1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

FAO: Flu Burung Masih Mengancam

8 Februari 2008

Badan Pangan Dunia, FAO, mengingatkan kembali bahaya flu burung yang masih merajalela dan mengimbau untuk terus mencermati ancaman bahaya flu burung yang kemungkinan terus berlanjut.

https://p.dw.com/p/D4VZ
Papan peringatan adanya bahaya flu burung di NürnbergFoto: AP

Badan Pangan Dunia, FAO, mengingatkan kembali bahaya flu burung yang masih merajalela. Sampai kasus terakhir bulan Januari di Indonesia, tercatat 353 korban dari 14 negara terkena infeksi virus H5N1. Dari jumlah tersebut, 221 orang meninggal.

Sejak Desember sejumlah ternak di 15 negara di dunia diindikasikan terkena virus flu burung. Karin Schwabenbauer, dokter hewan dari FAO mengungkapkan, kasus flu burung terbaru juga terjadi di beberapa tempat di Jerman, yaitu, di dekat Schwandorf, Nürnberg, dan terakhir tiga kasus di Brandenburg.

Namun menurut FAO, kontrol dan turun tangan politik di Jerman dan kawasan Eropa Barat pada umumnya, cukup baik. Penyebab penyebaran virus flu burung H5N1 di kawasan Eropa masih dipertanyakan. Namun menurut Karin Schwabenbauer, pembawa virus ini sangat gesit.

Virus H5N1 yang kita hadapi saat ini, memiliki kemampuan sangat tinggi menjangkiti penyakit kepada manusia, melebihi virus influenza burung yang kita kenal saat ini. Juga mampu menjangkiti binatang menyusui lainnya. Membunuh kucing. Seperti terjadi di Rügen. Virus ini terdapat di Indonesia dan Rumania.

“Selalu terjadi kasus berulang, di mana virus H5N1 ini hinggap di binatang menyusui. Juga mampu beraksi lain di dalam tubuh. Pokoknya virus ini memiliki kemampuan beradaptasi luar biasa.”

Pemindahan dari manusia ke manusia masih belum bisa dilakukan virus H5N1. Tetapi FAO meramalkan, di masa mendatang tendensi ke arah itu sangat mungkin dan pandemi pada manusia bisa terjadi setiap waktu.

Situasi kontrol terhadap virus flu burung di banyak negara di kawasan dunia masih mengkhawatirkan. Bahkan di banyak negara epidemi virus flu burung ini telah menyebar di peternakan-peternakan. Seperti diungkapkan Karin Schwabenbauer.

“Indonesia, Mesir dan sebagian kawasan Nigeria, Bangladesh, dan perbatasan India

merupakan daerah-daerah utama. Masalahnya adalah sistem kontrol yang sangat terbatas. Misalnya di Indonesia. Di negara yang luas ini ditemukan berbagai macam struktur beternak, baik peternakan industri maupun peternakan kecil yang tradisional. Sementara sistem kedokteran hewan sangat lemah dan tidak ada tradisi turun tangan dari pemerintahan secara langsung kepada peternak, ketika masalah muncul.“

Kondisi di Indonesia, yang masih dianggap kurang dalam masalah penanganan epidemi flu burung, telah mempersulit dalam mendeteksi keberadaan virus yang sangat berbahaya ini.(ym)