akrab dipanggil Syifa ini otomatis menjadi salah satu peneliti termuda yang hadir di acara bergengsi di Negara Bagian Bayern di Jerman wilayah selatan ini.

Namun jangan terkecoh dengan usianya yang muda, saat ini Syifa tengah meneliti tentang metastesis pada kanker payudara atau breast cancer metastasis. 

Azzahra Asysyifa, 23 tahun, dari UGM
Azzahra Asysyifa, 23 tahun, dari UGMFoto: Arti Ekawati/DW

Meneliti di kala muda, menang Nobel kemudian

Setiap tahunnya, panitia Lindau Nobel Laureate Meetings selalu mengundang para peneliti muda dari seluruh dunia berdasarkan tema yang diadakan pada tahun tertentu. Mereka pun mendapatkan kesempatan untuk berbincang langsung dengan rekan sejawat dari berbagai penjuru dunia. Selain itu, yang juga sangat dinantikan, adalah berbincang langsung dan bertukar ilmu lewat diskusi dengan para pemenang Hadiah Nobel. 

Cara ini pun telah terbukti menyulut api inspirasi di jiwa para peneliti muda. Beberapa peneliti yang pada masa muda mereka sempat diundang ke acara tahunan ini, di kemudian hari bahkan memenangkan langsung hadiah bergengsi ini.

Sebut saja Morten Meldal dari Denmark, yang memenangkan Nobel Kimia tahun lalu, penah hadir sebagai peneliti muda pada tahun 1986 ketika ia berusia 32 tahun. Sebelumnya juga ada Bert Sakmann dari Jerman, pemenang Penghargaan Nobel di bidang Kedokteran tahun 1991, yang datang sebagai peneliti muda di tahun 1963.

Alvin Santoso Kalim, peneliti muda Indonesia di ajang Lindau Nobel Laureate Meetings 2023
Alvin Santoso Kalim, peneliti muda Indonesia di ajang Lindau Nobel Laureate Meetings 2023Foto: Arti Ekawati/DW

Tahun ini Indonesia menjadi negara tuan rumah penyelenggaraan pertemuan ini. Sejumlah peneliti muda dari berbagai universitas seperti UGM dan Universitas Airlangga di Surabaya, Jawa Timur, juga turut hadir dan ikut berdiskusi.

"Anak muda perlu meneliti karena kita adalah generasi yang akan menggantikan generasi yang sebelumnya. Makanya kita harus bisa memberikan kontribusi kita ke bidang sains," ujar Syifa dari UGM.

Diakui belum mewakili keberagaman

Countess Bettina Bernadotte af Wisborg, Presiden Dewan Lindau Nobel Laureate Meetings, pada pidato pembukaannya di hari Minggu (25/06) mengatakan, organisasinya terus berusaha untuk menghadirkan para peneliti dari latar belakang yang berbeda, dan utamanya dari gender minoritas, yakni perempuan.

Ia mengakui mendatangkan para peneliti perempuan dari seluruh dunia bukanlah hal yang mudah. Namun perlahan usaha mereka mulai terlihat hasilnya. Tahun ini, sekitar 52% peserta yang hadir menyatakan diri sebagai perempuan, 47% laki-laki dan 1% menolak berkomentar tentang gender mereka.

Mengenai hal ini, sebagai peneliti perempuan Azzahra Asysyifa berkomentar bahwa: "Kami sebagai perempuan punya hak yang sama dengan laki-laki untuk bisa memberikan kontribusi kepada bangsa, negara maupun dunia. Jadi tetap semangat sebagai perempuan dan masih muda harus bisa memberikan kontribusi kepada dunia." 

Pertemuan tahunan yang berlangsung dari 25 hingga 30 Juni 2023 ini dihadiri sekitar 40 orang penerima Hadiah Nobel dan 600 peneliti muda dari sekitar 90 negara. Program pertemuan dan diskusi tahun ini didedikasikan untuk Hadiah Nobel dari disipllin ilmu fisiologi dan kedokteran. Kecerdasan buatan atau artificial intelligence dalam ilmu pengobatan dan dampak perubahan iklim terhadap kesehatan, adalah isu terkini yang akan dibahas.

Bettina Stark-Watzinger, Menteri Pendidikan dan Riset Jerman, dalam pidatonya sambutannya mengatakan: "Saya sangat senang bahwa kecerdasan buatan (AI) menjadi agenda tahun ini. Karena AI adalah peluang besar yang harus kita raih," ujarnya.

(ae/as)