1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikJepang

Jepang Perluas Bantuan Keamanan ke Asia Tenggara

23 November 2023

Jepang meluncurkan skema bantuan pertahanan baru OSA dan memperluas bantuan pertahanan ke negara-negara Asia Tenggara. Strategi Tokyo ini diduga untuk imbangi dominasi Cina di kawasan.

https://p.dw.com/p/4ZMhL
PM Jepang Fumio Kishida disambut di Filipina
PM Jepang Fumio Kishida disambut di Filipina, 4 November 2023Foto: Ezra Acayan/Reuters

Perdana Menteri Jepang Fumio Kushida awal November ini bertemu dengan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. untuk melakukan pembicaraan yang mencakup kerja sama di bidang pertahanan. Berdasarkan skema bantuan baru Jepang yang disebut Bantuan Keamanan Resmi OSA, Angkatan Laut Filipina akan menerima radar pengawasan pantai senilai 4 juta dolar AS.

Bantuan militer tersebut merupakan yang pertama disalurkan berdasarkan OSA, yang bertujuan untuk memberikan sarana bantuan militer tidak mematikan, termasuk infrastruktur komunikasi, seperti radar dan sistem satelit, serta material untuk membangun infrastruktur pelabuhan.

Fumio Kishida juga bertemu dengan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim di Kuala Lumpur. "Kami sepakat untuk mempercepat penyesuaian terhadap penerapan OSA,” kata Kishida dalam keterangan persnya, tanpa menjelaskan secara spesifik apa yang dimaksud.

Kapal penjaga pantai Filipina dicegat kapal Cina di perairan sengketa Laut Cina Selatan
Kapal penjaga pantai Filipina dicegat kapal Cina di perairan sengketa Laut Cina SelatanFoto: Ted Aljibe/AFP/Getty Images

Bantuan strategis untuk Asia Tenggara

Skema bantuan OSA Jepang diluncurkan mulai April 2023 sebagai alat diplomatik yang dirancang untuk membantu negara-negara "yang berpikiran sama” di kawasan Indo-Pasifik. Bantuan pertahanan itu diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pertahanan negara-negara penerima bantuan untuk mengantisipasi tantangan keamanan yang ada.

Khususnya Filipina telah terlibat dalam sengketa panjang dengan Cina terkait klaim Beijing atas sebagian besar wilayah Laut Cina Selatan di bawah apa yang disebut "sembilan garis putus." Tahun ini saja, kapal penjaga pantai Cina beberapa kali berhadapan dengan kapal penjaga pantai Filipina di kawasan perairan yang disengketakan. Filipina berulangkali mengajukan protes atas hal itu kepada Cina. Selain itu, Cina juga memperkuat fasilitas militer di pulau-pulau ang diklaim sebagai miliknya.

"Pembangunan militer di sana sejak sekitar tahun 2013 benar-benar merupakan titik balik bagi banyak negara di Asia Tenggara.., juga benar-benar membuat Jepang memahami apa yang sedang mereka hadapi,” kata Go Ito, profesor hubungan internasional di Universitas Meiji, Tokyo, mengatakan kepada DW.

"Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei dan Taiwan semuanya mempunyai klaim – terkadang bersaing – atas pulau-pulau yang tersebar di Laut Cina Selatan", tambah Go Ito.

Karena sengketa berkepanjangan, Filipina akhir Oktober mengumumkan mereka menarik diri dari beberapa proyek infrastruktur di bawah Belt and Road Initiative (BRI), proyek prestisius yang dicanangkan Presiden Xi Jinping.

Memperluas kemitraan ekonomi

"Dengan Manila yang menjauhkan diri dari Cina, Jepang mengambil langkah untuk memperkuat kemitraannya di sana dan juga akan mengambil keuntungan dari lebih banyak perselisihan antara Cinag dan negara-negara lain,” kata Go Ito.

Selama kunjungan Kishida ke Filipina, Jepang menjanjikan pendanaan lebih dari setengah miliar dolar untuk lima kapal patroli baru untuk penjaga pantai Filipina. Jepang juga telah menyediakan kapal patroli ke Vietnam dan Malaysia. Kedua negara itu juga dalam waktu dekat akan menerima tambahan bantuan keamanan maritim dan pembangunan dalam waktu dekat.

"Cina jelas-jelas berusaha mengubah status quo di kawasan ini dan pemerintah Jepang berusaha menjangkau negara-negara yang paling terkena dampaknya untuk membangun koalisi negara-negara yang berpikiran sama,” kata Go Ito.

Yoichi Shimada, profesor hubungan internasional di Universitas Prefektur Fukui, mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan Jepang telah memindahkan fasilitas manufaktur mereka keluar dari Cina daratan dan beralih ke negara-negara di Asia Tenggara. Hal itu terutama karena semakin buruknya represi di Cina. Tujuh belas pengusaha Jepang telah ditangkap atas tuduhan spionase sejak Beijing memperkenalkan undang-undang keamanan barunya pada tahun 2014.

"Beberapa negara di Asia Tenggara sedang membangun kekuatan ekonomi – Vietnam, Thailand, Filipina. Kerja sama ekonomi yang lebih besar dengan Jepang akan semakin membantu mempererat hubungan,” kata Yoichi Shimada. "Sementara saya rasa ada juga perasaan yang berkembang di Jepang, bahwa Jepang bisa dan harus berbuat lebih banyak untuk membantu negara-negara mitra ini.”

(hp/as)