1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Arab Saudi: Maut Mengintai di Perbatasan

Kersten Knipp
23 Agustus 2023

Pembantaian terhadap pengungsi Etiopia di perbatasan Saudi dan Yaman dijalankan secara sistematis, lapor Human Rights Watch. Tuduhan ini bukan pertama kali dilayangkan terhadap monarki di Riyadh.

https://p.dw.com/p/4VTSM
Pengungsi Etiopia di perbatasan Arab Saudi dan Yaman
Pengungsi Etiopia di perbatasan Yaman menuju Arab SaudiFoto: Khaled Abdullah/REUTERS

Ratusan, mungkin ribuan pengungsi Etiopia tewas ditembak di perbatasan antara Arab Saudi dan Yaman sejak Maret 2022 hingga Juni 2023, lapor organisasi HAM, Human Rights Watch (HRW), awal pekan ini. 

Laporan itu disusun dari keterangan 43 orang saksi mata yang disertai sejumlah bukti lain.  

HRW mengaku sudah mendokumentasikan pembunuhan terhadap pengungsi sejak 2014. Namun situasinya meruncing sejak beberapa bulan terakhir. Aparat keamanan Saudi dituduh sengaja menjalankan provokasi. 

"Pola penganiayaan berubah dari penembakan sporadis menjadi pembunuhan sistemik yang digunakan secara luas,” kata Sam Dubberley, Kepala Laboratorium Investigasi Digital di HRW. Menurutnya, jumlah korban bisa berkisar antara ratusan hingga ribuan jiwa. 

"Saksi mata memberitakan tentang seragam militer secara detail, yang mengarah kepada pasukan penjaga perbatasan Saudi,” lanjutnya. Para saksi juga mengaku melihat persenjataan berat dan penggunaan kendaraan angkutan pasukan. "Sebab itu kami berkeyakinan bahwa otoritas Saudi bertanggung jawab.” 

Perang dan kemiskinan 

Kebanyakan pengungsi diyakini berusaha melarikan diri dari kemiskinan ekstrem di kampung halaman. Saudi sejak lama merupakan negara tujuan buruh migran di Tanduk Afrika. Saat ini, 750.000 warga Etiopia tercatat bekerja di Arab Saudi, yang sebagian besar datang secara resmi. 

Namun pengungsi Etiopia, yang tidak mampu membiayai perjalanan udara, harus menempuh jalur darat melalui Yaman.  Saksi mata mengabarkan bagaimana aparat keamanan menembaki pengungsi, bahkan setelah ditahan. Mereka juga menggunakan granat dan bahan peledak sejenis buat menghalau iringan manusia di perbatasan. Sebagian mengisahkan perintah pemerkosaan oleh aparat kepada pengungsi lain yang dibarengi ancaman tembak bagi yang menolak. 

Tidak hanya aparat Saudi, saksi mata juga mengabarkan tindak pemerasan dan penganiayaan oleh milisi etnis Houthi yang memberontak di Yaman Selatan. "Sebagian ditahan di sebuah penjara sampai mereka mampu membayar denda,” kata peneliti HRW, Sam Dubberly kepada DW. 

Tuduhan lama 

Tudingan pelanggaran HAM di perbatasan Yaman dan Saudi bukan kali pertama dilayangkan. Hal serupa sudah diperingatkan oleh Dewan HAM PBB kepada monarki di Riyadh. Serupa HRW, PBB mendokumentasikan "pola sistematis pembunuhan lintas batas berskala besar, di mana aparat Saudi menggunakan senjata artileri dan senapan serbu terhadap para migran.” 

Pemerintah Saudi saat itu membantah adanya pembunuhan sistematis di perbatasan. "Karena informasi yang terbatas, Kerajaan tidak menemukan adanya informasi atau bukti yang memperkuat atau membenarkan tuduhan tersebut,” 

Saudi juga menilai tuduhan HRW "tidak berdasar,” kata seorang pejabat Saudi secara anonim kepada kantor berita AFP. Adapun, pertanyaan yang diajukan DW kepada perwakilan Saudi di Jerman belum dijawab hingga berita ini diturunkan.  

Kehati-hatian sebaliknya muncul dari Etiopia yang banyak bergantung pada Saudi secara ekonomi. Kementerian Luar Negeri di Adis Abeba mengklaim akan mempelajari dan menyelidiki dugaan pelanggaran HAM bersama otoritas Saudi. "Spekulasi tidak perlu” sebabnya harus dihindari hingga selesainya penyelidikan oleh kedua negara. rzn/hp