1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Era Baru Satelit Mikro

Conny Borrmann
20 Maret 2021

Satelit Mikro semakin disadari fungsi dan keuntungannya oleh banyak orang. AS sudah lebih banyak memproduksi, tetapi Eropa juga tidak mau ketinggalan.  

https://p.dw.com/p/3qYA4
Gambar menunjukkan peluncuran roket Space X Falcon 9
Peluncuran roket Space X Falcon 9Foto: Reuters/Social Media

Teknologi dan penerbangan ruang angkasa sudah hal lumrah di zaman modern, seperti halnya listrik dari jaringan. Kita memerlukan satelit, dan itu jadi kunci bagi teknologi masa depan.

Di Uni Eropa 10% aktivitas ekonomi sudah tergantung pada navigasi satelit. Uni Eropa meluncurkan program Copernicus tahun 2014. Satelit-satelitnya memantau bumi dari orbit. Ini adalah proyek yang dibiayai banyak orang. Data yang dikirimkan semua satelit ke bumi akan memungkinan pengembangan aplikasi baru, misalnya piranti lunak untuk meningkatkan efisiensi penggunaan bahan bakar pada kapal laut.

Penggunaan data dari satelit

Data satelit juga bisa digunakan untuk membuat produk-produk yang bisa dipasarkan. Remote Sensing Solutions (RSS) adalah perusahaan yang berpusat di München dan menspesialisasikan diri dalam pengawasan lingkungan.

Ini bukan termasuk industri yang sangat menguntungkan. Tapi Copernicus meningkatkan pendapatan mereka, karena data dari satelit bisa diperoleh gratis, dan bisa diakses siapa saja. Perusahaan itu menggunakan data untuk menghasilkan informasi bernilai tinggi.

Pendiri RSS, Florian Siegert mengatakan, jika data bisa diakses dan murah, seluruh proses pemberian informasi jadi murah juga, dan orang akan lebih bersedia membeli.

Klien mereka antara lain organisasi konservasi lingkungan, seperti WWF, juga pemerintah dari sejumlah negara. Salah satu fokus perusahaan itu adalah, pengawasan dampak penggunaan lahan dan perubahan iklim pada vegetasi.

Satelit Dimensi Baru: Lebih Kecil, Lebih Pintar

Melihat segalanya dengan lebih baik

Satelit bisa menangkap citra dari lahan yang sangat luas. Contohnya, vegetasi di kawasan Sahel bisa dipantau dari musim ke musim.

Florian Siegert mengatakan, "Para astronot bercerita, mereka punya perasaan berbeda terhadap Bumi, jika sudah pernah ditempatkan di ISS. Melihat Bumi dari satelit juga memberikan perasaan serupa. Kita bisa melihat bagaimana situasi di Afrika, atau Amerika Selatan." Pemandangan dari luar angkasa memungkinkan kita melihat hubungan satu sama lain dengan lebih baik, jelas Siegert.

Satelit kecil yang lebih praktis

Satelit Copernicus berukuran besar dan bobotnya berton-ton. Perlu waktu bertahun-tahun untuk membuatnya, dan setiap satelit unik. Banyak komponennya harus dikembangkan secara khusus. Itu membuat satelit mahal. Harga satu satelit bisa ratusan juta Euro.

Berbeda dengan satelit kecil. Ukuran satelit kecil bisa hanya sebesar botol kecap yang berisi sekitar 600ml. Peluncuran satelit-satelit kecil jadi awal era baru. Walaupun murah, mereka menyediakan layanan penting.

Planet Labs adalah perusahaan di San Francisco yang memproduksi citra Bumidengan menggunakan foto-foto dari satelit kecil. Mahasiswa di seluruh Eropa berusaha membuat satelit-satelit tersebut.

Satelit nano

Salah satu kelas satelit kecil adalah satelit nano. Sebuah tim di Universitas Teknik Berlin membuat proyek untuk menempatkan empat satelit sehingga memungkinkan transfer data dalam jumlah besar secara cepat. Keempat satelit itu diluncurkan dua tahun lalu.

Satelit-satelit kecil punya potensi untuk merevolusi pengawasan bumi, juga telekomunikasi global. Perusahaan startup Smart Small Satellite Systems beroperasi sesuai namanya. Satelit kecil berbentuk kubus buatan mereka bisa saling bertukar informasi tentang orientasi mereka, sehingga bisa mencapai arah yang diinginkan. Harga satu buahnya ratusan juta Rupiah.

Prof. Klaus Schilling, kepala bidang Robotik dan Telematik di Universitas Würzburg mengungkap, "Perkembangan ini dimungkinkan oleh adanya komponen elektronik berukuran kecil.” Dijelaskan pula, mungkin ukuran satelit jadi semakin kecil, tapi bukan berarti performa mereka semakin berkurang. Beberapa satelit berukuran kecil bisa digunakan, dan harganya sama seperti satu yang berukuran besar.

Punya banyak fungsi

Sejauh ini, perusahaan Smart Small Satellite Systems sudah meluncurkan empat satelit kubus. Mereka terbang dalam formasi, untuk menguji topologi 3D guna pengukuran ilmiah.

Untuk melakukannya, mereka saling berkomunikasi, bernegosiasi dan mengorganisir posisi mereka secara otonom. Tes ini adalah langkah signifikan menuju pewujudan konfigurasi satelit 3D yang cerdas.

Salah satu aplikasinya berfungsi untuk memetakan penyebaran abu yang keluar setelah erupsi gunung berapi. Itu bernilai tinggi bagi penerbangan komersial. Sateli kecil biasanya diracik dengan komponen standar, sehingga mudah dibuat dalam jumlah besar. Juga jika perlu mengganti komponen, tinggal dilihat tujuan penggunaannya.

AS sudah lebih maju

SpaceX berencana mengirimkan 12.000 satelit kecil ke orbit, sebagai bagian proyek Starlink, untuk menyediakan internet di lokasi terpencil di dunia. Proyek-proyek besar seperti itu mendorong otomatisasi manufaktur satelit, dan bisa dibandingkan dengan apa yang terjadi di bidang industri mobil. Dalam hal ini, perusahaan di AS sudah lebih maju dari perusahaan di Eropa.

Perusahaan bernama Rocket Factory Augsburg ingin ikut ambil bagian. Mereka mengembangkan peluncur bagi satelit-satelit kecil. Yaitu roket kecil yang dirancang spesial untuk tujuan itu.

Hingga sekarang, satelit-satelit kecil harus ikut roket besar jika akan diluncurkan di luar angkasa, misalnya Ariane. Itupun jika ada tempat. Biayanya tidak mahal, tapi waktu tunggunya bisa sangat panjang.

Ongkos pembuatan murah

Jörn Spurmann dari dewan pimpinan Rocket Factory Augsburg mengatakan, peluncur roket yang besar ibaratnya sebuah bus. Harus menunggu, sampai semua orang ada di bus. Sementara peluncur kecil ibaratnya taksi. Bisa membawa orang ke mana saja, secara efisien dan murah. "Itu bagus jika ingin membuat konstelasi satelit," tambahnya.

Sekarang sekitar 100 perusahaan membuat peluncur satelit kecil. Tiga berbasis di Jerman termasuk Rocket Factory Augsburg, yang berusaha menyediakan "peluncur satelit yang terjangkau dan fleksibel".

Sekali peluncuran satelit kecil biayanya 170 milyar Rupiah. Sedangkan dengan Ariane, biayanya 13 kali lipatnya. Untuk menjaga agar biaya tetap murah, peluncur menggunakan banyak komponen standar yang digunakan pada industri mobil.

Tapi perusahaan merancang sendiri sistem tenaga penggerak, dan mencetak banyak bagiannya dengan pencetak 3D. Pelucur seperti bagi roket Ariane sangat rumit dan banyak bagiannya beharga mahal karena dibuat khusus. Pembuatannya juga makan waktu.

Produksi lebih singkat

Sedangkan start up Rocket Factory Augsburg ingin menyelesaikan peluncur pertama hanya dalam tiga tahun. Ahli roket dari perusahaan itu, Stefan Brieschenk mengatakan, perusahaannya tidak akan rugi, jika ada satu peluncuran tiap bulan. Tapi mereka ingin ada peluncuran tiap minggu.

"Segalanya harus terindustrialisasi dan terotomatisasi, sehingga tidak jadi sesuatu di luar perkiraan. Terbang dari Bremen ke München sekarang urusan kecil. Tapi seratus tahun lalu, itu masalah besar. Kami ingin mencapai itu, tapi bagi roket."

Alat peluncur satelit kecil akan membuat satelit lebih murah untuk ditempatkan di orbitnya. Sehingga bisa berpotensi membuka ruang angkasa untuk hal-hal baru. (ml)