1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

"Ibukota Seks" Cina Digerebek

11 Februari 2014

Liputan penggerebekan atas “ibukota prostitusi” di Cina oleh sebuah stasiun TV pemerintah memunculkan kritik masyarakat yang menyarankan pemerintah memprioritaskan menyasar jenis pelanggaran hukum yang lain.

https://p.dw.com/p/1B6cd
Foto: AFP/Getty Images

Liputan penggerebekan akhir pekan lalu oleh 6.500 petugas di sebelah selatan kota Dongguan – memperlihatkan gambar-gambar perempuan yang terborgol dengan kepala tertunduk – mendorong banyak orang memberikan komentar melalui internet yang isinya mengkritik liputan stasiun China Central Television CCTV dan kebijakan penggerebekan.

"Dongguan, bertahanlah” menjadi topik utama di jejaring sosial Twitter ala Cina yakni Sina Weibo sepanjang hari Senin hingga Selasa, kalimat itu dengan sejumlah variasi frase lainnya dikirim oleh lebih dari 1,5 juta kali. Ungkapan lain yang populer adalah ”Jangan menangis, Dongguan,” menunjukkan pergeseran pandangan atas para pekerja seks diantara masyarakat Cina.

Sejumlah pengguna internet meyakini para perempuan itu terpaksa bekerja di undustri seks karena orang tua yang sakit atau kewajiban membantu keluarga, dan karenanya mereka menyerukan kepada pemerintah untuk memperdulikan itu saat penggerebekan. Beberapa warga lainnya mengatakan sebaiknya tenaga kepolisian dipakai memberantas korupsi diantara para pejabat serta memberantas kejahatan lainnya. Beberapa suara menyerukan kepada pemerintah agar melegalkan prostitusi dan mengakhiri diskriminasi terhadap para pekerja seks.

“Tak ada cara untuk memberantasnya. Legalisasi (prostitusi) harus dilakukan dalam kondisi yang jelas,” seperti menetapkan wilayah khusus yang pengelolaannya diatur secara ketat, kata Wang Yongzhi, 37, yang bekerja sebagai ahli teknologi informasi di Beijing.

Warga lainnya asal Shanghai, Gong Bin, 26, yang bekerja di perusahaan makanan, mengaku bersimpati kepada para gadis yang memilih mencari nafkah melalui perdagangan seks untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Keterlibatan pejabat dan polisi lokal

Dalam laporan CCTV hari Minggu lalu, para wartawan yang menyamar dengan kamera tersembunyi mengambil gambar para pekerja seks sedang menawarkan jasa mereka di hotel-hotel di Dongguan. Dalam sebuah cuplikan gambar diperlihatkan deretan perempuan, yang memperkenalkan diri dengan nomor, harga dan darimana mereka berasal. Harga yang mereka tawarkan bervariasi antara Rp 1,5 juta hingga Rp 4 juta. Adegan berikutnya, seorang wartawan CCTV menelepon polisi melaporkan praktek prostitusi itu, tapi polisi tak muncul.

Namun, beberapa jam setelah siaran itu pada hari Minggu, polisi Dongguan melancarkan penggerebekan, yang akan diperluas menjadi operasi tiga bulan penggerebekan atas perdagangan seks di seluruh provinsi Guangdong. Pada Minggu pagi, 12 tempat hiburan yang terlibat prostitusi ditutup dan 67 orang diperiksa.

Sejumlah pesan yang dikirim melalui internet menyampaikan keterkejutan karena ada banyak tempat lain tidak digerebek, dan mengatakan bisnis seks di Dongguan selama ini tidak akan berkembang tanpa dukungan polisi dan pejabat lokal.

Kementerian Pelayanan Publik Cina telah mengumumkan bakal memeriksa kepolisian lokal atas dugaan lalai menjalankan tugas.

Pemerintah Cina secara resmi memandang prostitusi sebagai ”fenomena sosial yang buruk” dan segala bentuk ajakan, menjual atau membeli seks di Cina adalah tindakan melawan hukum. Namun meski penggerebekan sering dilakukan, tapi praktek prostitusi masih merajalela di panti pijat, bar karaoke dan klub malam, dan para pekerja seks secara rutin menelepon kamar-kamar hotel menawarkan jasa.

ab/hp (ap,rtr,afp)