1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Agresif Disebabkan Suhu Tinggi?

5 Agustus 2013

Merasa agak lebih agresif? Mungkin karena suhu di luar tinggi. Jika panas membuat Anda cepat kesal, kuatkan hati. Anda tidak sendirian.

https://p.dw.com/p/19Izn
Foto: Fotolia/photophonie

Menurut penelitian yang diterbitkan dalam majalah AS Science, Kamis (01/08/13), ada kaitan antara suhu tinggi dengan sikap cepat marah. Kaitan itu bisa punya implikasi yang mengkhawatirkan, karena iklim bumi semakin hangat. Demikian peringatan peneliti di Universitas Kalifornia di Berkeley dan Universitas Princeton.

Sementara membuat prediksi untuk masa depan selalu sulit dibuktikan, penulis utama studi itu, Solomon Hsiang mengatakan, tren saat ini jelas. Cuaca lebih panas membuat orang lebih agresif. Hsiang dan peneliti lainnya mengadakan analisa atas 60 penelitian dari berbagai bidang, termasuk arkeologi, klimatologi, politik dan ekonomi.

Salah satu penelitian, misalnya, menunjukkan bahwa selama musim panas dan kemarau di bagian selatan kawasan yang biasa dilanda topan El Nino, "kemungkinan meletusnya perang saudara di sebuah negara tropis meningkat dua kali lipat." Demikian tambah Hsiang. Studi-studi lain juga menunjukkan semakin sering timbulnya konflik-konflik pribadi, mulai dari pembunuhan, hingga pemerkosaan, sampai ke kekerasan rumah tangga serta kekerasan lainnya, jika cuaca panas.

Mädchen Junge Schweigen Stille Symbolbild
BertengkarFoto: fotolia

Mereka terkejut dengan konsistensi dan kuatnya kaitan antar kedua hal itu. Demikian dijelaskan Hsiang sambil menekankan, itu sudah terbukti, terlepas dari kurun waktu mana yang diteliti. Apakah itu gelombang panas yang singkat, kemarau selama setahun atau siklus selama seabad. "Kami berpendapat, efek cukup besar, sehingga kami ingin memantaunya dengan lebih serius, apakah tindakan kita saat ini bisa berdampak pada tingkat agresifitas anak-anak kita di masa depan." Demikian ditambahkannya.

Agar dapat menyingkirkan faktor lain menyangkut meningkatnya agresifitas, penulis menggunakan analisis statistik yang membandingkan situasi di beberapa lokasi dalam kurun waktu tertentu. Sehingga sejarah politik, kebudayaan dan geografis dari satu lokasi konsisten. Mereka juga mencoba membandingkan tingkatan kekerasan, di daerah yang faktor iklimnya sangat istimewa, untuk melihat tingkat agresifitas warganya, dibanding dengan daerah lain yang suhunya lebih sejuk.

Semua kasus menunjukkan, "manusia di seluruh dunia terbukti tidak bisa menyesuaikan diri dengan baik untuk menghadapi suhu yang lebih panas," demikian dinyatakan penulis Marshall Burke. Yang kurang jelas adalah mengapa itu terjadi. Peneliti menyebutkan beberapa teori dan mengatakan, penyebabnya bisa lebih dari satu.

Flash-Galerie Trinken Sie zu viel
Seorang ibu marah pada anaknyaFoto: Fotolia

Di musim kemarau, jika panen gagal, faktor ekonomi bisa mendorong kelompok-kelompok masyarakat untuk mengangkat senjata. Tingginya tingkat pengangguran bisa menyebabkan banyaknya orang muda di kota-kota besar frustasi dan merasa bosan. Mereka bisa dengan mudah direkrut milisi tertentu. Panas juga mempunyai efek psikologis yang memberi impuls agresif. Itu bisa dengan mudah dilihat, setelah orang merasa kepanasan selama beberapa jam.

Hsiang membandingkan tren itu dengan jumlah kecelakaan mobil di hari hujan. Itu bukan berarti bahwa kecelakaan hanya disebabkan turunnya hujan. Itu juga bukan berarti bahwa kecelakaan hanya terjadi jika hujan turun. "Kesalahan pengemudi menjadi penyebab langsung kecelakaan, tetapi hujan menyebabkan tambah tingginya kemungkinan itu," demikian dijelaskan Burke. Seperti itu juga, konflik dengan kekerasan bisa diakibatkan berbagai hal, tetapi kemungkinan itu timbul jauh lebih besar jika iklim memburuk.

ml/vlz (afp)