1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

AS dan Korea Selatan Tegaskan Aliansi

Christina Bergmann9 Mei 2013

Presiden Obama dan Presiden Park Geun Hye menyampaikan kekhawatiran tentang provokasi Korea Utara. Kedua politisi juga tegaskan kemitraan lebih erat.

https://p.dw.com/p/18Upu
Barack Obama and South Korea's President Park Geun-hye depart a joint news conference in in Washington, May 7, 2013. REUTERS/Kevin Lamarque
Obama dan Park Geun HyeFoto: Reuters

Sejak 60 tahun Amerika Serikat dan Korea Selatan membangun aliansi. Sejak perang Korea berakhir, Amerika menjamin keamanan Korea Selatan. Ketika menerima kunjungan Presiden Korea Selatan Park Geun Hye di Washington, Barack Obama menerangkan: ”Jika Pyongyang menganggap bisa memisahkan Korea Selatan dan AS melalui provokasinya, atau jika mereka percaya citra internasionalnya terangkat, ini adalah bukti bahwa Korea Utara sekali lagi gagal”.

Obama memuji kerjasama internasional kedua negara, misalnya dalam misi militer di Afghanistan, dalam latihan militer gabungan dan dalam perjanjian perdagangan bebas yang dibuat 2012. Obama mengatakan, perjanjian perdagangan bebas itu sudah menunjukkan dampak positif. Perdagangan kedua negara dalam bidang pertanian dan otomotif meningkat tajam.

Tapi kalangan pengamat masih meragukan dampak perjanjian perdagangan bebas itu. Scott Snyder dari Council on Foreign Relations menyatakan, masih terlalu dini untuk menilai perjanjian perdagangan bebas. "Angka-angka perdagangan memang menunjukkan kenaikan, tapi tidak terlalu signifikan. Jadi masih sulit menunjukkan dampak konkrit dari perjanjian perdagangan bebas ini.”

Saling Percaya

Menurut Snyder, perjanjian perdagangan bebas itu sebenarnya adalah sinyal politik kedekatan kedua negara. Karena AS dan Korea Selatan terutama melakukan kerjasama militer menghadapi ancaman dari Korea Utara. Dalam kerjasama ini, Korea Selatan makin percaya diri.

Mulai 2015, Korea Selatan akan mengambil alih komando militer seandainya terjadi perang. Sebelumnya, komando militer dipegang oleh Amerika Serikat. Ini tidak berarti bahwa Amerika akan menarik tentaranya dari Semenanjung Korea. ”Diskusi yang berlangsung tidak membicarakan penarikan pasukan. Melainkan pengalihan status pasukan AS, dari status pemegang komando menjadi status satuan pendukung”, kata Scott Snyder.

Nicholas Eberstadt dari American Enterprise Institute menilai, politik yang dijalankan Presiden Korsel Park Geun Hye memang tidak jauh berbeda dengan politik Obama. "Sikap Presiden Park menghadapi Korea Utara cukup tegas. Ia memberi kepercayaan kepada militer Korea Selatan untuk bereaksi terhadap provokasi dari Korea Utara tanpa perlu mempertimbangkan dampak politik.” Baik Washington maupun Seoul menyadari, bahwa hubungan dengan Korea Utara hanya bisa diperbaiki melalui langkah-langkah kecil.

Perlu Perspektif Baru

Bagi Amerika Serikat, Korea Selatan adalah mitra terpercaya. AS masih punya pangkalan militer besar di negara itu. Namun Gedung Putih juga menyadari, harus ada perspektif baru dalam hubungan ini. Selain hubungan militer, kedua negara juga harus membangun kerjasama ekonomi dan menjadi mitra di kancah internasional.

Tapi ada juga masalah, misalnya ambisi nuklir Korea Selatan. Pengamat politik Scott Snyder menuturkan: ”Korea Selatan ingin punya fasilitas pengolahan dan pengayaan atom. Amerika Serikat tidak setuju, karena ini adalah salah satu sengketa utama dengan Korea Utara.” Selain itu, Korea Selatan menuntut agar tenaga kerja berkualifikasi mendapat kemudahan visa kerja di Amerika Serikat.

Apakah aliansi Amerika Serikat dan Korea Selatan bisa bertahan, jika Korea Utara sebagai musuh bersama tidak ada lagi? Menurut Nicholas Eberstadt, para pemimpin Amerika dan Korea harus mencari dasar baru dalam membangun kerjasama dan meyakinkan penduduk tentang pentingnya kemitraan itu. Sampai saat ini, Amerika Serikat dan Korea Selatan menjadi dekat karena ada musuh bersama.