1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mampukah PBB Selamatkan Sasaran Pembangunan Berkelanjutan?

19 September 2023

Komitmen yang dicanangkan dalam program SDG tergolong ambisius, yakni menghapus kemiskinan ekstrem dan kelaparan pada 2030. Tapi tujuh tahun jelang tenggat berakhir, PBB sudah mengaku kewalahan mencapai target tersebut.

https://p.dw.com/p/4WSnS
Suasana Sidang Umum PBB
Suasana Sidang Umum PBBFoto: Eskinder Debebe/UN Photo/Xinhua News Agency/picture alliance

Sejak Senin (18/9), Konferensi Tingkat Tinggi untuk Sasaran Pembangunan Berkelanjutan (SDG) di New York, mulai memperdebatkan masa depan program PBB tersebut. Selama dua hari, Sekretaris Jendral PBB, Antonio Guterres, akan berusaha mengingatkan kembali komitmen negara-negara anggota, "untuk meluruskan kesalahan sejarah," kata dia.

"Sudah saatnya melihat bagaimana parahnya kita sudah keluar dari jalur," kata John Gilroy, Utusan Keberlanjutan Irlandia di PBB.

Sebanyak 17 sasaran pembangunan berkelanjutan telah ditetapkan pada 2015. Selain pengentasan kemiskinan, SDG juga berambisi menjamin kesempatan bagi anak-anak untuk mengenyam pendidikan hingga tingkat menengah, mendorong kesetaraan gender dan menciptakan "akses universal kepada sumber energi yang modern, berkelanjutan, bisa diandalkan dan terjangkau bagi semua manusia."

Deklarasi setebal sepuluh halaman itu diniatkan tuntas pada 2030. Tapi di pertengahan jalan, sasaran SDG "terancam" akibat lambatnya kemajuan atau bahkan kemunduran ke level sebelum 2015.

"Jika kita mengkaji datanya, dunia terlihat sedang gagal memajukan dan mencapai kesetaraan gender," kata Wakil Direktur UN Women, Sarah Hendriks, kepada AFP. "Dan realisasinya berkesan semakin jauh."

Lantas bagaimana PBB ingin mewujudkan SDG selama waktu yang tersisa, yakni tujuh tahun?

Produksi Listrik Mandiri: Tak Perlu Akses ke Jejaring Nasional

Harapan pada Negara G20

Sekretaris Jendral PBB Guterres mengatakan, salah satu inisiatif penting yang mampu menyelamatkan program kemanusiaan itu adalah proposal "stimulus SDG." Proposal itu menuntut bantuan bagi negara-negara yang mengalami krisis utang, memperluas penyediaan kredit murah untuk bank-bank pembangunan dan penambahan dana krisis bagi negara yang berkebutuhan.

Ketika memperkenalkan inisiatif Stimulus SDG pada Februari silam, PBB menggambarkan krisis utang yang membebani perekonomian negara berkembang. Hingga setidaknya November 2022, sebanyak 69 negara termiskin di dunia memiliki utang yang terlampau tinggi atau terancam gagal bayar. Adapun, satu dari empat negara berpenghasilan menengah, yang menampung sebagian besar warga termiskin dunia, "menghadapi risiko tinggi terkena krisis keuangan."

Namun begitu, Guterres melihat harapan besar pada sikap pemimpin G20dalam KTT baru-baru ini di India yang mendukung Stimulus SDG.

Untuk KTT SDG di New York, dia menyiapkan rancangan deklarasi yang mencanangkan program "menanggulangi tingginya ongkos utang dan meningkatnya risiko krisis utang, untuk meningkatkan dukungan bagi negara berkembang dan memperluas penyediaan pembiayaan murah jangka panjang."

Pertanian Urban Peluang Swasembada dan Pengurangan Emisi

KTT sebagai tenggat proposal

Pada acara pendahulu Sabtu (16/9) lalu, Guterres turut membahas temuan PBB pada Juli silam. Di dalamnya, hanya 15 persen dari 140 target spesifik SDG yang berkembang sesuai harapan. Kemunduran ini antara lain diperparah dengan "melemahnya solidaritas internasional dan hilangnya rasa saling percaya untuk bekerja sama mengatasi krisis ini."

Tingginya tingkat kegagalan berarti bahwa sebanyak 575 juta manusia masih akan hidup dalam kemiskinan ekstrem dan 84 juta anak -anak tidak akan bersekolah pada 2030. Menurut laporan tersebut, dibutuhkan waktu 286 tahun untuk mencapai kesetaraan gender.

"SDG membutuhkan rencana penyelamatan global," kata Guterres. Dia menyebut KTT di New York sebagai "masa bagi pemerintahan untuk mengajukan rencana dan proposal kongkret untuk mempercepat kemajuan."

Bukan cuma pemerintah, dia juga mengajak pelaku usaha, aktivis, peneliti, perempuan dan anak-anak untuk membantu mewujudkan sasaran pembangunan.

"Dalam hal harapan, masih ada waktu. Kita baru saja separuh jalan," kata Nudhara Yusuf, juru kampanye global untuk kelompok advokasi, Coalition for the UN We Need.

rzn/as (afp,ap)