1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sistem Pemilu Jerman

Dick Wolfgang9 September 2013

Meski menjadi buah bibir, nama kandidat utama masing-masing partai tidak akan tercantum di kartu suara. Karena dalam pemilihan partai lah yang dipilih.

https://p.dw.com/p/19eGN
Foto: picture alliance / dpa

"Jika bukan anggota sebuah partai, kesempatan untuk duduk di parlemen menjadi salah satu dari 600 orang anggota parlemen, sangatlah tipis“. Jelas seorang pemandu di gedung parlemen kepada seorang pengunjung remaja yang bertanya : bagaimana caranya menjadi seorang politisi di Jerman.

Tanpa dukungan partai – secara perseorangan, agar bisa duduk di dewan perwakilan rakyat, memerlukan banyak persetujuan. Undang-undang dasar Jerman memang menyebutkan “Partai-partai politik ikut berperan dalam pengambilan keputusan“. Meskipun demikian, para pakar ilmu politik di Jerman mengakui bahwa partai partai politik tidak hanya ikut berperan mengambil keputusan, melainkan mereka memutuskan sendiri, siapa yang boleh berpolitik. Hal tersebut terkait dengan sistem pemilu Jerman yakni menyangkut suara pertama dan suara kedua. Berikut penjelasannya :.

Yang diperbolehkan memilih adalah laki-laki dan wanita berkebangsaan Jerman berusia minimal 18 tahun. Saat ini terdapat sekitar 61,8 juta pemilih di Jerman termasuk sekitar 3 juta pemilih pemula. Angka ini diperoleh dari jawatan statistik Jerman yang pimpinannya juga merupakan ketua penyelengggara pemilu Jerman.

Seluruh partai yang akan ikut pemilu diharuskan memperkenalkan diri kepada ketua penyelenggara pemilu. Selama partai-partai politik tersebut mengakui keabsahan konstitusi, demokrasi serta prinsip-prinsip negara hukum, mereka tidak boleh ditolak ikut dalam pemilu. Walaupun bagi sebagian orang visi dan misi mereka mungkin belum jelas. Dengan begitu, pada hari pemilihan tanggal 22 September 2013 terdapat 34 partai politik yang bisa dipilih. Saat ini 6 partai terwakili di parlemen Jerman : CDU dan CSU, SPD, FDP, Partai Hijau dan partai kiri Die Linke.

Aturan pemilu handal sejak 60 tahun

Secara teoritis baik partai besar maupun partai kecil bisa terwakili di parlemen. Tapi, karena di negara demokrasi aturan harus dietapkan oleh suara mayoritas, akibatnya semakin banyak partai kecil membentuk koalisi.

Tapi para pendiri negara federal republik Jerman mengkhawatirkan terulangnya susana kacau seperti yang terjadi di era 1920 an, dengan dampak dijatuhkannya keputusan fatal. Mereke menghendaki, lewat sebuah pemilu terlihat orientasi dasar yang jelas bagi parlemen dalam empat tahun mendatang serta sedapat mungkin menjamin terciptanya pemerintahan yang stabil.

Untuk itu diberlakukan sebuah aturan bahwa partai politik hanya bisa terrwakili di parlemen jika bisa meraih suara lebih dari lima persen. Aturan pemilu ini disebut "Fünf-Prozent-Hürde" atau perolehan suara minimal lima persen.

Selain itu, melalui aturan ini diharapkan bisa tercipta gabungan antara sistem pemilihan mayoritas dan berimbang. Sehingga pemilu tak selalu terkait partai-partai anonim yang kandidatnya ditetapkan melakukan negosiasi internal. Akan tetapi warga juga hendaknya dapat memilih politisi secara langsung.

Idenya: Kandidat lokal dari daerah pemilihan, seringkali menunjukkan bagaimana sebagai politisi berjuang untuk masyarakatnya. Hal tersebut menciptakan kedekatan politik ini. Di Jerman terdapat 299 daerah pemilihan dimana kandidat partai bisa mencalonkan diri untuk dipilih secara langsung. Terkait hal tersebut terdapat dua bagian di kartu suara, yakni suara pertama dan suara kedua. Sistem pemilihan dua suara ini hanya sedikit mengalami perubahan selama 60 tahun terakhir.

Kartu suara untuk dua suara.

Realitanya setiap warga negara Jerman memiliki dua suara. Dengan suara pertama, mereka memilih langsung politisi dari sebuah partai di daerah pemilihan, yang mereka anggap sebagai perwakilan terbaik di parlemen. Jadi ini pemilihan kandidat langsung. Dari setiap daerah pemilihan, hanya seorang calon yang meraih suara terbanyak yang akan duduk di parlemen. Dalam hal ini berlaku prinsip suara terbanyak.

Suara kedua sebenarnya merupakan suara terpenting. Dengan suara kedua, pemilih memilih sebuah partai. Semakin banyak suara yang diraih oleh suatu partai maka semakin kuat posisi partai tersebut di parlemen dan semakin banyak anggota parlemen yang mereih kursi.

Dalam hal ini pemilih bertindak sebagai penentu komposisi partai di parlemen. Tergantung pada jumlah perolehan suara, setiap partai bisa tetap ikut bersaing dalam pemilu. Hanya partai yang memperoleh suara kurang dari lima persen yang tak lagi memiliki kesempatan untuk bersaing.

Dari hasil perolehan suara pertama dan kedua, masing-masing separuh, tercapai jumlah keseluruhan anggota parlemen yang akan duduk di parlemen hasil pemilihan. Mereka inilah yang nantinya akan memilih kanselir Jerman.