1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Kampanye "Hitam" Pengaruhi Pemilih

3 Juli 2014

Menjelang pemilu presiden Rabu (09/07) pendukung kedua kubu semakin gencar melancarkan kampanye "hitam". Tendensi menunjukkan kampanye tersebut berefek nyata berupa berkurangnya sokongan bagi Jokowi.

https://p.dw.com/p/1CUvT
Foto: ROMEO GACAD/AFP/Getty Images

Dulu, sebelum terpilih, Presiden AS Barack Obama dituduh Muslim yang lahir di Kenya. Di Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) dituduh beragama Kristen dan berasal dari etnis Cina. Dalam serangan berikutnya terhadap kubu Jokowi-Jusuf Kalla, seorang petinggi partai Gerindra mengatakan pada Twitter, Jokowi adalah komunis.

Kampanye "hitam" juga dilancarkan terhadap kubu Prabowo-Hatta Rajasa. Prabowo pernah dikatakan psikopat. Dalam sebuah video yang disebar lewat YouTube, yang mungkin sudah dimanipulasi, ditunjukkan bagaimana Prabowo yang terkenal pemarah memukul seseorang pada saat kampanye.

Sebagian besar tuduhan atas kedua capres sudah disangkal, dan terbukti tuduhan memang tidak benar. Tapi menurut pendapat komentator, di negara dengan pengguna media sosial sangat tinggi, desas-desus seperti tuduhan-tuduhan tersebut menyebar sangat cepat dan ada dampaknya. "Saya khawatir, hasil pemilihan tidak akan didasari informasi yang benar, karena kampanye "hitam" berdampak efektif pada pemilih," demikian Endy Bayuni, editor senior pada Jakarta Post.

Menurunnya dukungan

Beberapa bulan lalu, Jokowi mendapat 30% lebih banyak dukungan daripada Prabowo. Sedangkan pekan lalu, perbedaan antar keduanya tidak jauh lagi. Dalam survey yang diadakan Indikator Politik Indonesia, 17% dari 3.000 responden mengatakan telah mendengar desas-desus bahwa Jokowi keturunan Cina dan Kristen. Dan 37% dari mereka yang mendengar desas-desus itu menyatakan percaya.

Symbolbild Soziale Medien Social Media Smartphone
Foto: Fotolia/bloomua

Tim Jokowi berusaha melawan kampanye "hitam" kubu Prabowo dengan menekankan bahwa Prabowo melanggar hak asasi manusia. Ia memerintahkan penculikan aktivis mahasiswa sebelum jatuhnya Suharto di tahun 1998. Tapi indikasi menunjukkan isu ini tidak berdampak kuat pada pemilih, walaupun hal ini sesuai kenyataan.

Tuduh terhadap Jokowi terutama disebar lewat tabloid "Obor Rakyat," yang dibagi-bagikan secara gratis di pesantren-pesantren dan mesjid-mesjid di seluruh pulau Jawa. Ross Tapsell, pakar media Indonesia di Australian National University (ANU) mengatakan, tuduhan itu berdampak kuat terutama di banyak daerah pulau Jawa.

Pengaruh televisi dan dana

Menurut pengamat, di samping kampanye "hitam", kampanye Prabowo juga didukung faktor dukungan media dan kekayaannya sendiri yang berjumlah besar. Televisi adalah media paling berpengaruh di Indonesia, dan Prabowo didukung lima stasiun televisi, sementara Jokowi hanya mendapat dukungan dari satu media televisi.

Prabowo juga punya sokongan dana lebih besar. Dalam pernyataan resmi yang diberikan sesuai undang-undang pemilu, Prabowo menyatakan kekayaannya sampai sekitar 1,6 trilyun Rupiah, sementara Jokowi hanya 29,89 milyar Rupiah.

ml/hp (afp)