1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Aktivis Iklim Jerman: “Negara-negara Kaya Harus Membayar”

18 November 2022

Luisa Neubauer, aktivis Fridays for Future Jerman, mengatakan para pemimpin dunia tidak sadar betapa besarnya ketidakpercayaan negara-negara miskin pada konferensi iklim COP27 di Mesir.

https://p.dw.com/p/4Jg6s
Aktivis Fridays for Future Jerman, Luisa Neubaue
Aktivis Fridays for Future Jerman, Luisa Neubauer di MesirFoto: Michael Kappeler/dpa/picture alliance

Saat KTT Iklim PBB COP 27 di Mesir memasuki masa-masa akhir, para pemimpin dunia telah membuat berbagai janji, tetapi para aktivis iklim mengatakan yang paling penting adalah jika mereka menepati janjinya. Berbicara dengan DW di Sharm el Sheikh, aktivis Jerman Luisa Neubauer menyatakan prihatin dengan pencapaian hingga saat ini di COP27.

Negara-negara industri kaya yang berpolusi tinggi hingga saat ini memang kelihatannya masih belum tahu jelas apa yang harus mereka lakukan untuk mengatasi krisis iklim, kata Luisa Neubauer, dan negara-negara berkembang dan miskin, yang paling rentan terkena dampak perubahan iklim, sudah "tidak sabar lagi”.

"Orang-orang dari daerah yang paling terkena dampak, dari negara yang paling rentan, mereka tidak punya alasan lagi untuk mempercayai janji keuangan apa pun yang dibuat - yang telah kita dengar selama bertahun-tahun – dari semua pemimpin, satu demi satu, mereka mundur dari upaya untuk memenuhinya," katanya. "Dan orang-orang sudah lelah. Mereka tidak bisa menunggu lagi. Mereka telah kehilangan banyak hal," jelasnya.

Negara-negara berkembang secara tidak proporsional terkena dampak yang menghancurkan dari perubahan iklim. Banyak negara yang telah mengimbau pembentukan dana "kerugian dan kerusakan" oleh negara-negara berpolusi tinggi untuk mengompensasi kehancuran yang disebabkan oleh bencana perubahan iklim. Namun, Amerika Serikat dan Uni Eropa masih ragu-ragu untuk membentuk dana itu.

"Jika konferensi ini dimaksudkan untuk sesuatu, maka ini adalah saat di mana negara-negara kaya benar-benar harus membayar," kata Luisa Neubauer.

Luisa Neubauer (kanan) dan menlu Jerman Annalena Baerbock (kiri)
Luisa Neubauer berbicara dengan menlu Jerman Annalena Baerbock di sela-sela COP27 di MesirFoto: Christophe Gateau/dpa/picture alliance

Memicu krisis yang menyebabkan kehancuran

Aktivis iklim Jerman itu juga mengkritik berbagai kesepakatan gas baru yang dibuat menjelang COP27 di Mesir. Kecenderungan ini malah meningkatkan kekhawatiran tentang munculnya "era baru bahan bakar fosil baru."

Jerman dan negara-negara lain di Eropa memang tengah berjuang untuk mengamankan sumber minyak dan gas alternatif sebagai bagian dari dampak perang Rusia di Ukraina.

"Mereka di satu sisi mengatakan bahwa mereka berkomitmen untuk aksi iklim, untuk mitigasi, kerugian, dan kerusakan, pada saat yang sama merekal memicu krisis yang menyebabkan semua kehancuran," kata Luisa Neubauer. "Itu tidak akan berhasil," tambahnya.

Protes yang makin radikal

Luisa Neubauer juga menentang kritik terhadap aksi-aksi protes baru-baru ini oleh beberapa aktivis iklim yang makin radikal, dengan menempelkan diri mereka pada jalan-jalan dan menyerang karya-karya seni terkenal.

"Ini adalah kerja tim yang hebat yang dilakukan di seluruh planet dengan beberapa dari kami menciptakan gerakan besar, membawa jutaan orang ke jalan, dan menciptakan pemahaman publik tentang apa yang sedang terjadi. Dan ada juga yang lain yang ingin menunjukkan betapa drastis dan radikalnya krisis ini."

Luisa Neubauer selanjutnya mengatakan yang menyebabkan kerusakan sebenarnya adalah tindakan melawan perubahan iklim, berupa kebijakan dan pernyataan-pernyataan politisi.

"Saya berpendapat, bahwa opini publik dirugikan oleh para pemimpin, yang menceritakan semua dongeng tentang krisis yang 'tampaknya bisa menunggu', tentang iklim yang tidak menjadi prioritas utama," katanya.

Sementara para politisi menyatakan bahwa ada masalah lain yang lebih penting yang harus ditangani selain lingkungan, Luisa Neubauer mengatakan: "Satu hal yang kita benar-benar tidak dapat hidup tanpanya, adalah iklim yang stabil."

Wawancara untuk DW dilakukan oleh Ben Fajzullin

(hp/ha)