1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

NEOM: Sisi Gelap Proyek Kota Futuristik Arab Saudi

Jennifer Holleis | Kersten Knipp
19 Mei 2023

Untuk pembangunan kota futuristik Neom di Arab Saudi banyak pemukiman warga digusur. Mereka yang menentang rencana itu bisa dijatuhi hukuman penjara yang sangat lama atau bahkan hukuman mati.

https://p.dw.com/p/4RXls
Rancangan kota futuristik NEOM
Rancangan kota futuristik NEOMFoto: NEOM/AFP

Arab Saudi terus mendorong pembangunan Neom, sebuah megacity futuristik yang disebut-sebut sebagai "proyek ekologis kelas tinggi”, meskipun makin banyak kritik internasional atas berbagai pelanggaran hak asasi manusia.

Menurut laporan terbaru dari Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR), warga suku Howeitat yang tinggal di wilayah yang dialokasikan untuk kota NEOM terpaksa mengungsi dan rumah mereka dihancurkan tanpa kompensasi yang memadai. Satu warga Howeitat telah terbunuh dan hukuman mati dikenakan pada tiga anggota suku lainnya, sementara tiga orang lainnya dijatuhi hukuman penjara 50 tahun atas tuduhan terorisme.

"Meski dituduh melakukan terorisme, mereka dilaporkan ditangkap karena menolak penggusuran paksa atas nama proyek Neom dan pembangunan kota linier sepanjang 170 km yang disebut The Line," kata laporan itu.

Semua pelanggaran hak asasi manusia ini terjadi terlepas dari janji penguasa de facto Arab Saudi, Putra Mahkota Saudi Muhammad bin Salman yang berusia 37 tahun — lebih dikenal sebagai MBS — bahwa warga yang terkena dampak pekerjaan konstruksi akan mendapat kompensasi memadai.

Pembangunan Neom yang akan menghabiskan biaya senilai USD500 miliar adalah perwujudan dari Visi 2030, yang disebut-sebut sebagai perombakan ekonomi dan sosial Arab Saudi. Serangkaian reformasi ini diperkenalkan oleh MBS pada 2017 dan sejauh ini mengarah pada perbaikan hak-hak perempuan, peningkatan akses turis ke negara tersebut, dan pembukaan sumber pendapatan alternatif dalam upaya mendiversifikasi ekonomi kerajaan dan mengurangi ketergantungan pada pendapatan minyak.

Rancangan kota futuristik NEOM
Rancangan kota futuristik NEOMFoto: Eliot Blondet/ABACA/picture alliance

Investasi jadi prioritas

Menurut rencana, Neom, yang diproyeksikan dibuka pada 2039, akan menempati areal seluas 26.500 kilometer persegi di wilayah dekat pantai Laut Merah. Pemerintah Saudi merencanakan kota tersebut sebagai metropolitan dengan fasilitas teknologi mutakhir, dengan fokus pada kecerdasan buatan, dan dengan bandara, jaringan kereta api berkecepatan tinggi, dan semuanya ditenagai oleh sumber energi terbarukan. Proyek ini juga akan berfungsi sebagai platform untuk investasi internasional.

"Pekerjaan konstruksi di Neom telah dimulai. Namun, proyek ini masih sangat awal," kata Sebastian Sons, peneliti senior Pusat Penelitian Terapan dalam Kemitraan CARPO yang berbasis di Jerman, kepada DW. Dia menambahkan, banyak konsultan internasional sedang bekerja di Neom. "Ada beberapa hubungan penerbangan langsung dari Neom ke London atau New York, jadi ambisinya besar. Arab Saudi benar-benar ingin mewujudkan Neom,” kata Sons.

Dia melihat Neom sebagai simbol rencana Mohammed bin Salman untuk memimpin negara menuju modernitas baru. "Karena daya tarik internasionalnya, ada tekanan besar untuk mewujudkan proyek tersebut secepatnya," kata Sebastian Sons. "Jika dia gagal melakukannya, kemungkinan besar akan merusak kepercayaan yang dia nikmati di antara sebagian besar populasi." Kegagalan NEOM juga akan merusak reputasi Arab Saudi sebagai lokasi investasi internasional.

Pameran rancangan kota futuristik NEOM di Riyadh
Pameran rancangan kota futuristik NEOM di ibu kota Saudi, RiyadhFoto: Balkis Press/ABACA/picture alliance

"Dibangun di atas darah warga Saudi"

"Brosur yang mengkilap tidak menunjukkan bahwa ini adalah kota yang dibangun berdasarkan penggusuran paksa, kekerasan negara, dan hukuman mati," kata Jeed Basyouni, Direktur Timur Tengah Organisasi HAM Reprieve, kepada DW. Baginya, Neom melambangkan "jurang antara visi hebat Mohammed bin Salman tentang Arab Saudi dan realitas represif pemerintahannya."

Pandangan ini juga digaungkan oleh Lina al-Hathloul, Direktur Komunikasi ALQST, pengawas hak asasi manusia Saudi yang berbasis di London. "Perhatian utama kami adalah bahwa Neom dibangun di atas darah Saudi," katanya. "Pengadilan terhadap suku dilakukan secara tertutup. Untuk memajukan proyek, pengadilan bahkan siap mengeksekusi orang,” kata Lina al-Hathloul.

Neom bukan satu-satunya tempat di Arab Saudi di mana orang-orang digusur secara paksa. Dari Januari hingga Oktober 2022, pihak berwenang di kota pelabuhan Jeddah telah menghancurkan banyak rumah untuk melaksanakan rencana pembangunan perkotaan. Dalam prosesnya, ribuan orang menjadi korban penggusuran paksa, termasuk warga negara asing, sebagaimana dilaporkan Amnesty International.

Di tingkat internasional, ada peluang untuk memengaruhi arah kebijakan hak asasi manusia Saudi, kata Sebastian Sons. Di masa lalu, tekanan internasional yang meningkat telah menyebabkan eksekusi ditangguhkan, atau aktivis hak asasi manusia seperti Loujain al-Hathloul dibebaskan dari penjara, meskipun terkadang mereka berada di bawah pengawasan ketat dan larangan bepergian.

"Itu berarti bahwa semakin tinggi tekanan pada pemerintah Saudi untuk benar-benar melakukan sesuatu di sini, semakin besar kemungkinan mereka bersedia menemukan perdamaian, solusi yang menyelamatkan muka," kata Sebastian Sons.

(hp/yf)