1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ngozi Okonjo-Iweala, Perempuan Pertama di Puncak WTO

Fred Muvunyi
10 Februari 2021

Mantan Menkeu Nigeria Ngozi Okonjo-Iweala akan menjadi perempuan dan warga Afrika pertama yang memimpin WTO. Setelah pesaing terkuatnya, Yoo Myung-hee dari Korea Selatan menarik diri minggu lalu.

https://p.dw.com/p/3p7Np
Ngozi Okonjo-Iweala
Ngozi Okonjo-IwealaFoto: Fabrice Coffrini/AFP

Ketika Organisasi Perdagangan Dunia WTO tengah menghadapi berbagai tantangan dan krisis, ada secuil sejarah yang ditorehkan. Untuk pertama kali dalam sejarahnya, WTO akan dipimpin seorang perempuan. Ngozi Okonjo-Iweala, 66 tahun, sekaligus akan menjadi warga Afrika pertama yang mengepalai lembaga dunia yang bermarkas di Jenewa, Swiss itu.

Masa jabatan empat tahun mantan Menteri Keuangan dan Menteri Luar Negeri Nigeria ini sekaligus akan menjadi masa penuh tantangan. Perdagangan dunia sedang menghadapi krisis pandemi corona, proteksionisme makin menguat, ditambah dengan konflik perdagangan dan perebutan dominasi pasar, terutama antara dua adidaya ekonomi dunia: Amerika Serikat (AS) dan Cina.

Ngozi Okonjo-Iweala akan menggantikan Roberto Azevedo yang sudah mengundurkan diri pada Agustus 2020. Ketika mencari penggantinya, Presiden AS Donald Trump sebelumnya memblokir pencalonan kandidat dari Nigeria itu. Namun, suasana politik kini berubah dengan penggantinya, Joe Biden. Ngozi Okonjo-Iweala memang masih harus mendapat konfirmasi dari Dewan WTO. Para diplomat mengatakan hal itu akan terjadi dalam beberapa hari ke depan.

Kantor pusat WTO di Jenewa, Swiss
Kantor pusat WTO di Jenewa, SwissFoto: Getty Images/AFP/F. Coffrini

Pejabat WTO dengan segudang pengalaman

Dalam beberapa putaran pemilihan sebelumnya, Ngozi Okonjo-Iweala memang keluar sebagai kandidat terkuat di antara tujuh orang yang mencalonkan diri. Hari Jumat lalu (5/2), pesaing terakhirnya, Yoo Myung-hee dari Korea Selatan, menarik diri dari pencalonan dan melapangkan jalan ahli ekonomi lulusan universitas bergengsi Harvard dan Massachusetts Institute of Technology (MIT) ini.

Biro Perdagangan AS sekarang memujinya sebagai tokoh yang "kaya pengalaman dan pengetahuan ekonomi serta diplomasi internasional". Mantan Menteri Perdagangan Costa Rica Anabel Gonzalez menyebutnya sebagai "pribadi yang mengagumkan".

Mantan koleganya juga percaya dia cocok untuk posisi itu. "Ngozi adalah salah satu orang yang paling memenuhi syarat untuk posisi yang dia perjuangkan", kata Dr. Shamsudeen Usman, mantan Menteri Perencanaan Nasional Nigeria kepada DW.

Okonjo-Iweala dan Usman pernah bekerja berdampingan sebagai menteri di bawah Presiden Nigeria Goodluck Jonathan pada tahun 2011. Sebelum mengambil alih jabatan di kabinet Nigeria, dia mengundurkan diri dari Bank Dunia, di mana dia sudah bertugas selama 25 tahun.

Warga Afrika pertama di puncak pimpinan WTO

"Saya melihat pengangkatannya sebagai pengakuan terhadap kompetensi dan keterampilan kepemimpinan perempuan Afrika, dan kegigihan perempuan Afrika meskipun ada berbagai rintangan dan hambatan sistematis yang mereka hadapi," kata Fadumo Dayib, calon presiden perempuan Somalia pertama, kepada DW.

Dia menambahkan, pemilihan Ngozi Okonjo-Iweala adalah tanda bahwa momen masa kini sedang "berpihak pada perempuan yang kompeten dan memang sudah saatnya ini terjadi."

Ekonom Nigeria Tunji Andrews setuju pandangan itu: "Banyak orang di seluruh dunia akan mulai berkata, mari kita tempatkan lebih banyak orang Afrika dalam peran seperti itu, bukan hanya peran penjaga perdamaian, tetapi peran kapasitas intelektual."

Meskipun Ngozi Okonjo-Iweala akan membuat sejarah dengan menjadi perempuan Afrika kulit hitam pertama yang memimpin WTO, dia akan membawa lebih dari sekadar "keragaman dan inklusi" ke panggung dunia, kata Amara Nwankpa, Direktur Kebijakan Publik di Shehu Musa Yar'Adua Foundation, sebuah organisasi nirlaba Nigeria yang berkomitmen mempromosikan persatuan pemerintahan yang baik.

"Saya optimis bahwa dampaknya pada perdagangan global akan positif, mengingat pendahulunya menunjukkan bahwa dia sangat berkomitmen untuk mengurangi ketidaksetaraan, kemiskinan, dan korupsi di seluruh dunia," kata Amara Nwankpa kepada DW.

(hp/ gtp)