1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

75 Tahun NATO, Aliansi Militer Tertua Dalam Sejarah Modern

Bernd Riegert
4 April 2024

Aliansi pertahanan dan keamanan NATO didirikan tahun 1949 dengan 12 anggota. Perannya pernah turun setelah era Perang Dingin berakhir, tapi sekarang makin banyak negara yang ingin bergabung.

https://p.dw.com/p/4ePvc
Foto ilustrasi simbol NATO
Foto ilustrasi simbol NATOFoto: Anders Wiklund/TT News Agency/AFP/Getty Images

Pada usia 75 tahun, NATO sekarang menjadi aliansi militer tertua di dunia. Didirikan pada 4 April 1949 dengan 12 anggota, aliansi saat ini memiliki 32 anggota, dengan Finlandia dan Swedia memutuskan untuk bergabung tahun lalu, karena merasa terancam setelah serangan Rusia ke Ukraina.

"Ekspansi NATO" ke arah timur dimulai 25 tahun lalu, setelah aliansi saingannya Pakta Warsawa, yang dibentuk negara-negara Blok Timur di bawah pimpinan Uni Soviet, praktis bubar dengan runtuhnya rezim komunisme di Eropa Timur dan pembubaran Uni Soviet. Tahun 1999, yang menandai 50 tahun berdirinya NATO, Polandia, Republik Ceko dan Hungaria bergabung.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Saat itu ada suasana optimisme karena era Perang Dingin dianggap sudah berakhir, dan Rusia tidak dianggap sebagai musuh lagi, melainkan sebagai mitra. Tahun 1997, Moskow menyatakan bahwa mereka tidak akan keberatan dengan peluasan NATO ke Eropa Timur. Tahun 2004, Lithuania, Estonia, Latvia, Slovakia, Slovenia, Bulgaria dan Rumania bergabung dengan NATO, Albania dan Kroasia menyusul pada tahun 2009. Pada tahun 2017 dan 2020, anggota NATO bertambah lagi dengan Montenegro dan kemudian Makedonia Utara.

Kekhawatiran tentang posisi AS di bawah Trump

Situasi di Eropa dan peran NATO kembali menjadi aktual, setelah upaya invasi Rusia ke Ukraina yang mengakibatkan perang besar di jantung Eropa. Banyak pengamat yang menyebut situasi sekarang sebagai "Perang Dingin 2.0”.

Penandatanganan perjanjian pendirian NATO di Washington, 4 April 1949
Penandatanganan perjanjian pendirian NATO di Washington, 4 April 1949Foto: epa/AFP/dpa/picture alliance

"Sejauh menyangkut situasi ancaman dan respons NATO, semuanya tampak sama seperti dulu lagi. Pertahanan kolektif sekali lagi menjadi tugas inti NATO,” kata Matthias Dembinski dari Peace Research Institute Frankfurt (PRIF) ). Namun, dia menambahkan, dibandingkan dengan tahun 1949, perbedaan krusialnya adalah adanya kekhawatiran besar tentang sikap AS sebagai pelopor NATO. Terutama jika Donald Trump terpilih kembali lagi sebagai presiden AS.

"Dalam kasus hipotetis terburuk, tugas (pertahanan dan keamanan) dan tanggung jawab Eropa akan berlipat ganda,” kata Matthias Dembinski. "Yaitu, untuk mengambil alih peran kepemimpinan politik Amerika Serikat, dan kontribusi militer yang telah diberikan AS kepada NATO hingga saat ini. Itu adalah tugas yang sangat besar. Masih belum jelas apakah itu akan berhasil.”

Presiden AS saat ini, Joe Biden, menggambarkan Pasal 5 Piagam NATO, sebagai "komitmen suci.” Klausul tersebut menyatakan bahwa serangan bersenjata terhadap satu anggota "akan dianggap sebagai serangan terhadap seluruh aliansi." Pada KTT NATO terakhir bulan Juli 2023, yang diadakan di ibu kota Lituania, Vilnius, Biden menyatakan: "Saat ini aliansi kita tetap menjadi benteng keamanan dan stabilitas global, seperti yang telah terjadi selama lebih dari tujuh dekade. NATO sekarang lebih kuat, lebih bersemangat, dan, ya, lebih bersatu dari sebelumnya dalam sejarahnya."

Perang Rusia di Ukraina

Menurut Matthias Dembinski, konfrontasi dengan Rusia dan upaya mendukung Ukraina saat ini semakin mempererat aliansi itu. Dengan 32 anggota dan kepentingan mereka yang terkadang bertentangan, anggota NATO memang tidak selalu sehaluan. "NATO pernah mengalami kemunduran besar. Dan hal ini juga dapat kembali menimbulkan tantangan eksistensial bagi aliansi seperti ini,” katanya. "Hal yang menarik tentang NATO sebenarnya adalah fakta, bahwa sejauh ini, mereka telah berhasil bertahan dari semua krisisnya – beberapa di antaranya serius. Sejauh ini, NATO telah terbukti mampu beradaptasi.”

Dalam sebuah wawancara dengan DW, Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius mengatakan tantangan yang dihadapi NATO saat ini adalah mengalihkan fokusnya dari operasi internasional kembali ke pertahanan wilayahnya sendiri, yang telah lama diabaikan. "Kami pada dasarnya mengubah haluan dengan kecepatan penuh. Kita harus berhenti mengarah ke misi krisis internasional, misi luar negeri. Kita harus kembali fokus ke pertahanan nasional, dan membela aliansi. Itu membutuhkan waktu," tegas menhan Jerman Pistorius.

"Meskipun Ukraina belum menjadi anggota, masa depan NATO akan bergantung juga pada hasil perang Rusia melawan Ukraina," kata Jamie Shea, mantan juru bicara NATO dan direktur komunikasi. "Bahkan jika Ukraina berhasil mengalahkan Rusia, dalam hal membebaskan wilayahnya, Rusia akan tetap marah dan penuh dendam. Rusia tidak akan menyukai NATO. Jadi menurut saya, sayangnya Rusia tetap akan menjadi ancaman utama bagi Ukraina dan menjadi sumber kekhawatiran untuk beberapa tahun mendatang", pungkas mantan jubir NATO Shea.

(hp/as)