1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikJepang

Jepang Ajak Negara Demokrasi Bersatu Hadapi Autoritarianisme

6 Januari 2023

Jelang safari diplomasi PM Fumio Kishida ke negara-negara G7, Jepang ajak negara-negara demokrasi di dunia untuk membentuk “tatanan dunia baru,” berdasarkan prinsip kebebasan, hak asasi manusia dan negara hukum.

https://p.dw.com/p/4LoJd
Armada angkatan laut Jepang di Teluk Sagami
Kapal perusak Jepang, JS Asahi, memimpin armada angkatan laut Jepang di Teluk Sagami, Tokyo, November 2022Foto: Kyodo/REUTERS

Imbauan pembentukan “tatanan dunia baru” tersebut disampaikan Menteri Ekonomi, Perdagangan dan Industri Jepang, Yasutoshi Nishimura dalam sebuah pidato di Center for Strategic and International Studies - CSIS di Washington, AS. 

Menurutnya, rejim perdagangan bebas dan kebergantungan ekonomi yang dominan saat ini, justru memperkuat kekuasaan para diktatur di dunia. ”Negara-negara autoriter berhasil menghimpun kekuatan yang sangat besar, baik secara ekonomi atau militer,” kata Nishimura.

"Kita harus membuat tatanan dunia baru yang berdasarkan nilai-nilai fundamental seperti kebebasan, demokrasi, hak asasi manusia dan negara hukum.”

Nishimura bertolak lebih dulu ke Washington sebelum kunjungan resmi Perdana Menteri Jepang, Fumi Kishida, Senin (9/1) depan. Lawatannya merupakan bagian dari safari diplomasi Jepang ke negara-negara G7 menjelang konferensi tingkat tinggi di Hiroshima, Mei mendatang.

Japanese military

Selama giliran jabatan presidensi G7, Jepang mengutamakan agenda keamanan, antara lain terkat invasi Rusia di Ukraina, program nuklir Korea Utara dan provokasi militer Cina di Selat Taiwan. 

Pada Desember silam, Tokyo mengadopsi strategi keamanan nasional baru yang menghalalkan agresi militer di luar negeri. Jepang sendiri sudah memesan peluru kendali jarak jauh dari AS. Kemampuan menyerang negara lain selama ini adalah hal terlarang dalam konstitusi Jepang.

Kishida memastikan akan membahas strategi pertahanan yang baru dengan Presiden AS, Joe Biden, di Washington. Demi menangkal ancaman Cina, Jepang ingin melakukan modernisasi militer terbesar sejak Perang Dunia II.

Poros demokrasi

Menko Nishimura menegaskan negara-negara demokrasi harus melindungi keunggulan teknologi dan industri, agar tidak jatuh ke tangan pemimpin autoriter dan digunakan untuk memperkuat militernya. 

Sebabnya dia mengajak AS  agar mau memperluas kerja sama supaya tidak terbatas hanya pada teknologi tinggi seperti semikonduktor, bioteknik, kecerdasan buatan dan komputer quantum.

Kerja sama terutama dibutuhkan demi mengamankan rantai pasokan industri yang saat ini masih banyak bergantung kepada Rusia atau Cina. "Kita mungkin harus lebih dulu mengidentifikasi titik cekik di masing-masing negara dan mengambil langkah balasan jika diperlukan,” kata dia.

Di Washington, Nishimura ditemani Menteri Pertahanan, Yasukazu Hamada, dan Menteri Luar Negeri, Yoshimasa Hayashi. Bersama rekan sejawat di AS, Lloyd Austin dan Antony Blinken, keduanya akan membahas detail kerja sama keamanan bilateral.

"Kami ingin memperkuat daya gertak dan kemampuan respons aliansi Jepang dan AS dalam rangka Strategi Keamanan Nasional yang baru,” kata Menhan Jepang, Hamada.

Pemerintah di Washington menyambut postur baru militer Jepang dan kesediaan Tokyo mengambil alih peran yang lebih agresif di kawasan. "Perubahan ini juga mempermudah kerja sama militer antara Jepang dan Australia", menurut sejumlah analis AS.

Namun begitu, pakta pertahanan AS dan Jepang yang berlaku saat ini masih mengikat Tokyo dalam peran yang lebih defensif. Soal ini, Hamada mengatakan masih menunggu keputusan resmi dari kedua pemerintahan.

rzn/as (rtr,ap)