1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Denmark Tempatkan Petugas Pengawas di Perbatasan

6 Juli 2011

Denmark telah memulai pengawasan yang kontroversial di perbatasan dengan Jerman dan Swedia, dengan alasan memerangi imigrasi ilegal dan kriminalitas internasional.

https://p.dw.com/p/11q6l
Denmark perketat pengawasannya di perbatasanFoto: picture-alliance/dpa

Komisi Eropa, pemerintah Jerman dan negara-negara lainnya mengritik keputusan tersebut. Menurut mereka pengawasan itu melanggar Perjanjian Schengen. Harian Perancis Dernières Nouvelles d'Alsace menulis:

„Kopenhagen masih saja mencoba meyakinkan mitranya, bahwa pengawasan di perbatasan dimaksudkan untuk sekedar memerangi penyelundup gelap serta memberantas imigrasi ilegal. Namun situasinya semakin memanas. Di negara tetangga Jerman, dimana sejumlah politisi menyerukan kepada warganya memboikot liburannya ke Denmark, kemarahan tidak surut. Dengan melanggar Perjanjian Schengen, negara itu, di bawah pimpinan Lars Rasmussen, semakin menunjukkan kelemahannya. Ini pertanda bagi mitra lainnya di dalam Uni Eropa, bahwa begitulah situasinya jika sebuah pemerintahan tergantung pada ekstremis kanan yang anti orang asing.“

Kemudian harian Denmark Jyllands-Posten berkomentar:

„Denmark menyajikan sebuah hiburan lucu di musim panas ini. Nampaknya pemerintahannya tidak akan bisa keluar lagi dari perangkapnya sendiri dan menipu pemerintah Eropa lainnya. Di luar itu, di dalam negeri, Perdana Menteri Lars Rasmussen bermasalah dengan kubu ekstremis kanan yang memprakarsai pengawasan di perbatasan. Rasmussen harus memilih, apakah ia mendahulukan populis kanan atau Eropa. Dengan hormat bila diperkanankan, kami mengusulkan untuk memilih Eropa.“

Semenatara harian liberal Austria Der Standard yang terbit di Wina menulis:

„Petugas pengawas perbatasan yang ditempatkan pemerintah Denmark di jalanan dan perahu besar, mereka sebenarnya tidak dididik untuk melakukan penjagaan di perbatasan. Menyedihkan sekali melihat para pengawas itu, karena mereka menggambarkan ketidakmampuan Rasmussen melawan provokasi ekstremis kanan. Kubu ekstremis kanan menjamin dukungan mayoritas bagi Rasmussen. Sementara Rasmussen, secara simbolis memberikan dukungan politik kepada ekstremis kanan, walaupun tidak ada nilainya. Tetapi seolah-olah merupakan sarana yang tepat demi mengatasi migrasi ilegal serta memberantas kriminalitas yang semakin meningkat. Semua itu sebenarnya bukan alasan untuk menjatuhkan Eropa.“

Lalu harian Jerman Stuttgarter Nachrichten menulis:

„Eropa, khusunya Jerman, sebaiknya tidak terlalu meributkan kenyataan, Denmark melakukan pengawasan di perbatasan. Pemerintah Denmark melancarkan politik simbolik, karena tergantung pada partai populis kanan dan harus mengumpulkan suara pemilih. Selambat-lambatnya November mendatang akan dibentuk parlemen baru di Kopenhagen dan mungkin situasinya akan berubah.“

Tema lain yang juga menjadi sorotan mendia internasional adalah internvensi militer internasional di Libya. Harian Perancis Le Monde menulis:

„Kalau percaya pada pernyataan-pernyataan yang dilontarkan sejumlah pemimpin militer Perancis, neracanya membuat putus asa. Di dalam NATO, Eropa sendirian dengan pendiriannya dan semakin menunjukkan ketidakmatangannya. Mengenai sasaran operasi NATO, Eropa terpecah-belah. Kecuali Inggris dan Perancis. Di antara negara-negara Eropa tidak ada komunikasi terkait level operasi yang perlu dilancarkan. Tidak ada training dan perlengakapan militer yang memadai. Yang terburuk adalah, Inggris dan Perancis akan kehabisan sarana dan munisi, karena sejak beberapa tahun ini anggaran militernya telah dipangkas. Sejak awal abad ke-21 Eropa ibaratnya cebol militer. Dan, itu terjadi di saat dimana kawasan Arab semakin tidak stabil.“

Andriani Nangoy/afpd/dpa Editor: Hendra Pasuhuk