1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikAsia

Kenapa Legiun Asing bagi Uni Emirat Arab Problematik?

Cathrin Schaer
10 April 2024

UEA dikenal gemar mempekerjakan tentara bayaran, meski sarat kontroversi. Tapi, Abu Dhabi kini ingin membentuk legiun asing ala Prancis, diyakini untuk menghalau kritik atas dugaan kejahatan HAM di wilayah konflik.

https://p.dw.com/p/4ebT0
Parade militer Uni Emirat Arab di Dubai
Parade militer Uni Emirat Arab di DubaiFoto: Dominika Zarzycka/NurPhoto/picture alliance

Sebuah iklan lowongan kerja di Timur Tengah terdengar seperti prolog sebuah film laga. "Dicari: operator legiun asing," demikian bunyinya. Calon pelamar harus berusia di bawah 50 tahun, berkondisi fisik prima, punya sedikinya lima tahun pengalaman militer dan mampu menghadapi "kondisi stres tinggi." 

Upah yang dijanjikan bermula pada kisaran USD 2.000 per bulan di Uni Emirat Arab, UEA. Jumlahnya bertambah jika ada penempatan di wilayah konflik seperti Yaman atau Somalia.

Pariwara itu ditemukan oleh media investigasi Intelligence Online dan sedang ramai beredar di kalangan mantan serdadu elit Prancis. Setelah ditelusuri, iklan tersebut ternyata dibiayai perusahaan konsultan keamanan Abu Dhabi, Manar Military Company, MMC. Perusahaan ini dijalankan bekas perwira pasukan khusus Prancis dan berkaitan secara finansial dengan keluarga kaya dan berkuasa di ibu kota UEA.

Analis meyakini iklan tersebut menjadi salah satu indikasi bahwa monarki di Abu Dhabi sedang membentuk legiun asingnya sendiri. Pasukan ini diyakini akan berkekuatan antara 3.000 hingga 4.000 serdadu dan sudah akan beroperasi pada pertengahan tahun depan.

MMC sejauh ini tidak memberikan jawaban lugas. Kepada media, perwakilan perusahaan hanya memberi bantahan, mengklaim proyeknya sudah dibatalkan atau iklan tersebut cuma bagian dari latihan disinformasi. MMC juga tidak merespons pertanyaan DW.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Analis sebaliknya menganggap nyata proyek legiun asing di Uni Emirat Arab. Menufut Andreas Krieg, dosen senior di School of Security Studies di King's College di London, adanya kebocoran informasi melalui Intelligence Online yang terkoneksi dengan militer Prancis menandakan bahwa pemerintah di Paris sedang memberi isyarat penolakan atas proyek tersebut.

"Hal ini memang biasa dilakukan UEA, mengingat sejarah mereka,” kata Sean McFate, seorang profesor di Fakultas Dinas Luar Negeri Universitas Georgetown dan penulis buku "The New Rules of War.”

"UEA memiliki tradisi menjalankan outsourcing kekuatan militer dan telah melakukannya sejak tahun 2011," ujarnya. Menurut McFate, penguasa di Abu Dhabi lebih sering menggunakan legiun asing ketimbang Rusia. "Emirat adalah titik berkumpulnya tentara bayaran di belahan selatan.”

Houthi 'government': War won't stop until Saudis quit Yemen

Kenapa UEA butuh legiun asing?

Ketujuh emirat yang membentuk UEA memiliki populasi sebanyak sembilan juta orang, tapi hanya punya satu juta warga asli. Dari sekitar 65.000 personel militer di UEA, sebanyak sepertiga hingga 40 persen di antaranya adalah orang asing.

Keterbatasan itu tidak menghalangi kebijakan luar negeri yang agresif oleh Abu Dhabi, dengan misalnya terlibat dalam operasi militer di Yaman atau perairan Somalia. Serdadu asing dipekerjakan karena "keengganan menanggung korban" di pihak UEA, kata Krieg.

"Pasukan bayaran sangat menarik bagi penguasa kaya yang ingin berperang tapi tidak ingin berkorban," menurut McFate.

Sejak 2003, penggunaan "jasa perusahaan militer dan keamanan swasta," atau PSMC, semakin marak di dunia, menurut laporan lembaga riset Stockholm International Peace Research Institute, SIPRI. "Saat ini, PSMC beroperasi di hampir semua negara di dunia, untuk klientel yang beragam," tulisnya.

Di Uni Emirat Arab, legiun asing pertama kali datang pada tahun 2009, ketika perusahaan PSMC asal Amerika Serikat, Blackwater, mengirimkan satu brigade berkekuatan 800 serdadu asing .

Penguasa di Abu Dhabi sempat bersitegang dengan pendiri Blackwater, Erik Prince, yang bekas serdadu elit Angkatan Laut AS. Namun begitu, kerja sama demi profit antara perwira senior AS dan UEA terus berlanjut. Pada 2019, kantor berita Reuters melaporkan bahwa UEA membeli unit perang siber. Kerja sama berlanjut pada tahun 2022, saat bekas staf senior militer AS dipekerjakan sebagai tenaga ahli, seperti yang dilaporkan harian Washington Post.

The Wagner Goup - Russia's front in Libya

Legiun semi-legitim

Menurut analis, rencana pembentukan legiun asing menandakan perubahan signifikan dalam strategi UEA. "Jika Anda mempekerjakan serdadu bayaran, urusannya akan banyak membuat pusing kepala," kata McFate, yang sendirinya bekerja sebagai kontraktor militer swasta.

"Sebagian besar urusan berpusar pada keselamatan, pengawasan dan pengkhianatan, sesuatu yang tidak mengejutkan. Pasukan bayaran adalah ibarat api. Mereka bisa membakar rumah Anda atau memotori mesin uap," imbuhnya. "Jadi, salah satu solusinya adalah legiun asing."

Berbeda dengan tentara bayaran, legiun asing bersifat lebih resmi dan biasanya beroperasi sebagai bagian dari angkatan bersenjata, serta tunduk pada aturan-aturan lokal. Serdadu juga bekerja dengan durasi kontrak yang relatif lebih panjang.

Gagasan legiun asing, "memutus kebijakan UEA di masa lalu, karena lebih terinstitusionalisasi, lebih resmi ketimbang beberapa aktivitas yang melibatkan mereka," kata Krieg. Legiun asing bisa menjadi wadah bagi UEA "untuk merekrut serdadu dengan gaya semi-legitim."

"Legiun ini bisa menjadi kartu as,” bagi Emirat, lanjutnya. "Karena setiap kali seseorang mengritik aktivitas tentara bayaran UEA, karena terlibat kejahatan perang atau mungkin memfasilitasi kejahatan tersebut, dengan model yang sudah mapan seperti Legiun Asing Perancis, UEA dapat merujuk kepada Prancis dan berkata 'kalau mereka boleh, kenapa kami tidak?'"

McFate percaya bahwa ketika dunia menjadi lebih multipolar dan kebijakan luar negeri menjadi lebih transaksional, maka akan ada lebih banyak lagi "komodifikasi konflik.” Dengan kepemimpinan yang otoriter, kekayaan berlimpah dan sedikit hambatan legislatif, UEA berada dalam posisi untuk mengeksploitasi hal ini, katanya.

Krieg menambahkan, "komodifikasi perang telah berlangsung selama 20 tahun terakhir. Kita melihat lebih banyak sinergi antara entitas swasta dan negara yang bekerja sama dalam perang sehingga Anda tidak bisa lagi mengklaim perang hanya urusan negara, atau hanya urusan pribadi. "Perang adalah campuran keduanya,” jelasnya. "Dan Emirat adalah ahli dalam hal ini. Mereka telah mengeksploitasi zona abu-abu tersebut selama bertahun-tahun.”

rzn/as