1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
OlahragaSingapura

Liga Futsal Perempuan Pekerja Migran di Singapura

John Duerden
6 April 2023

Perempuan migran pekerja rumah tangga (PRT) di Singapura punya kegiatan seru di luar jam kerja: bermain di liga futsal MDW League atau Migrant Domestic Workers League.

https://p.dw.com/p/4Pjao
Para pemain klub Golden Myanmar, yang menjadi juara MDW League 2023
Para pemain klub Golden Myanmar, yang menjadi juara MDW League 2023Foto: Rasvinder Singh

Para pekerja rumah tangga umumnya harus bekerja keras berjam-jam dengan upah rendah. Namun, beberapa dari mereka menemukan pelarian yang menyenangkan dari dunia kerja: bermain sepak bola. Semakin banyak perempuan pekerja migran dari Myanmar, India, Filipina, Indonesia dan tempat lain di Asia, yang mulai bermain sepak bola di waktu luangnya. Mereka biasanya bermain hari Minggu.

Salah satu dari mereka, Aye Aye Aung, mengatakan kepada DW bahwa terakhir kali ia mengunjungi Myanmar adalah pada 2019, karena pandemi COVID-19 dan kudeta militer 2021. "Saya tidak punya banyak teman di kampung halaman saya, tapi saya punya lebih banyak di Singapura, yang mendukung kami dalam pertandingan dan di media sosial," katanya.

"Saya pernah bermain sepak bola sebelumnya, tapi ini kali pertama saya bermain di sebuah liga, dan rasanya spesial."

Pertandingan MDW League di Singapura
Pertandingan MDW League di SingapuraFoto: Rasvinder Singh

Bulan lalu, dia dan timnya, Golden Myanmar, menjadi juara pertama Migrant Domestic Workers League, atau MDW League. Liga itu terdiri dari delapan tim dengan masing-masing 13 pemain, dan diluncurkan pada September 2022 oleh D2D Sports, sebuah perusahaan pengelola acara olahraga.

Dampak positif futsal pekerja migran perempuan

Selama bertahun-tahun banyak perempuan dari berbagai negara Asia yang datang ke Singapura untuk bekerja, meskipun ada banyak laporan tentang beberapa orang yang menjadi korban perlakuan buruk oleh majikan, jam kerja yang panjang, dan pekerjaan yang berat. Namun para pemain yang berbicara dengan DW mengatakan, mereka secara umum diperlakukan dengan baik. Bahkan majikan mendukung hobi baru mereka.

Aye Aye Aung menceritakan, dia senang dengan majikannya saat ini, tempat dia bekerja sejak tahun 2020. "Majikan saya setuju saya bermain (bola), dan kadang-kadang saya perlu mengubah hari libur saya karena ada pertandingan, dan mereka mengerti," ujarnya. "Saya selalu memberi tahu mereka tentang permainan saya, dan mereka mendoakan saya semoga sukses." 

Lolita Torate Fabroa, yang tiba di Singapura dari Filipina pada 2008, menekankan aspek sosial dari bermain di liga. "Akibat pernikahan saya yang gagal, saya memutuskan untuk datang dan bekerja di sini sebagai pembantu rumah tangga, supaya saya bisa memberikan masa depan yang lebih baik untuk anak lelaki saya satu-satunya," kata Fabroa.

"Awalnya hidup saya di sini tidak mudah; jauh dari keluarga membuat saya rindu kampung halaman," katanya. Sekarang dia bermain sepak bola untuk klub Ladies Eagles. "Bagi saya, itu adalah kegiatan sosial, itu membuat saya termotivasi."

Berjuang menjadi yang terbaik

Namun, Aye Aye Aung punya ambisi lebih besar. "Awalnya saya bergabung dengan liga hanya untuk bermain, dan belajar keterampilan baru," katanya. Tapi itu dulu, sebelum dia disebut-sebut sebagai salah satu pemain terbaik di liga dan masuk dalam tim pilihan.

"Warga Singapura sebenarnya bukan orang yang paling ekspresif, dan cepat mengkritik," kata direktur eksekutif D2D Sports, Rasvinder Singh. "Namun saya kaget juga melihat seberapa baik itu telah diterima."

Perusahaannya punya rencana memperluas MDW League: "Kami ingin memiliki setidaknya dua divisi, dengan promosi atau degradasi," kata Rasvinder Singh dan menambahkan, bahwa mimpinya adalah membuat taraf hidup para pemain menjadi lebih baik melalui liga ini.

Tim Ladies Eagle berfoto bersama Direktur D2D Sports, Rasvinder Singh
Tim Ladies Eagle berfoto bersama Direktur D2D Sports, Rasvinder SinghFoto: Rasvinder Singh

Dia juga berbicara tentang kemungkinan memperluas proyek ini ke luar Singapura. "Kami akan terbuka untuk bermain melawan pekerja migran di negara lain dan mengadakan kompetisi internasional."

Kapan impian itu bisa terwujud, masih belum jelas, tapi Lubis Ratno, salah satu relawan yang membantu mewujudkan MDW League, mengatakan bahwa bermain di liga bisa membangkitkan rasa hormat.

"Saya ingin masyarakat tahu bahwa perempuan-perempuan ini adalah manusia juga seperti orang lain," kata Lubis Ratno. "Mereka punya harapan dan aspirasi, sama seperti (kita semua)."

(hp/gtp)