1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Diskriminasi, Masih Ada

Amiruddin al Rahab21 Maret 2016

Diskrimasi masih ada. Di Indonesia, apakah pemerintah berusaha mengatasinya, berdiam atau malah mentolerirnya? Melawan sikap diskriminatif di Indonesia adalah perjuangan sepanjang hayat. Perspektif Amiruddin al Rahab.

https://p.dw.com/p/1IETh
Gambar ilustrasi
Foto: picture-alliance/empics

Perilaku diskriminasi adalah tantangan serius dunia saat ini. Di berbagai belahan dunia muncul kelompok-kelompok dan bahkan tokoh-tokoh mengopinikan sikap dan perilaku diskriminatif tersebut.

Begitu pula di Indonesia, perilaku diskriminatif masih ada. Berkembangnya demokrasi dan wacana hak asasi manusia di Indonesia belum mampu menghilangkan sikap dan perilaku diskriminatif tersebut.

Sikap dan perilaku diskrimintaif di Indonesia berjalan dalam dua model. Pertama, perilaku yang ditunjukkan oleh komunitas-komunitas tertentu terhadap komunitas lain yang berbeda paham atau orientasi religiusitas, politik ataupun etnik. Kedua, yaitu tindakan diskriminatif yang didukung oleh otoritas-otoritas politik lokal terhadap beberapa kelompok yang secara sosiologis bisa disebut “minoritas”.

Model pertama itu membiak dalam ruang demokrasi, karena mereka memanfaatkan alam demokrasi untuk menunjukkan diri. Kelompok seperti ini melakukan tindakan langsung ketika ada kelompok lain yang tidak sehaluan dengan mereka. Kita mudah menemukannya di Indonesia saat ini, karena mereka tersebar di berbagai tempat. Sekedar menyebut contoh, terjadi di Madura dan Bangka-Belitung. Sekelompok orang dengan paham tetentu, menyerang kelompok lain yaitu kelompok Ahmadiyyah, dengan tujuan agar orang-orang Ahmadiyyah tersebut pergi atau tersingkir dari kediamannya.

Model kedua menjalar dalam otoritas-otoritas pemerintahan daerah, khususnya kabupaten. Ratusan Peraturan Daerah (Perda) saat ini dibuat oleh berbagai Kabupaten yang ditengarai bernuansa diskriminatif dan menyingkirkan kelompok-kelompok masyarakat dan atau perempuan. Sebagai contoh, bisa disebutkan ada di Aceh, dan juga di beberapa kabupaten di Jawa Barat. Pemerintah pusat belum mampu membendung kecenderungan itu, meskipun sudah menyatakan Perda yang diskriminatif tidak boleh ada. Tetapi gejala itu berjalan terus.

Dalam realitasnya sikap dan perilaku diskriminaatif di Indonesia merentang mulai dari isu hak-hak kelompok minoritas, etnis, agama, ekonomi, perempuan, sampai isu LGBT.

Jadi, yang menjadi tantangan Indonesia kini dan di masa datang adalah bagaimana kualitas demokrasi yang terus berkembang mampu untuk menghilangkan sikap dan perilaku diskriminatif tersebut.

Sesungguhnya Indonesia memiliki modal yang kuat untuk menghilangkan sikap dan perilaku diskriminatif, baik yang dilakukan oleh kelompok-kelompok masyarakat, maupun oleh perangkat pemerintah sendiri.

Modal itu adalah Konstitusi Indonesia yang menjamin perlakuan setara bagi setiap warga negara. Bukan itu saja, saat ini Indonesia memiliki lembaga HAM, seperti Komnas HAM, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan. Juga Indonesia sudah meratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik dan Kovenan Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Namun, modal formal itu belum cukup, sebab Indonesia begitu multi-etnik dengan ratusan etnis yang tersebar dan terpencar di belasan ribu pulau. Begitu pula, keyakinan religius masyarakat Indonesia adalah terdiri dari agama-agama besar dan adanya keyakinan-keyakinan leluhur yang berkembang saling-silang di antara ratusan etnik yang mendiami ribuan pulau itu.

Melihat karakter masyarakat Indonesia yang seperti itu, tentu dibutuhkan perhatian yang serius sepanjang waktu oleh pemerintah dan tokoh-tokoh publik agar perilaku dan sikap diskriminatif dapat terkikis. Singkatnya, melawan sikap dan perilaku diskriminatif di Indonesia adalah perjuangan sepanjang hayat.

Blogger: Amiruddin Al Rahab
Foto: Al Rahab

Tidak boleh ada waktu lengah. Sedikit saja pemerintah abai, sikap dan perilaku diskriminatif mudah terjadi. Baik didorong oleh kelompok tertentu, maupun oleh kecerobohan aparatur pemerintah itu sendiri.

Jadi, diskriminasi di Indonesia masih ada. Oleh karena itu yang harus paling depan melawan sikap dan perilaku diskriminasi di Indonesia adalah pemerintah dan kelompok-kelompok masyarat yang menyakini demokrasi dan HAM adalah senjata untuk mereduksi akibat buruk dari tindakan diskriminasi tersebut.

Penulis:

Amiruddin al Rahab adalah analis Politik dan Hak Asasi Manusia, saat ini Direktur Komunikasi Institut Riset Sosial dan Ekonomi.

@amir_alrahab

*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.

Kami tunggu komentar Anda.