1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Inilah Negara "Musuh Internet"

12 Maret 2012

Reporter Lintas Negara meluncurkan laporan tentang sensor dan pengawasan terhadap media mulai dari Australia hingga Belarusia, namanya "Musuh Internet".

https://p.dw.com/p/14JL0
Foto: picture-alliance / dpa

Reporter Lintas Negara memasukkan 12 negara ke dalam daftar "Musuh Internet". Bertepatan dengan Hari Anti Sensor Internet, Senin (12/03), organisasi internasional itu mempublikasikan laporan mengenai negara mana yang mengawasi ketat internet dan bagaimana negara itu mengontrol informasi atau mempraktikkan sensor.

Negara yang masuk daftar "Musuh Internet" adalah Bahrain, Myanmar, RRC, Kuba, Iran, Korea Utara, Arab Saudi, Suriah, Turkmenistan, Uzbekistan, Vietnam dan Belarusia. Bahrain dan Belarusia baru tahun ini masuk ke dalam daftar tersebut. Menurut organisasi Reporter Lintas Batas, situasi kebebasan media di negara itu memburuk.

Reporter Lintas Negara tidak mengurutkan negara-negara itu berdasarkan peringkat. Di satu sisi, saat ini sekitar 120 blogger dan aktivis dunia maya meringkuk di tahanan, terutama di Cina, Iran, dan Vietnam. Di sisi lain negara-negara seperti Bahrain dan Arab Saudi meningkatkan sensor terhadap internet.

"Lagipula setiap negara memiliki ciri khas sendiri dalam menerapkan sensor terhadap internet," ujar Matthias Spielkamp kepada DW. Tapi jika harus mengurutkan negara mana yang menerapkan sensor dan pengawasan terhadap internet paling ketat di dunia, Spielkamp menyebutkan, "Sudah pasti Cina dan Suriah. Tapi siapa yang menduduki peringkat ketiga, itu agak sulit," lanjutnya.

Pada tahun 2011 banyak aktivis jejaring terbunuh antara lain di Bahrain, Meksiko, India, dan Suriah.

Seorang pria membuka akun Facebook-nya di warung internet, Damaskus, Suriah.
Seorang pria membuka akun Facebook-nya di warung internet, Damaskus, Suriah.Foto: AP

Cina Raja Sensor Internet

Seperti yang diungkapkan Matthias Spielkamp, Cina mengeluarkan sangat banyak uang dan menggunakan teknologi canggih untuk pengawasan internet.

"Cina bisa memblokir panggilan untuk sejumlah laman internet tertentu, mereka juga bisa memblokir hasil pencarian di mesin pencari untuk sejumlah kata kunci. Mereka bisa memperlambat kecepatan internet atau malah menghentikan di kawasan tertentu," jelas Spielkamp.

Menurut Spielkamp, Cina tidak perlu menutup total akses internet di seluruh negeri seperti yang dilakukan Mesir pada tahun 2011. Jika terjadi gelombang protes di Cina, maka akses internet lokal dibatasi, kata Spielkamp, "sangat lambat, foto dan video tidak bisa lagi diunggah. Ini merupakan pengawasan, kontrol, dan sensor tingkat tinggi." Banyak negara yang belum bisa mempraktikkan hal yang serupa seperti Cina.

Protes warga Mesir meminta kembali akses internet, Lapangan Tahrir, Kairo, Mesir, 2011.
Protes warga Mesir meminta kembali akses internet, Lapangan Tahrir, Kairo, Mesir, 2011.Foto: AP

Sebagai contoh, Reporter Lintas Negara menyebut sebagian besar kawasan Afrika. Benua itu memang tidak terdaftar dalam "Musuh Internet", tapi itu bukan berarti situasi di sana lebih baik. Negara seperti Zimbabwe, misalnya, berusaha memberlakukan pembatasan di internet. Tapi menurut Spielkamp, "Sebagian besar upaya mereka tidak berhasil baik karena pemerintah negara-negara itu kurang 'berpengalaman'." Selain itu aplikasi lain seperti pesan singkat SMS memegang peranan lebih penting daripada internet di sebagian besar kawasan Afrika. Oleh sebab itu sensor internet belum menjadi fokus sensor pemerintahnya.

Lebih Banyak Lagi Negara yang Mempraktikkan Sensor

Zimbabwe tidak termasuk ke daftar itu, seperti halnya banyak negara lain yang berusaha mencegah tema-tema tertentu menjadi konten internet. Reporter Lintas Negara menekankan bahwa daftar itu tidak lengkap. Matthias Spielkamp mengungkapkan tidak mungkin mengawasi setiap negara karena kurangnya personal.

Agar tidak kehilangan fokus terhadap negara-negara yang penting untuk disoroti, Reporter Lintas Negara mempublikasikan daftar kedua, yang "berada di bawah pengawasan". Tahun ini, negara-negara yang termasuk dalam daftar itu adalah Australia, Mesir, Eritrea, Perancis, India, Kazakhstan, Malaysia, Rusia, Korea Selatan, Sri Lanka, Thailand, Tunisia, Turki dan Uni Emirat Arab. Selain itu Maroko, Azerbaijan, Pakistan dan Tajikistan juga disebut dalam laporan itu sebagai "terdapat kasus sensor dan upaya melancarkan pengaruh".

Negara yang tidak termasuk dalam daftar "Musuh Internet" bukan berarti tidak mempraktikkan sensor dan pengawasan internet. Negara-negara barat yang demokratis juga menjadi sorotan. Di negara itu antara lain terdapat "sistem penyaringan", misalnya terkait dengan pornografi anak, rencana pembatasan terkait pelanggaran hak kekayaan intelektual.

Musik dan film bajakan
Musik dan film bajakanFoto: picture-alliance/ZB

Keamanan jaringan internet seringkali lebih diutamakan ketimbang kebebasan di internet. Reporter Lintas Negara berencana ingin memasukan sejumlah negara lain tahun depan, tapi saat ini masih menunggu perkembangan di masing-masing negara.

Di tengah semua kritik terdapat pula contoh positif. Venezuela dan Libya dicoret dari daftar itu. Saat ini di Libya belum ada pemerintahan yang berfungsi, yang bisa melakukan pengawasan tertentu. Sedangkan di Venezuela saat ini akses ke internet semakin bebas, walau pun baru mengesahkan undang-undang tentang pembatasan.

Kasus di Uzbekistan

Kecenderungan sensor internet menurut Reporter Lintas Negara terus berlangsung. "Itu tergantung pada teknologi baru yang diterapkan di Belarusia dan Uzbekistan baru-baru ini," kata Spielkamp. Negara-negara ini diduga mengimpor teknologi dari negara lain. Dengan begitu mereka bisa memblokir jejaring sosial tertentu. Reporter Lintas Negara memandang perkembangan ini memprihatinkan.

Galima Bukharbaeva harus mengalaminya sendiri. Ia adalah pemimpin redaksi laman berita independen Uzbekistan, uznews.net. Sejak 2006 ia harus memimpin redaksi dari Berlin. Setelah ia melaporkan gerakan perlawanan yang dibungkam secara brutal di negaranya, Bukharbaeva harus meninggalkan Uzbekistan. "Jurnalis di Uzbekistan tidak bisa bekerja dengan bebas. Rekan pemberani yang selalu melaporkan untuk uznews.net selalu terancam bahaya, ditangkap, diadili, atau bahkan dibunuh," ungkap Bukharbaeva.

Portal berita uznews.net dan banyak laman internet independen di Uzbekistan hanya bisa diakses dengan jalan tikus, karena jalur resminya diblokir. "Sekitar 8000 orang mengunjungi laman kami per harinya. Yang dari Uzbekistan sekitar 300, tapi orang-orang ini punya izin tertentu. Mereka kebanyakan diplomat atau anggota pemerintah. Mereka mengawasi apa yang kami lakukan," kata Bukharbaeva. Menurutnya, tidak ada harapan bahwa situasinya akan membaik. "Akan lebih buruk. Diktator Islam Karimov sudah berkuasa lebih dari 20 tahun, dan jumlah kejahatannya yang dilakukan terhadap rakyat terus meningkat."

Teknologi Sensor dari Cina dan Negara Barat

"Sebagian teknologi sensor internet berasal dari Cina," tutur Spielkamp. Namun tidak banyak diketahui bagaimana teknologi itu bisa ditransfer. Selain itu, perusahaan Amerika Serikat, Perancis dan Jerman juga ikut andil mengembangkan teknologi sensor internet. "Sudah sering dikritik bagaimana Siemens mengekspor teknologi pengawasan SMS ke Iran," kata Spielkamp. Saat ini di Amerika Serikat dan Eropa terdapat gagasan dan RUU yang membatasi ekspor teknologi semacam itu.

Meningkatnya sensor terhadap intenet bisa memicu hilangnya world wide web. Yang ada tinggal jaringan regional. "Terdapat metode yang berbeda di banyak negara. Jika pemerintah berhasil, maka akan tercipta situasi di mana orang-orang percaya mereka masih di intenet. Padahal kenyataannya mereka berada dalam intranet negara, yang juga dikontrol."

Bukan Sensor, Tapi Pengawasan

Sensor laman internet merupakan salah satu cara meluaskan pengaruh di dunia maya. Masih ada lagi cara yang lebih jahat. "Terdapat kecenderungan lebih sedikit sensor, tapi lebih banyak pengawasan," kata Matthias Spielkamp. Pemerintah berharap meraup lebih banyak hasil darinya.

Jejaring sosial Facebook dan Twitter
Jejaring sosial Facebook dan TwitterFoto: picture-alliance/dpa

Di Suriah, misalnya, polisi siber berusaha mendapatkan semua kata sandi untuk semua anggota jejaring sosial dan blog. "Jika mereka berhasil, mereka terlebih dulu akan mengawasi tiap-tiap kontak dan hubungan antaranggota," jelasnya. Langkah berikutnya adalah mencuri identitas orang tertentu dan menulis laporan yang memihak pemerintah atas nama orang tersebut. Aksi tersebut, kata Spielkamp, merupakan "propaganda klasik. Melawan komunikasi dengan komunikasi."

Klaus Jansen/Luky Setyarini
Editor: Yuniman Farid