1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
EkonomiRusia

Dihantam Sanksi Berat, Mengapa Ekonomi Rusia Tetap Stabil?

23 Februari 2023

Uni Eropa dan AS memberlakukan berbagai sanksi ekonomi berat terhadap Rusia. Tetapi Rusia masih bisa meraup keuntungan besar dari penjualan minyak dan gas ke Asia.

https://p.dw.com/p/4Nrxa
Setelah Starbucks keluar dari Rusia, Cafe di Moskow ini berganti nama menjadi "Stars"
Setelah Starbucks keluar dari Rusia, Cafe di Moskow ini berganti nama menjadi "Stars"Foto: Dmitry Korotaev/AA/picture alliance

Pada hari-hari pertama setelah invasi Rusia ke Ukraina setahun yang lalu, ekonomi Rusia memang sempat goyah. Sekutu Barat, yang dipimpin oleh AS dan Uni Eropa, menjatuhkan sanksi berat terhadap perdagangan dan sistem keuangan negara itu. Nilai tukar mata uang Rubel sempat anjlok ke rekor terendah terhadap dolar AS. Bursa saham Moskow langsung ditutup selama beberapa hari, dan bank sentral Rusia menggandakan suku bunga untuk mencegah larinya dana dari dalam negeri ke luar negeri.

Dalam sebuah pernyataan, para pemimpin Uni Eropa menggambarkan "konsekuensi serius dan parah" yang akan dihadapi Rusia karena sanksi itu. Para pengamat ekonomi memperkirakan akan terjadi penurunan besar dalam PDB. Beberapa minggu setelah sanksi diberlakukan, Gedung Putih mengatakan dalam sebuah pernyataan: "Para ahli memperkirakan PDB Rusia akan menyusut hingga 15 persen tahun ini, menghapus keuntungan ekonomi selama lima belas tahun terakhir."

Namun ternyata, semua itu tidak terjadi. Perekonomian Rusia memang menghadapi tantangan berat selama 12 bulan terakhir, namun performa ekonominya tetap baik, jauh lebih baik daripada yang diperkirakan oleh Barat. Alexandra Vacroux, direktur eksekutif Pusat Studi Rusia dan Eurasia Davis di Universitas Harvard mengatakan kepüda DW, penyusutan ekonomi Rusia "jauh lebih sedikit daripada 10% hingga 15% yang dibicarakan orang pada awal perang." Badan statistik resmi Rusia minggu ini mengatakan perekonomian hanya mengalami kontraksi sebesar 2,1% pada tahun 2022.

Chris Weafer, yang pernah bekerja di Rusia selama 25 tahun sebagai penasihat investasi dan ahli strategi, mengatakan pada bulan-bulan awal setelah invasi memang ada banyak kepanikan di Rusia tentang ekonomi. Bukan hanya karena sanksi, tetapi juga karena banyak perusahaan asing yang meninggalkan Rusia. "Ada spekulasi bahwa hilangnya rute perdagangan dan logistik akan sangat memukul manufaktur. Jadi sekitar waktu itu, saya sangat pesimis tentang prospek ekonomi untuk tahun 2022," katanya kepada DW. Namun pada bulan Mei 2022 prospeknya ternyata membaik dengan cepat. "Anda bisa melihat bahwa prediksi terburuk tidak akan terjadi."

Pasar baru di Asia 

Alasan lain mengapa ekonomi Rusia tetap kokoh adalah menguatnya hubungan dagang Rusia dengan Asia, terutama dengan Cina dan India. Selain volume perdagangan bilateral meningkat, Rusia juga bisa mendapatkan produk-produk Barat yang tidak masuk dari Eropa dan AS melalui "negara-negara pihak ketiga” seperti Cina, India, dan negara-negara Asia lainnya.

Alexandra Vacroux mengatakan, Cina adalah "pemenang besar," dari situasi ini. Pergangan bilateral dengan Rusia melonjak, dan Moskow juga makin tergantung pada Beijing. Sebenarnya "Cina tidak terlalu peduli dengan Rusia," katanya, karena perdagangan dengan Rusia hanya 3% dari seluruh perdagangan Cina.

Situasi Rusia sebaliknya, karena makin tergantung dari Cina. Itu sebabnya, Cina sekarang berani menegur Rusia, misalnya ketika Xi Jinoping mengatakan kepada Putin: "Anda tidak dapat menggunakan senjata nuklir di Ukraina. Jangan lakukan itu." Dan Rusia benar-benar harus mendengarkan, kata Vacroux.

Situasi 2023 bakal lebih sulit bagi Rusia

Ekspektasi ekonomi Rusia pada tahun 2023 bervariasi. Dana Moneter Internasional IMF memperkirakan ekonomi negara itu akan tumbuh pada tahun 2023 sebesar 0,3%. Sementara, beberapa pihak lain memperkirakan akan ada penurunan sampai 2%.

Menurut penelitian yang dilakukan mingguan Inggris The Economist, penjualan minyak mentah Rusia tetap tinggi, terutama didorong oleh permintaan dari Cina dan India. Di lain pihak, Rusia juga harus menjual gas dan minyaknya dengan harga rendah, karena perlu uang.

Chris Weafer yakin bahwa sanksi UE yang baru, yang dimulai pada 5 Februari dan menargetkan produk diesel dan produk olahan lainnya, merupakan momen kunci yang potensial.

"Ada tanda tanya besar tentang berapa banyak uang yang akan diperoleh Rusia dari ekspor hidrokarbon dan industri ekstraktif tahun ini,” katanya. "Dan itu pasti akan jauh lebih sedikit dibandingkan tahun 2022, itu sudah pasti."  (hp/yf)