1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Apa Isi Pakta Migrasi Uni Eropa?

Dirk Kaufmann
12 April 2024

Parlemen Eropa akhirnya mengesahkan UU Migrasi yang memperketat penerimaan suaka. Namun, legislasi yang diharapkan bisa membatasi jumlah pengungsi itu dikritik berpotensi melanggar hukum internasional.

https://p.dw.com/p/4ef42
Perahu pengungsi di Lampedusa, Italia
Perahu pengungsi di perairan Lampedusa, ItaliaFoto: Francisco Seco/AP Photo/picture alliance

Setelah perundingan alot selama delapan tahun dengan ke27 negara anggota, Parlemen Eropa akhirnya menyepakati reformasi UU Suaka di Uni Eropa.

Legislasi bernama Pakta Migrasi itu terdiri atas delapan undang-undang yang terutama untuk  membatasi angka pengungsi baru, dan mempercepat proses suaka antara lain dengan menempatkan pos pengajuan suaka di luar wilayah Eropa.

Menurut badan statistik UE, Eurostat, jumlah permohonan suaka yang masuk pada tahun lalu mencapai 1,14 juta kasus. Pada tahun 2022, UE menampung sekitar empat juta pengungsi perang dari Ukraina, menyusul invasi Rusia.

Bagi sebagian, Pakta Migrasi tidak cukup jauh membatasi jumlah pengungsi. Namun untuk pegiat HAM, regulasi yang baru mencuatkan potensi pelanggaran HAM dan hukum internasional.

Bagaimana proses suaka di perbatasan?

Pencari suaka dan pengungsi harus diidentifikasi dengan jelas pada saat kedatangan melalui darat, laut atau udara dalam waktu tujuh hari dan dimasukkan ke dalam bank data biometrik Eropa, Eurodac.

Migran yang datang dari negara dengan tingkat pengakuan kurang dari 20 persen harus bersedia ditahan di perbatasan hingga dua belas pekan. Kamp penampungan ini nantinya akan didirikan di Yunani, Italia, Malta, Spanyol, Kroasia dan Siprus. Di sana akan diputuskan siapa yang dipulangkan ke negara asal. Kapasitas penampungan disyaratkan harus bisa memuat 30.000 orang di seluruh Uni Eropa.

Para migran dari negara-negara dengan tingkat pengakuan suaka yang tinggi harus menjalani prosedur sebagaimana biasanya. Prosedur yang kini masih memakan waktu bertahun-tahun itu harus dipersingkat. Pencari suaka yang ditolak harus dideportasi langsung ke luar wilayah UE.

EU-Tunisia migrant deal too vague to be effective: expert

Solidaritas antarnegara

Selama ini, negara-negara di perbatasan selatan Eropa seperti Italia atau Yunani mendesak adanya pembagian kuota pengungsi. Dalam Pakta Migrasi, ke27 negara sepakat menegakkan "solidaritas wajib." Artinya, negara-negara di timur Eropa seperti Hungaria wajib membayar jika tidak ingin menampung pengungsi. Jumlahnya mencapai 20.000 Euro atau sekitar Rp. 320 juta per kepala.

Namun demikian, pakta solidaritas itu tidak digariskan di dalam undang-undang dan sebabnya harus dinegosiasikan dari kasus per kasus. Jika beban pengungsi sudah dirasa terlalu besar, negara di perbatasan selatan bisa mengumumkan "krisis," yang harus direspons oleh ke-27 negara anggota.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Banyak pencari suaka yang saat ini sudah pindah dari Yunani atau Italia ke Jerman, Austria, Perancis, Belanda atau Belgia. Negara penerima pertama, seperti Italia, sebenarnya wajib menampung  kembali para migran yang permohonan suakanya ditolak. Namun dalam praktiknya, pemulangan tidak dilakukan. Pakta Migrasi memberi insentif bagi migrasi internal, antara lain melalui keseragaman dalam proses dan syarat penerimaan di seluruh UE.

Kenapa sarat kontroversi?

Regulasi yang baru mempermudah negara anggota mendeportasi warga asing. Untuk itu, UE berniat menjalin kerja sama migrasi dengan negara-negara asal untuk menampung kembali pemohon suaka yang ditolak.

Salah satu contohnya adalah perjanjian dengan Tunisia. Dengan janji bantuan ekonomi, Jerman mengamankan kesediaan pemerintah di Tunis untuk menerima kembali warga negaranya.

Pendukung Pakta Migrasi berdalih, regulasi yang lebih ketat dan deportasi kilat akan mengurangi angka migrasi dalam jangka panjang. Diyakini, hanya segelintir yang bersedia menyebrang benua jika berpotensi besar dipulangkan paksa.

Namun di sisi lain, pakta tersebut diragukan akan mampu mengurangi angka kematian pengungsi di Laut Tengah dan malah berpotensi mengusir pengungsi yang justru berhak mendapat perlindungan.

Kini menjadi pertanyaan, bagaimana negara anggota akan menafsirkan Pakta Migrasi setelah disetujui Dewan Eropa pada akhir April nanti. Apakah Italia akan membangun kamp penampungan tertutup di perbatasan? Apakah negara-negara UE di utara dan timur bersolidaritas dan bersedia menampung atau setidaknya membiayai pengungsi?

Pakta Migrasi UE masih harus diadopsi ke dalam legislasi nasional di masing-masing negara yang diperkirakan bakal memakan waktu hingga dua tahun.

rzn/as