1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Oposisi Mesir Serukan Demo Besar-Besaran

17 Desember 2012

Kelompok oposisi Mesir menyerukan protes massal dan menuding pemungutan suara tahap pertama akhir pekan lalu diwarnai kecurangan.

https://p.dw.com/p/173jC
Foto: Reuters

Koalisi kelompok oposisi Front Penyelamat Nasional, menyerukan kepada rakyat Mesir untuk turun ke jalan pada hari Selasa (18/12) untuk mempertahankan kebebasan mereka, mencegah kecurangan dan menolak rancangan konstitusi dalam putaran kedua referendum Sabtu (22/12) mendatang.

Mereka menuding telah terjadi “penyimpangan dan pelanggaran” dalam pemungutan suara putaran pertama pada Sabtu (15/12) pekan lalu yang diklaim Ikhwanul Muslimin menghasilkan suara 57 persen menyatakan setuju terhadap rancangan konstitusi baru.

Diperkirakan Lolos

Pemungutan suara putaran kedua kemungkinan akan menghasilkan jawaban: Ya jika melihat kecenderungan para pemilih yang semakin simpati kepada kelompok Islamis. Artinya konstitusi baru itu akan disahkan.

Namun perbedaan suara yang ketat antara yang mendukung dan anti konstitusi akan mempersulit Presiden Mursi membangun konsensus untuk memperbaiki ekonomi yang semakin compang-camping akibat konflik politik.

Jika konstitusi lolos, pemilihan umum nasional bisa dilakukan awal tahun depan. Hasil pemilu ini diharapkan akan menciptakan stabilitas politik di Mesir yang tak menentu setelah jatuhnya rezim Husni Mubarak.

“Hasil referendum adalah 56,4 persen pemilih mendukung,“ kata seorang pejabat senior di ruang monitoring hasil pemilihan yang dibuat oleh partai Keadilan yang didukung oleh Ikhwanul Muslimin.

Pernyataan dari kelompok oposisi Front Penyelamat Nasional tidak secara eksplisit menolak klaim Ikhwanul Muslimin, namun mempersoalkan terjadinya berbagai kecurangan dalam pemilihan.

Tudingan kecurangan

Kelompok hak asasi manusia melaporkan adanya sejumlah kecurangan di sejumlah tempat pemilihan, antara lain kasus di mana para pejabat “memberitahu“ orang-orang bagaimana cara memilih dan juga adanya sogokan kepada para pemilih.

Mereka juga mengkritik penyebaran kampanye sektarian yang menggambarkan bahwa mereka yang memilih “Tidak“ pada konstitusi baru ini, adalah kafir.

Sebuah pernyataan bersama dari tujuh kelompok HAM mendesak penyelenggara referendum untuk “menghindari berbagai kesalahan ini pada referendum putaran kedua dan melakukan pemungutan ulang untuk tahap pertama.“

Mursi dan para pendukungnya mengklaim bahwa konstitusi ini vital untuk mendorong agar transisi demokrasi Mesir bisa berlanjut. Sementara para penentang menilai konstitusi baru itu terlalu Islamis dan mengabaikan hak-hak kaum minoritas, termasuk kelompok Kristen yang populasinya berjumlah sekitar 10 persen di negara itu.

Pemungutan suara hari Sabtu (15/12) lalu dinodai demonstrasi yang disertai kekerasan. Rangkaian demonstrasi meletus sejak Mursi memberikan kekuasaan tambahan kepada dirinya sendiri sebagai Presiden pada 22 November dan mempercepat proses pembahasan konstitusi melalui majelis yang didominasi sekutunya dari kelompok Islamis, dan membuat kelompok liberal memboikot proses pembahasan konstitusi tersebut.

Bagaimanapun, pemungutan suara putaran pertama berlangsung tenang, dengan antrian panjang di Kairo dan tempat-tempat lain. Penghitungan tidak resmi mengindikasikan bahwa sekitar sepertiga dari 26 juta orang yang memiliki hak suara dalam referendum datang memilih. Pemungutan suara digelar dua putaran karena banyak para juri yang dibutuhkan untuk mengawasi referendum melakukan boikot sebagai bentuk protes.

Kelompok oposisi mengatakan bahwa pemungutan suara seharusnya tidak dilakukan mengingat terjadinya protes yang diwarnai kekerasan saat referendum.

Darah dan Pembunuhan

“Adalah sesuatu yang salah menggelar pemungutan suara dengan kondisi negara yang berada dalam keadaan berdarah dan saling bunuh, tanpa jaminan keamanan,“ kata Emad Sobhy, seorang pemilih yang tinggal di ibukota Kairo.

Saat pemungutan suara tahap pertama ditutup pada Sabtu malam, kelompok Islamis menyerang kantor koran yang berafiliasi pada kelompok liberal yakni Partai Wafd, yang merupakan bagian dari koalisi Front Penyelamat Nasional dan selama ini berkampanye mendorong pemilih agar menolak konstitusi.

Kekerasan di Kairo dan kota-kota lain terjadi menjelang referendum. Setidaknya delapan orang terbunuh saat kelompok yang berseteru bentrok selama demonstrasi di luar Istana Kepresidenan awal bulan ini.

Mohammed El-Baradei, Pemenang Nobel Perdamaian ada di barisan oposisi Mesir
Foto: picture-alliance/dpa

“Bangsa ini semakin terpecah dan pilar-pilar negara kini goyah,“ kata politisi dari kelompok oposisi Mohamed ElBaradei melalui Twitter. “Kemiskinan dan buta huruf adalah lahan subur untuk memperjualbelikan agama.“

Kekalahan telah mempersatukan kelompok kiri, sosialis, Kristen dan Muslim liberal yang terpecah-pecah dan kalah dalam dua kali pemilihan umum sejak diktator Mubarak jatuh.

Mereka bersatu menentang apa yang mereka sebut sebagai ”Firaun Baru” dalam sosok Presiden Mursi yang mendorong Mesir menjadi negara Islam lewat konstitusi.

Front Penyelamat Nasional termasuk di dalamnya adalah para tokoh terkenal seperti ElBaradei, atau bekas Kepala Liga Arab Amr Moussa serta tokoh kiri Hamdeen Sabahy.

ab/ as (AFP, RTR)