1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Penegakan HukumIran

Aksi Protes Mahasiswa Iran Menentang Rezim Pemerintah

Shabnam von Hein
8 Oktober 2022

Semakin banyak mahasiswa Iran, termasuk anak sekolah, terus bergabung dalam aksi protes menentang rezim pemerintah. Pasukan keamanan Iran semakin brutal dalam meredam para demonstran.

https://p.dw.com/p/4HsOo
Aksi protes di Teheran, Iran, atas kematian Mahsa Amini
Mahasiswa Iran terlihat melakukan aksi melepas hijab di TeheranFoto: SalamPix/ABACA/picture alliance

Setiap harinya, semakin banyak gambar dan video baru dari pengunjuk rasa Iran di seluruh bagian negara dibagikan secara online, meskipun pemerintah telah mengambil langkah dalam membatasi akses internet di negaranya. Selain itu, mahasiswa yang turut bergabung dalam aksi protes atas kematian Mahsa Amini tersebut, mulai banyak yang ditangkap dan dipenjara.

Pada hari Selasa (04/10), sebuah video demonstrasi di Universitas Masyhad Ferdowsi, yakni universitas terbesar kedua di Iran, telah diunggah secara online. Dalam video terlihat aksi mahasiswa menyerukan pembebasan sesama rekan-rekan mahasiswa yang ditangkap, terutama mereka yang berasal dari Universitas Teknologi Sharif yang ternama di ibukota Teheran. Mahasiswa itu ditangkap pada Minggu (02/10) malam setelah melakukan aksi protes damai di kampus mereka.

Polisi dan pasukan keamanan mengepung kampus dan menembaki mahasiswa dengan senapan. Banyak video yang diunggah online yang menunjukkan mahasiswa-mahasiswa tersebut sedang dikejar dan diburu. Beberapa dosen bahkan dipukul dengan tongkat aparat. Belum diketahui apakah ada korban jiwa atau terluka dalam tindakan keras tersebut. Sementara, media Iran melaporkan bahwa setidaknya 37 mahasiswa telah ditangkap.

"Hal ini dimaksudkan untuk mengintimidasi siswa-siswa lainnya,” kata Maryam yang berusia 50 tahun dari Teheran, yang nama aslinya telah disamarkan atas alasan keamanan, kepada tim DW. Dia memiliki dua anak yang masih duduk di bangku sekolah. "Setiap kali mereka meninggalkan apartemen, jantung saya mulai berpacu dan saya akan merasa mual, sampai mereka kembali," tambahnya.

"Keadaan kami tidak baik. Kami sedih dan marah. Kematian Mahsa Amini begitu mengejutkan kami, hal itu bisa saja terjadi pada anak perempuan saya."

Petugas polisi anti huru hara Iran tengah mengendarai sepeda motor di jalanan kota Teheran, pada 3 Oktober 2022
Polisi anti huru hara telah ditugaskan untuk menekan protes di Teheran dan di seluruh negeriFoto: Wana News Agency via REUTERS

Tindak kekerasan yang mematikan

Aksi protes ini awalnya dipicu oleh kematian Mahsa Amini, 22 tahun, yang merenggut nyawa setelah ditangkap oleh polisi moral Iran karena diduga melanggar aturan ketat penutup kepala atau hijab. penyebab pasti kematian Amini masih terus diperdebatkan.

Pasukan keamanan Iran telah berusaha untuk menekan aksi unjuk rasa dengan melakukan berbagai tindakan kekerasan. Hingga Selasa (04/10), setidaknya 154 orang telah tewas dalam aksi protes tersebut. Menurut LSM Hak Asasi Manusia Iran (IHR), banyak dari mereka tewas akibat tembakan.

Pada akhir September, organisasi hak asasi manusia Amnesty International melaporkan bahwa pihak berwenang Iran sengaja menggunakan kekerasan, dan mengatakan mereka "telah memobilisasi mesin represi mereka yang diasah dengan baik untuk menindak keras protes nasional."

"Aksi solidaritas mahasiswa untuk pengunjuk rasa [Iran lainnya] ini dapat menimbulkan tantangan bagi kepemimpinan negara," kata pakar Iran Hamidreza Azizi dari Institut Jerman untuk Urusan Internasional dan Keamanan (SWP) Berlin.

Iran, negara dengan penduduk sebanyak 84 juta jiwa, memiliki lebih dari 200 universitas dan akademi. Sebelumnya, mahasiswa Iran telah lama memainkan peran kunci dalam aksi-aksi protes di Iran, misalnya "selama revolusi 1979, dan juga kemudian, misalnya selama aksi protes pada tahun 1998 dan 2009," tambah Azizi.

"Mahasiswa memberikan dukungan intelektualnya dan memiliki potensi untuk memobilisasi berbagai sektor masyarakat, karena mereka juga berasal dari bagian masyarakat yang berbeda."

Pimpinan Iran sangat mewaspadai potensi mahasiswa dalam berunjuk rasa, karena selama ini tidak ada aksi mahasiswa yang terorganisir. Menyusul protes nasional pada tahun 2009, semua organisasi mahasiswa independen telah lama dibubarkan dan anggota terkemukanya telah ditangkap.

"Selain itu, aturan baru tentang penempatan universitas yang mulai dilokalkan terus didukung," kata Aziz. "Idenya adalah untuk membuat banyak anak muda belajar di dekat rumah agar mereka tetap di bawah pengawasan keluarga mereka, daripada tinggal di tempat akomodasi mahasiswa, di mana terjadi kontak terus-menerus dengan mahasiswa lain."

"Tempat tinggal mahasiswa, terutama yang berada di Teheran, termasuk yang pertama dipantau. Pada tahun 1998 dan 2009, aparat keamanan menyerbu tempat tinggal mahasiswa dan menangkap mereka secara acak,” kata Aziz. "Mahasiswa mungkin tidak terorganisir, tetapi mereka tidak bisa diremehkan, seperti halnya protes sekolah."

Aksi protes di Iran, atas kematian Mahsa Amini
Seorang pengunjuk rasa Iran menulis kalimat "Matilah diktator!" di dinding di wilayah TeheranFoto: SalamPix/ABACA/picture alliance

Aksi protes di sekolah

Di Iran, anak laki-laki dan perempuan disekolahkan secara terpisah dari hari pertama sampai kelulusan. Meski begitu, sekolah-sekolah di Iran memberlakukan aturan berpakaian yang ketat pada anak perempuan mereka. Unggahan video yang tak terhitung jumlahnya telah menunjukkan aksi siswi yang membakar jilbab dan terus meneriakkan kalimat, "matilah diktator!".

Sekolah khusus anak laki-laki juga dipenuhi aksi mogok dan protes sebagai bentuk solidaritas mereka terhadap anak-anak perempuan Iran. "Sayangnya mereka belum terkoordinasi,” kata jurnalis Iran Moloud Hajizadeh kepada tim DW.

Hajizadeh telah ditangkap berkali-kali karena telah meliput tindakan penindasan terhadap aksi protes di Iran. Baru-baru ini, pada Januari 2021, dia juga telah dijatuhi hukuman satu tahun penjara. Namun sebelum mulai menjalani hukuman penjara, Hajizadeh melarikan diri dari Iran. Dia sekarang tinggal di Norwegia.

"Protes ini terjadi dalam isolasi satu sama lain dan tidak berlangsung lama," tambah Hajizadeh. "Mahasiswa selalu berada di garis depan dalam aksi protes penting di Iran, [sekarang] mereka harus meninggalkan kampus mereka yang bertembok, di mana dapat dengan mudah dikepung, dan bergabung dengan yang lain di jalanan. Bahkan turut mengambil peran penting di dalamnya."

Baru kemudian, katanya, "aksi protes ini akan membentuk dimensi baru, dengan kekuatan yang cukup untuk membawa perubahan besar." kp/yf